Wafatnya Nabi Adam ‘Alaihis Salam

"Wahai anak-anak Adam, apa yang kalian cari? Atau apa yang kalian mau? Dan ke mana kalian pergi?" (Zawaidul Musnad, Jilid 5 hal. 136)

Kisah ini memberitakan kepada kita tentang saat-saat terakhir kehidupan bapak kita Nabi Adam ‘alaihis salam dan keadaannya pada saat sakaratul maut. Para Malaikat memandikannya, memberinya wangi-wangian, mengkafaninya, menggali kuburnya, menshalatkannya, menguburkannya dan menimbunnya dengan tanah. Mereka melakukan itu untuk memberikan pengajaran kepada anak cucu sesudahnya, tentang bagaimana cara menangani orang mati.

Dalam sebuah hadits mauquf (sanadnya tidak sampai pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad rahimahullah dalam Zawaidul Musnad, Jilid 5 hal. 136 yang sanadnya di shahihkan oleh Ibnu Katsir rahimahullah dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah, Jilid 1 hal. 98 diceritakan.

Dari Uttiy bin Dhamurah As-Sa'di rahimahullah, dia berkata, "Aku melihat seorang Syaikh di Madinah sedang berbicara. Lalu aku bertanya tentangnya." Mereka menjawab, "Itu adalah Ubay bin Kaab." Ubay berkata, "Ketika maut datang menjemput Adam, dia berkata kepada anak-anaknya, 'Wahai anak-anakku, aku ingin makan buah Surga." Lalu anak-anaknya pergi mencari untuknya. Mereka disambut oleh para Malaikat yang telah membawa kafan Adam dan wewangiannya. Mereka juga membawa kapak, sekop, dan cangkul. Para Malaikat bertanya, "Wahai anak-anak Adam, apa yang kalian cari? Atau apa yang kalian mau? Dan ke mana kalian pergi?" Mereka menjawab, "Bapak kami sakit, dia ingin makan buah dari Surga." Para Malaikat menjawab, "Pulanglah, karena ketetapan untuk bapak kalian telah tiba." Lalu para Malaikat datang. Hawa melihat dan mengenali mereka, maka dia berlindung kepada Adam. Adam berkata kepada Hawa, "Menjauhlah dariku. Aku pernah melakukan kesalahan karenamu. Biarkan aku dengan Malaikat Tuhanku tabaraka wa ta’ala." Lalu para Malaikat mencabut nyawanya, memandikannya, mengkafaninya, memberinya wewangian, menyiapkan kuburnya dengan membuat liang lahat di kuburnya, menshalatinya. Mereka masuk ke kuburnya dan meletakkan Adam di dalamnya, lalu mereka meletakkan bata di atasnya. Kemudian mereka keluar dari kubur, mereka menimbunnya dengan batu. Lalu mereka berkata, "Wahai Bani Adam, ini adalah sunnah kalian."

Manakala maut datang menjemputnya Nabi Adam ‘alaihis salam rindu buah Surga. Ini menunjukkan betapa cinta Nabi Adam ‘alaihis salam kepada Surga dan kerinduannya untuk kembali kepadanya. Bagaimana dia tidak rindu Surga, sementara dia pernah tinggal di dalamnya, merasakan kenikmatan dan keenakannya untuk beberapa saat. Bisa jadi keinginan Nabi Adam ‘alaihis salam untuk makan buah Surga merupakan tanda dekatnya ajal. Sebagian Hadits menyatakan bahwa Nabi Adam ‘alaihis salam mengetahui hitungan tahun-tahun umurnya. Dia menghitung umurnya yang telah berlalu. Nampaknya dia mengetahui bahwa tahun-tahun umurnya telah habis. Perpindahannya ke alam akhirat telah dekat. Dan tanpa ragu, Nabi Adam ‘alaihis salam mengetahui bahwa anak-anaknya tidak mungkin memenuhi permintaannya. Mana mungkin mereka bisa menembus Surga lalu memetik buahnya. Anak-anak Nabi Adam ‘alaihis salam juga menyadari hal itu. Akan tetapi, karena rasa bakti mereka kepada bapak mereka, hal itulah yang mendorong mereka untuk berangkat mencari. Belum jauh anak-anak Nabi Adam ‘alaihis salam meninggalkan bapaknya, mereka telah dihadang oleh beberapa Malaikat yang menjelma dalam wujud seorang laki-laki. Mereka telah membawa perlengkapan untuk menyiapkan orang mati.

Para Malaikat memperagakan apa yang dilakukan oleh kaum muslimin terhadap jenazah seperti pada hari ini. Mereka membawa kafan, wewangian, juga membawa kapak, cangkul, dan sekop yang lazim diperlukan untuk menggali kubur. Ketika anak-anak Nabi Adam ‘alaihis salam menyampaikan tujuan mereka dan apa yang mereka cari, para Malaikat meminta mereka untuk pulang kepada bapak mereka, karena bapak mereka telah habis umurnya dan ditetapkan ajalnya.

