“Oh,
celaka aku! Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, sehingga
aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” (QS. Al-Maidah [5] : 31)
Diriwayatkan oleh Ahli sejarah bahwa Nabi Adam ‘alaihis salam
diturunkan pada hari Jum’at di gunung Himalaya India, sementara Hawa diturunkan
di Jeddah, Saudi Arabia. (Tarikh Ath-Thabari, Jilid 1 hal. 79-80) mereka berdua
memulai hidup yang baru yang jauh berbeda dari sebelumnya. Mereka harus
berusaha keras untuk meneruskan hidup mereka. Tuntutan hidup yang
terus-menerus, mengharuskan mereka belajar bercocok-tanam. Untuk terus hidup
mereka harus melindungi diri dari lapar dan haus, panas dan hujan, sehingga
mereka terus belajar melindungi diri mereka.
Diriwayatkan bahwa Adam dan Hawa akhirnya bertemu di bukit yang
kita kenal saat ini dengan Jabal Rahmah, terletak di tengah Arafah. Disebut
dengan Jabal Rahmah adalah karena Allah subhanahu wa ta’ala telah
memberikan anugerah kepada keduanya dapat bertemu kembali setelah sekian lama
berpisah.
Adam dan Hawa akhirnya memperoleh keturunan, dan setiap Hawa
melahirkan anak maka lahirlah sepasang anak laki-laki dan perempuan dan
demikian seterusnya. Diriwayatkan bahwa Nabi Adam ‘alaihis salam
memiliki 19 anak, ada yang menyebut 40 anak yang berpasangan dengan 20 kelahiran.
Anak pertama yang dilahirkan adalah Qabil dan Ikrimma, kemudian anak berikutnya
adalah Habil dan Layudza. Anak-anak Nabi Adam ‘alaihis salam lainnya
diberi nama Abdullah dan Ubaidillah, Qainan dan Asywats, Hazaurah dan
kembarannya, Abad dan kembarannya, Atsat dan kembarannya, Taubat dan
kembarannya, Banan dan kembarannya, Syububah dan kembarannya, Hayyan dan
kembarannya, Dharabys dan kembarannya, Hadez dan kembarannya, Yahwad dan
kembarannya, Sandel dan kembarannya, Bariq dan kembarannya dan yang terakhir
adalah Nabi Syits ‘alaihis salam.
Berikut ini adalah kisah dua anak Nabi Adam ‘alaihis salam
yaitu Qabil dan Habil. Alkisah, setelah mereka dewasa maka dikawinkanlah oleh
Nabi Adam ‘alaihis salam masing-masing anaknya sesuai dengan perintah
Allah subhanahu wa ta’ala untuk mengawinkan anaknya dengan perkawinan
silang. Artinya, anak yang dilahirkan berpasangan tidak boleh dikawinkan dengan
kembarannya dan boleh dikawinkan dengan pasangan lainnya. Maka marahlah Qabil
dan ia menolak dikawinkan dengan Layudza, fikirnya ia adalah anak surga dan
memiliki ketampanan wajah, sementara Layudza adalah anak bumi yang buruk rupa.
Kemarahannya juga semakin membesar karena Habil anak bumi dikawinkan dengan
Ikrimma anak surga nan cantik rupawan.
Akhirnya Nabi Adam ‘alaihis salam memohon kepada Allah subhanahu
wa ta’ala untuk memberikannya petunjuk atas persoalan yang dihadapinya.
Maka Allah subhanahu wa ta’ala memberikan petunjuk Qabil dan Habil
menyediakan Qurban untuk membuktikan kebenaran mereka. Maka diperintahkanlah
keduannya untuk menyediakan qurban yang diperuntukkan bagi Allah subhanahu
wa ta’ala.
Demi mendengar persyaratan itu maka segeralah Habil memenuhi
perintah ayahnya untuk melaksanakan Qurban. Ia menyiapkan seekor binatang
sembelihan yang besar. Sementara Habil hanya menyiapkan makanan sayuran. Maka
ketika keduanya datang dengan qurban mereka kepada Nabi Adam ‘alaihis salam,
Allah subhanahu wa ta’ala menunjukkan kepada Nabi Adam ‘alaihis salam
bahwa qurban Habil yang diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Oleh karena itu ia berhak untuk mendapatkan Ikrimma sebagai istrinya.
