Olahraga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Para Sahabat
“Kalian akan menaklukkan banyak negeri dan Allah akan
menyempurnakan (janji-Nya) kepada kalian, karena itu janganlah kalian bosan
berlatih memanah.” (HR. Muslim no. 1918)
Saat ini negeri kita Indonesia
sedang mengalami demam olahraga, hal ini tidaklah mengherankan, sebab hal ini
merupakan dampak dari pelaksanaan even olahraga Asian Games 2018 yang kebetulan
tahun ini dilaksanakan di negeri kita. Jika kita perhatikan, maka sudah menjadi
suatu tabiat manusia bahwa manusia itu menyukai hiburan. Hiburan sendiri
merupakan upaya relaksasi untuk melepas kepenatan atas rutinitas dan kehidupan
sehari-hari. Karena alasan itulah, siapapun orang yang mencoba melakukan
penelitian terhadap tingkah laku suatu kelompok masyarakat dimanapun dan
kapanpun pasti akan memenukan sarana hiburan sebagai bagian dari kehidupan
masyarakat tersebut. Salah satu bentuk sarana hiburan ini adalah dengan
berolahraga. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa
olahraga adalah gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh.[1]
Jika kita lihat dari definisi olahraga tersebut maka kita fahami bahwa tujuan
olahraga adalah untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Jelas ini selaras
dengan ajaran Islam bahwa seorang muslim selain wajib kuat dan sehat ruhaninya
juga harus kuat dan sehat jasmaninya pula. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ
خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih
dicintai Allah daripada Mukmin yang lemah.”[2]
Jika kita melihat sejarah maka
sangat tepat bahwa olahraga merupakan salah satu hiburan yang cukup menarik,
bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan para sahabat pun melakukan hal ini. Banyak sekali riwayat yang
menjelaskan bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallahu
‘anhum pun berolahraga, tentu saja olahraga yang mereka lakukan adalah
dalam rangka keta’atan kepada Allah subhanahu
wa ta’ala dan bukan sekedar sarana hiburan yang sia-sia saja. Ada beberapa
olahraga yang tercatat dalam berbagai riwayat yang shahih yang pernah dilakukan
bahkan beberapa olahraga tersebut dianjurkan, diantara lain:
1.
Panahan
Panahan atau Archery merupakan olahraga yang
menggunakan busur panah sebagai media untuk menembakan anak panah kepada
sasaran tembak. Bukti-bukti menunjukkan bahwa sejarah panahan telah dimulai sejak
5.000 tahun yang lalu yang awalnya digunakan untuk berburu dan kemudian
berkembang sebagai senjata dalam pertempuran dan kemudian sebagai olahraga
ketepatan. Panahan merupakan salah satu olahraga yang disunnahkan untuk
ditekuni. Diriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
سَتُفْتَحُ عَلَيْكُمْ
أَرَضُونَ وَيَكْفِيكُمْ اللَّهُ فَلَا يَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَلْهُوَ بِأَسْهُمِهِ
“Kalian akan menaklukkan banyak negeri dan
Allah akan menyempurnakan (janji-Nya) kepada kalian, karena itu janganlah
kalian bosan berlatih memanah.”[3]
Diriwayatkan pula dari Sa’ad
bin Abi Waqash radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالرَّمْيِ
، فَإِنَّهُ خَيْرٌ لَعِبِكُمْ
“Hendaklah kalian belajar memanah, karena
sesungguhnya memanah itu sebaik-baik permainan bagi kalian.”[4]
Panahan bukanlah sekedar
hiburan dan permainan semata, namun ini menjadi salah satu cara untuk
mempersiapkan kekuatan dalam jihad fii sabilillah sebagaimana telah
diperintahkan oleh Allah subhanahu wa
ta’ala:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا
اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ
“Dan persiapkanlah bagi mereka kekuatan yang kalian mampu.”[5]
Mengenai ayat diatas,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
ألا إنَّ القوةَ الرميُ
. ألا إنَّ القوةَ الرميُ . ألا إنَّ القوةَ الرميُ
“Ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah
kemampuan memanah, Ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah kemampuan memanah,
Ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah kemampuan memanah.”[6]
Namun perlu diperhatikan pula
bahwa dalam panahan selain pada medan perang dan juga berburu, maka diharamkan
menjadikan makhluk hidup sebagai sasaran tembak. Diriwayatkan bahwa Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah melihat dua
orang pemuda yang menjadikan seekor burung sebagai sasaran memanah. Maka beliau
melaknat perbuatan itu sambil menyampaikan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
larangan menjadikan makhluk bernyawa sebagai sasaran tembak. Beliau berkata:
لا تَتَّخِذُوا شَيْئًا
فِيهِ الرُّوحُ غَرَضًا
“Janganlah kalian menjadikan makhluk
bernyawa sebagai sasaran tembak.”[7]
2.