Manakala para Malaikat maut datang kepada Nabi Adam ‘alaihis salam, Hawa mengenalinya sehingga dia berlindung kepada Nabi Adam ‘alaihis salam. Sepertinya Hawa hendak membujuk Nabi Adam ‘alaihis salam agar memilih hidup di dunia, karena para Rasul tidak diambil nyawanya sebelum mereka diberi pilihan antara kehidupan dunia dan Akhirat sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita. Nabi Adam ‘alaihis salam tidak menggubris dan menghardiknya dengan berkata, "Menjauhlah dariku, karena aku pernah melakukan dosa karenamu." Nabi Adam ‘alaihis salam mengisyaratkan rayuan Hawa untuk makan pohon yang dilarang semasa keduanya berada di Surga.

Para Malaikat mengambil ruh Nabi Adam ‘alaihis salam. Mereka sendirilah yang mengurusi jenazahnya dan menguburkannya, sementara anak-anak Nabi Adam ‘alaihis salam melihat mereka. Para Malaikat itu memandikannya, mengkafaninya, memberinya wangi-wangian, menggali kuburnya, membuat liang lahat, menshalatinya, masuk ke kuburnya, meletakkannya di dalamnya, lalu mereka menutupnya dengan bata. Kemudian mereka keluar dari kubur dan menimbunkan tanah kepadanya. Para Malaikat mengajarkan semua itu kepada anak-anak Adam. Mereka berkata, "Wahai Bani Adam, ini adalah sunnah kalian." Yakni, cara yang Allah pilih untuk kalian dalam hal mengurusi mayat kalian. Cara ini adalah syariat umum yang berlaku untuk seluruh Rasul dan semua orang beriman di bumi ini, mulai sejak saat itu sampai sekarang. Dan cara apa pun yang menyelisihinya berarti menyimpang dari petunjuk Allah subhanahu wa ta’ala, yang besar kecilnya tergantung pada kadar penyimpangannya. Barangsiapa melihat tuntunan kaum muslimin dalam urusan jenazah yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dia pasti melihat kesamaan antara hal itu dengan perlakuan para Malaikat kepada Nabi Adam ‘alaihis salam.

Sepanjang sejarah, petunjuk ini telah banyak diselisihi oleh sebagian besar umat manusia. Ada yang membakar orang mati. Ada yang membangun bangunan-bangunan megah, seperti piramid, untuk mengubur orang mati dengan meletakkan makanan, minuman, mutiara dan perhiasan bersamanya. Ada yang meletakkan mayit di kotak batu atau kayu. Semua itu menuntut biaya yang mahal dan hanya membuang-buang energi untuk sesuatu yang tidak berguna. Dan yang paling utama, semua itu telah menyelisihi petunjuk yang Allah subhanahu wa ta’ala syariatkan kepada mayit Bani Adam.

Menurut riwayat yang diceritakan dalam Kitab Taurat Nabi Adam ‘alaihis salam hidup selama 930 tahun (Perjanjian Lama, Kitab Kejadian [5] : 5) dan menurut beberapa sumber Nabi Adam ‘alaihis salam hidup antara tahun 3760 SM hingga 2830 SM. Hal ini pun dijelaskan oleh Imam Ath-Thabari rahimahullah, beliau berkata bahwa umur Nabi Adam ‘alaihis salam adalah 1000 tahun (Tarikh Ath-Thabari, Jilid 1 hal. 98-99) Dengan meninggalkan keturunan yang banyak dan berkembang menjadi umat manusia yang berbangsa-bangsa dan bersuku-suku.

Begitulah, cerita tentang Adam dan Hawa yang mengajarkan kepada kita bahwa manusia harus menyadari keberadaannya. Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikan manusia dengan kedudukan yang tinggi dari makhluk-makhluk lainnya. Namun harus disadari bahwa derajat itu akan kita peroleh manakala kita mengikuti petunjuk Allah subhanahu wa ta’ala dan menjauhkan diri dari segala larangannya. Ketahuilah bahwa dalam menjalani hidup ini manusia selalu dihadapkan pada musuhnya yang utama yaitu Iblis yang berusaha menjerumuskan manusia ke dalam kesesatan.

Sekiranya, amatlah bijaksana bila kita memperhatikan diri kita dengan segala kelebihan dan kekurangannya untuk selalu mengingat Allah subhanahu wa ta’ala, memohon ampun dan petunjuk-Nya agar selamat di dunia dan akhirat.

0 Comment for "Wafatnya Nabi Adam ‘Alaihis Salam"

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top