“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah
menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman
di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian
itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia
cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan,
mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim [14] : 37)
Nabi Isma’il ‘alaihis salam
adalah seorang nabi dan disebut sebagai nenek moyang bangsa Arab. Beliau adalah
putera dari Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dengan istrinya Hajar, dan
merupakan kakak tiri dari Nabi Ishaq ‘alaihis salam. Beliau hidup
sekitar 1911 SM hingga 1779 SM dan diangkat menjadi nabi pada tahun 1850 SM. Ia
tinggal di Amaliq dan berdakwah untuk penduduk Al-Amaliq, Bani Jurhum dan
Qabilah Yaman. Namanya disebutkan sebanyak 12 kali dalam Al-Quran. Ia meninggal
pada tahun 1779 SM di Mekkah.
Mekkah dahulu kala adalah kota mati
yang tak menjanjikan harapan apapun. Hanya pasir membentang di gurun yang panas
dan gersang. Tak ada tanda-tanda kehidupan di sekelilingnya. Teriknya mentari
bagai tak pernah peduli dengan panasnya yang membakar kulit.
Disitulah Nabi Ibrahim ‘alaihis
salam meninggalkan istri dan anaknya yaitu Hajar dan Ismail, demi
menunaikan perintah Allah subhanahu wa ta’ala. Betapa luar biasanya
tingkat keimanan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dalam menjalankan perintah
Allah subhanahu wa ta’ala. Bagi orang biasa, perintah itu tak dapat
terbayangkan dalam benaknya.
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam
dan keluarganya diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk
meninggalkan Hajar istrinya yang tengah menyusui anak yang baru dilahirkannya
di tengah-tengah lembah Bakkah, yang akhirnya kita kenal sekarang dengan
Mekkah. Sangat berat perasaan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam untuk
meninggalkan istri dan anaknya ditempat yang panas dan tidak ada tempat
perlindungan. Tak ada tanaman yang tumbuh, tak ada pepohonan tempat berteduh,
bahkan taka da air keluar dari batu-batu yang panas membara itu.
Rasa sedihnya tidak dapat menutupi
kemanusiaannya sehingga ia berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala:
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي
بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ
فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ
لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
“Ya
Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah
yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang
dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat,
maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri
rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS.
Ibrahim [14] : 37)
Setelah berdoa, Nabi Ibrahim ‘alaihis
salam harus meninggalkan istri dan anaknya demi memenuhi perintah Allah subhanahu
wa ta’ala. Sedih dan pilu hati Nabi Ibrahim ‘alaihis salam
meninggalkannya. Tetapi kesedihannya diyakininya tidak boleh menjadikannya lupa
pada perintah Allah subhanahu wa ta’ala. Akhirnya Hajar dan Nabi Ismail ‘alaihis
salam ditinggalkan berdua saja, tak ada siapa-siapa yang dapat memberikan
pertolongan, hanya Allah subhanahu wa ta’ala tempatnya berlindung dan
minta pertolongan.
Manakala bekalnya habis dan air minum pun
tidak ada lagi, Hajar mulai gelisah dan kebingungan, air susunya pun tidak akan
keluar lagi bila ia tidak makan dan minum. Akhirnya, ia berusaha mengelilingi
bukit-bukit yang ada di sekitar tempat itu. Hajar meninggalkan Nabi Ismail ‘alaihis
salam di atas pasir dan ia berlari-lari kecil dari bukit Shafa sampai bukit
Marwah. Berkali-kali ia memutari bukit itu sambil menaikinya, ia berfikir
barangkali akan melihat sumber air dari bukit itu.
Nabi Ismail ‘alaihis salam
pun menangis selama ditinggalkan ibunya. Sebagaimana layaknya seorang bayi,
beliau menendang-nendangkan kakinya ke pasir, sampai akhirnya keluarlah air
dari pasir itu. Begitu Hajar melihat air di kaki Nabi Ismail ‘alaihis salam,
ia bersegera mendatanginya. Amat gembira hatinya melihat air memancar dari pasir
itu. Dan ia kumpulkan air itu untuk diminumnya dan diberikan kepada Nabi Ismail
‘alaihis salam. Akhirnya, dinamakanlah sumber air itu dengan nama sumur zam-zam.
Cobaan demi cobaan yang dilalui
Hajar dan anaknya telah menggoncang arsy dan Allah subhanahu wa ta’ala
memberikan kepada mereka air zam-zam. Air yang keluar dari kaki Nabi Ismail ‘alaihis
salam inilah yang pada akhirnya mengundang kafilah-kafilah berdatangan dan
berteduh. Untuk kemudian mereka mendirikan tenda-tenda untuk berkemah.
Ternyata sumber air itu benar-benar
menjadi rahmat bagi Hajar dan anaknya Nabi Ismail ‘alaihis salam. Sumur zam-zam
itu kemudian menggerakan hati kafilah-kafilah yang berdagang jauh ke Syam
maupun Yaman untuk singgah dan mendirikan kemah-kemahnya di tempat itu. Hajar dan
Nabi Ismail ‘alaihis salam pun akhirnya menjadi orang yang sangat dihormati di
tempat itu. Dan akhirnya berdirilah perkampungan di tempat yang semula gersang
dan tidak ada kehidupan. Kini tempat itu menjadi keajaiban dunia yang
mencengangkan.
0 Comment for "Ujian bagi Nabi Ismail ‘Alaihis Salam"