Berkuda
Berkuda merupakan olahraga yang
mengacu kepada keterampilan menunggangi, mengendarai, melompat atau berlari
menggunakan kuda. Berkuda sendiri merupakan permainan yang disunnahkan untuk
ditekuni oleh seorang muslim. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
كُلُّ شَئْ ٍلَيْسَ فِيْهِ
ذِكْرُ اللهِ فَهُوَ لَهْوٌ وَلَعِبٌ إِلاَّ أَرْبَعٌ مُلاَعَبَةُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ
وَتَأْدِيْبُ الرَّجُلِ فَرَسَهُ وَمَشْيُهُ بَيْنَ الْغَرْضَيْنِ وَتَعْلِيْمُ الرَّجُلِ
السِّبَاحَةَ
“Segala sesuatu yang di dalamnya tidak
mengandung dzikrullah merupakan perbuatan sia-sia, senda gurau, dan permainan,
kecuali empat (perkara), yaitu senda gurau suami dengan istrinya, melatih kuda,
berlatih memanah, dan mengajarkan renang.”[8]
Diriwayatkan pula bahwa pada
masanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah menyelenggarakan lomba pacuan kuda. Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata”
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَابَقَ بَيْنَ الْخَيْلِ الَّتِي لَمْ تُضَمَّرْ
وَكَانَ أَمَدُهَا مِنْ الثَّنِيَّةِ إِلَى مَسْجِدِ بَنِي زُرَيْقٍ وَأَنَّ عَبْدَ
اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ سَابَقَ بِهَا
“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam berlomba pacuan kuda dengan kuda yang tidak disiapkan sebagai kuda
pacuan yang jaraknya antara Tsaniyatul Wada’ sampai ke masjid Bani Zurai’. Dan
‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma termasuk orang yang ikut dalam pacuan
tersebut.”[9]
3.
Pacuan
Unta
Selain berkuda, pacuan unta pun
menjadi salah satu olahraga yang digemari bangsa Arab hingga saat ini. Sama
seperti berkuda, pacuan unta merupakan olahraga yang mengacu pada keterampilan
menunggangi, mengendarai, melompat serta berlari menggunakan unta. Diriwayatkan
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam memiliki unta yang biasa beliau pergunakan untuk pacuan unta yang
beliau beri nama unta itu al-‘Adhba’. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَاقَةٌ تُسَمَّى الْعَضْبَاءَ لَا تُسْبَقُ قَالَ حُمَيْدٌ
أَوْ لَا تَكَادُ تُسْبَقُ فَجَاءَ أَعْرَابِيٌّ عَلَى قَعُودٍ فَسَبَقَهَا فَشَقَّ
ذَلِكَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ حَتَّى عَرَفَهُ فَقَالَ حَقٌّ عَلَى اللَّهِ أَنْ لَا
يَرْتَفِعَ شَيْءٌ مِنْ الدُّنْيَا إِلَّا وَضَعَهُ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memiliki unta yang dinamakan dengan al-‘Adhba’ yang tidak terkalahkan. Berkata
Humaid: “Atau tidak pernah terkalahkan.” Kemudian datang seorang Arab Baduy
dengan menunggang unta lalu mengalahkan unta Beliau. Kejadian ini menggusarkan
Kaum Muslimin hingga Beliau mengerti benar apa yang sedang terjadi. Maka
kemudian Beliau bersabda: “Sudah menjadi kemestian bagi Allah dimana tidak ada
sesuatu yang tinggi dalam perkara dunia melainkan Dia pasti akan
merendahkannya.”[10]
Perlombaan pacuan unta sendiri
adalah lomba yang diperbolehkan bahkan diperbolehkan mengambil hadiah dari
pendaftarannya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Huraihah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
لاَ سَبَقَ إِلاَّ فِى
نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ
“Tidak ada taruhan dalam lomba kecuali
dalam perlombaan memanah, pacuan unta, dan pacuan kuda.”[11]
4.