Mendengar hal itu marahlah Qabil, setan pun menggoda dirinya,
meniup hawa nafsunya hingga terbakar. Kedengkian, kejahatan dan kedzaliman
telah dihias oleh setan menjadi keindahan. Sehingga Qabil berniat membunuh
Habil, saudaranya sendiri. (Tarikh Ath-Thabari, Jilid 1 hal. 88) Allah subhanahu
wa ta’ala menceritakan:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا
فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الآخَرِ قَالَ لأقْتُلَنَّكَ
قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ
لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لأقْتُلَكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ
رَبَّ الْعَالَمِينَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ تَبُوءَ بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ فَتَكُونَ مِنْ
أَصْحَابِ النَّارِ وَذَلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ
“Ceritakanlah (Muhammad)
yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya
mempersembahkan kurban, maka (qurban) salah salah seorang dari mereka berdua
(Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil)
berkata, “Sungguh, aku pasti membunuhmu!” Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya
Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa. Sungguh, jika engkau
(Qabil) menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku tidak akan
menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Aku takut kepada Allah, Tuhan
seluruh alam. Sesungguhnya aku ingin agar engkau kembali dengan (membawa) dosa
(membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka engkau akan menjadi penghuni neraka dan
itulah balasan bagi orang yang zalim.” (QS. Al-Maidah [5] : 27-29)
Ketika Habil sedang menggembalakan kambingnya di tempat yang jauh
dari keluarganya. Qabil mengintipnya untuk merencanakan pembunuhan terhadap
Habil. Dan apabila dilihatnya kesempatan luas terbuka untuk membunuhnya maka
dihadapinya Habil ke tempat duduknya dan dibunuhnya dengan batu. Akhirnya
terbunuhlah Habil oleh Qabil, inilah pembunuhan pertama dalam sejarah manusia.
Dan Qabil pun bingung melihat kematian saudaranya, mayat saudaranya itu
ditinggalnya begitu saja, sampai datang padanya dua ekor burung gagak yang
bertengkar di depan matanya, ketika salah satu gagak itu mati maka digalilah
kubur gagak itu oleh gagak lainnya. Melihat itu, Qabil tercengang mengapa aku
tidak berbuat baik seperti telah dilakukan burung itu, sementara aku adalah
manusia yang diciptakan dengan akal? Maka digalilah kubur untuk jasad Habil
yang telah wafat itu. Dan dikuburnya dengan sesal di hatinya.
فَطَوَّعَتْ لَهُ نَفْسُهُ قَتْلَ أَخِيهِ فَقَتَلَهُ فَأَصْبَحَ
مِنَ الْخَاسِرِينَ فَبَعَثَ اللَّهُ غُرَابًا يَبْحَثُ فِي الأرْضِ لِيُرِيَهُ
كَيْفَ يُوَارِي سَوْأَةَ أَخِيهِ قَالَ يَا وَيْلَتَا أَعَجَزْتُ أَنْ أَكُونَ
مِثْلَ هَذَا الْغُرَابِ فَأُوَارِيَ سَوْأَةَ أَخِي فَأَصْبَحَ مِنَ
النَّادِمِينَ
“Maka hawa nafsu (Qabil)
mendorongnya untuk membunuh saudaranya, kemudian dia pun (benar-benar)
membunuhnya, maka jadilah dia termasuk orang yang rugi. Kemudian Allah mengutus
seekor burung gagak menggali tanah untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil)
bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Qabil berkata, “Oh,
celaka aku! Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, sehingga
aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” Maka jadilah dia termasuk orang
yang menyesal.” (QS. Al-Maidah [5] : 30-31)
Setelah Qabil membunuh Habil, Nabi Adam ‘alaihis salam
sangat marah dan murka sehingga Qabil melarikan diri dari ayahnya ke tempat
yang sekarang bernama Yaman. Beberapa khabar menyatakan bahwa Qabil melarikan
diri dengan membawa Ikrimma. Dari pasangan ini maka lahirlah Bani Qabil yang
diriwayatkan bahwa mereka adalah pemuja api. Dan menurut sebuah riwayat, Qabil
dibunuh oleh anaknya sendiri. Namun riwayat setelah peristiwa pembunuhan Habil
ini simpang siur dan tidak jelas keshahihannya.
0 Comment for "Qabil dan Habil, Kisah Pembunuhan Pertama di Muka Bumi"