Berenang
Berenang adalah olahraga air
yang sudah dipelajari sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Dikutip dari
Wikipedia, manusia sudah dapat berenang sejak zaman prasejarah, bukti tertua
mengenai berenang adalah lukisan-lukisan tentang perenang dari Zaman Batu telah
ditemukan di “gua perenang” yang berdekatan dengan Wadi Sora di Gilf Kebir,
Mesir barat daya. Catatan tertua mengenai berenang berasal dari 2000 SM.
Beberapa di antara dokumen tertua yang menyebut tentang berenang adalah Epos
Gilgamesh, Iliad, Odyssey, dan Alkitab (Kitab Yehezkiel [47] : 5, Kisah Para
Rasul [27] : 42, Kitab Yesaya [25] : 11), serta Beowulf dan hikayat-hikayat
lain. Pada 1538, Nikolaus Wynmann seorang profesor bahasa dari Jerman menulis
buku mengenai renang yang pertama, Perenang atau Dialog mengenai Seni Berenang
(Der Schwimmer oder ein Zwiegespräch über
die Schwimmkunst).[12]
Berenang sendiri dianjurkan
untuk dipelajari oleh seorang muslim khususnya semenjak usia anak-anak.
Diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu
‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ شَئْ ٍلَيْسَ فِيْهِ
ذِكْرُ اللهِ فَهُوَ لَهْوٌ وَلَعِبٌ إِلاَّ أَرْبَعٌ مُلاَعَبَةُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ
وَتَأْدِيْبُ الرَّجُلِ فَرَسَهُ وَمَشْيُهُ بَيْنَ الْغَرْضَيْنِ وَتَعْلِيْمُ الرَّجُلِ
السِّبَاحَةَ
“Segala sesuatu yang di dalamnya tidak
mengandung dzikrullah merupakan perbuatan sia-sia, senda gurau, dan permainan,
kecuali empat (perkara), yaitu senda gurau suami dengan istrinya, melatih kuda,
berlatih memanah, dan mengajarkan renang.”[13]
‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata:
عَلِّمُوا أَوْلادَكُمُ
الْعَوْمَ وَالرِّمَايَةَ وَنِعْمَ لَهْوُ الْمَرْأَةِ الْمِغْزَلُ
“Ajarkanlah anak-anakmu berenang dan
memanah dan ajarkanlah kaum wanita memintal.”[14]
Dari Abu Rafi’ radhiyallahu ‘anhu, beliau bertanya
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam:
يَا رَسُولَ اللهِ أَلِلْوَلَدِ
عَلَيْنَا حَقٌّ كَحَقِّناَ عَلَيْهِمْ ؟ قاَلَ : نَعَمْ حَقُّ الوَلَدِ عَلىَ الوَالِدِ
أَنْ يُعَلِّمَهُ الكِتَابَةَ وَالسِّبَاحَةَ وَالرَّمْيَ
“Ya Rasulullah, apakah ada kewajiban atas
kita terhadap anak kita, sebagaimana kewajiban anak kepada kita?” Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab: “Ya, hak anak atas ayahnya adalah diajarkan
membaca, berenang dan memanah.”[15]
5.
Gulat
Gulat adalah olahraga beladiri
yang melibatkan kontak fisik antara dua orang, di mana salah seorang pegulat
harus menjatuhkan atau dapat mengontrol musuh mereka. Olahraga gulat dikatakan
sebagai olahraga tertua di dunia yang pernah dikompetisikan. Olahraga gulat
telah muncul sekitar tahun 3000 SM, hal ini ini dapat diketahui dari
lukisan-lukisan Mesir kuno yang berusia sekitar 5000 tahun yang menggambarkan
mengenai olahraga gulat ini. Gulat pun telah menjadi mata pelajaran di Tiongkok
sejak 2050 SM. Maka tidak mengherankan jika adu gulat ini sering diadegankan dalam
film-film yang bertemakan kerajaan atau kehidupan zaman dahulu dimana para
ksatria unjuk gigi untuk menunjukan kekuatan mereka.
Olaharga gulat pun cukup
populer pada masa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Diriwayatkan bahwa pada masa itu terdapat seorang
pegulat yang dikenal sangat sulit untuk ditaklukan dan dikenal sebagai jawara
gulat pada masanya. Beliau adalah Rukanah bin Abu Yazid al-Muththalibi radhiyallahu ‘anhu. Dikisahkan pula
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah menantang Rukanah bin Abu Yazid al-Muththalibi radhiyallahu ‘anhu yang saat itu belum
memeluk Islam untuk bergulat dan beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam selalu mengalahkannya.
أَنَّ رُكَانَةَ، صَارَعَ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَصَرَعَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رُكَانَةُ وَسَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فَرْقُ مَا
بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْمُشْرِكِينَ الْعَمَائِمُ عَلَى الْقَلاَنِسِ
“Sesungguhnya Rukanah bergulat dengan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengalahkannya
(membantingnya), kemudian Rukanah berkata: “Aku mendengar Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Perbedaan antara kita dan orang-orang musyrik
adalah sorban di atas peci.”[16]
Olahraga gulat ini
diperbolehkan selama memenuhi beberapa syarat yaitu tidak terdapat bahaya bagi
pelakunya, tidak bertujuan unutk mencederai lawan dan juga menutup aurat.
6.
Lari
Olahraga lari merupakan
olahraga yang telah dikenal sejak peradaban-peradaban manusia kuno.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah berlomba lari dengan istrinya yaitu ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha. Dari ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, beliau menceritakan:
أَنَّهَا كَانَتْ مَعَ
النَّبِىِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى سَفَرٍ قَالَتْ فَسَابَقْتُهُ فَسَبَقْتُهُ
عَلَى رِجْلَىَّ فَلَمَّا حَمَلْتُ اللَّحْمَ سَابَقْتُهُ فَسَبَقَنِى فَقَالَ هَذِهِ
بِتِلْكَ السَّبْقَةِ
“Ia pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam dalam safar. ‘Aisyah lantas berlomba lari bersama beliau dan ia
mengalahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala ‘Aisyah sudah bertambah
gemuk, ia berlomba lari lagi bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
namun kala itu ia kalah. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ini balasan untuk kekalahanku dahulu.”[17]
7.
Anggar
Anggar adalah olahraga beladiri
serta ketangkasan dengan menggunakan senjata baik pedang, tombak maupun lainnya
yang menekankan pada kemampuan menusuk, memotong dan menangkis senjata lawan.
Olahraga ini pun telah ada sejak zaman dahulu. Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, olahraga
anggar ini diminati oleh orang-orang Habasyah dan Sudan, diriwayatkan bahwa
pada hari ‘Ied orang-orang Habasyah bermain anggar di dalam Masjid Nabawi. Dari
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau
berkata:
كَانَ الْحَبَشُ يَلْعَبُونَ
بِحِرَابِهِمْ، فَسَتَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا
أَنْظُرُ، فَمَا زِلْتُ أَنْظُرُ
“Orang-orang Habasyah pernah bermain-main
anggar dengan tombak mereka. Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
menutupiku agar aku dapat melihat mereka.”[18]
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:
كَانَ يَوْمَ عِيدٍ يَلْعَبُ
السُّودَانُ بِالدَّرَقِ وَالْحِرَابِ فَإِمَّا سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِمَّا قَالَ تَشْتَهِينَ تَنْظُرِينَ فَقُلْتُ نَعَمْ فَأَقَامَنِي
وَرَاءَهُ خَدِّي عَلَى خَدِّهِ وَهُوَ يَقُولُ دُونَكُمْ يَا بَنِي أَرْفِدَةَ حَتَّى
إِذَا مَلِلْتُ قَالَ حَسْبُكِ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ فَاذْهَبِي
“Saat Hari Raya 'Ied, biasanya ada dua
budak Sudan yang memperlihatkan kebolehannya bermain anggar dengan tombak dan
perisai. Maka adakalanya aku sendiri yang meminta kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, atau beliau yang menawarkan kepadaku: “Apakah kamu mau
melihatnya?” Maka aku menjawab: “Ya, mau.” Maka beliau menempatkan aku berdiri
di belakangnya, sementara pipiku bertemu dengan pipinya sambil beliau berkata:
“Teruskan hai Bani Arfadah!” Demikianlah seterusnya sampai aku merasa bosan
lalu beliau berkata: “Apakah kamu merasa sudah cukup?” Aku menjawab: “Ya,
sudah.” Beliau lalu bersabda: “Kalau begitu pergilah.”[19]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
بَيْنَا الْحَبَشَةُ يَلْعَبُونَ
عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحِرَابِهِمْ دَخَلَ عُمَرُ
فَأَهْوَى إِلَى الْحَصَى فَحَصَبَهُمْ بِهَا فَقَالَ دَعْهُمْ يَا عُمَرُ
“Ketika para budak Habasyah sedang bermain
menunjukkan kebolehannya menggunakan alat perang mereka di hadapan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tiba-tiba ‘Umar masuk lalu mengambil kerikil kemudian
melemparkannya kepada mereka. Maka Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Biarkanlah mereka wahai ‘Umar.”[20]
8.
Lempar
Lembing
Lempar lembing merupakan salah
satu olahraga yang cukup popular pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Olahraga ini cukup popular khususnya
dikalangan orang-orang Habasyah. Diriwayatkan pula pada masa itu terdapat
seorang pelempar lembing yang sangat handal, beliau adalah Wahsyi bin Harb radhiyallahu ‘anhu. Beliau adalah
seorang budak yang dijanjikan kemerdekaan oleh Hindun jika berhasil membunuh
Hamzah bin Abdul Muththalib radhiyallahu
‘anhu. Dalam perang Uhud, Wahsyi berhasil membunuh Hamzah bin Abdul
Muththalib radhiyallahu ‘anhu dengan
tombaknya. Setelah beliau bertaubat dan masuk Islam, beliau turut berperang
menghadapi Musailamah al-Kadzdzab dan berhasil membunuhnya dengan tombak yang
sama ketika beliau membunuh Hamzah bin Abdul Muththalib radhiyallahu ‘anhu. Wahsyi menceritakan rangkaian peristiwa
tersebut sebagai berikut:
إِنَّ حَمْزَةَ قَتَلَ
طُعَيْمَةَ بْنَ عَدِىٍّ بِبَدْرٍ فَقَالَ لِى مَوْلاَىَ جُبَيْرُ بْنُ مُطْعِمٍ ِإِنْ
قَتَلْتَ حَمْزَةَ بِعَمِّى فَأَنْتَ حُرٌّ. فَلَمَّا خَرَجَ النَّاسُ يَوْمَ عِينِينَ
خَرَجْتُ مَعَ النَّاسِ إِلَى الْقِتَالِ فَلَمَّا أَنِ اصْطَفُّوا لِلْقِتَالِ – قَالَ
– خَرَجَ سِبَاعٌ فقال : مَنْ مُبَارِزٌ؟، قَالَ فَخَرَجَ إِلَيْهِ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ
الْمُطَّلِبِ فَقَالَ يَا سِبَاعُ يَا ابْنَ أُمِّ أَنْمَارٍ يَا ابْنَ مُقَطِّعَةِ
الْبُظُورِ أَتُحَادُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ثُمَّ شَدَّ عَلَيْهِ فَكَانَ كَأَمْسِ
الذَّاهِبِ وَكَمَنْتُ لِحَمْزَةَ تَحْتَ صَخْرَةٍ فَلَمَّا دَنَا مِنِّى رَمَيْتُهُ
بِحِرْبَتِي فَأَضَعُهَا فِى ثُنَّتِهِ حَتَّى خَرَجَتْ مِنْ بَيْنِ وَرِكَيْهِ، فَكَانَ
ذَلِكَ الْعَهْدُ بِهِ فَلَمَّا رَجَعَ النَّاسُ رَجَعْتُ مَعَهُمْ فَأَقَمْتُ بِمَكَّةَ
حَتَّى فَشَا فِيهَا الإِسْلاَمُ ثُمَّ خَرَجْتُ
إِلَى الطَّائِفِ فَأَرْسَلوا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- رُسُلاً
فقيل لي إِنَّهُ لاَ يَهِيجُ لِلرُّسُلِ. قَالَ َخَرَجْتُ مَعَهُمْ حَتَّى قَدِمْتُ
عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَلَمَّا رَآنِى قَالَ « أَنْتَ وَحْشِىٌّ
». قُلْتُ نَعَمْ. قَالَ « أَنْتَ قَتَلْتَ حَمْزَةَ ». قُلْتُ قَدْ كَانَ مِنَ الأَمْرِ
مَا بَلَغَكَ قَالَ « فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ
تُغَيِّبَ عَنِّى وَجْهَكَ ». فَرَجَعْتُ فَلَمَّا تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- وَخَرَجَ مُسَيْلِمَةُ الْكَذَّابُ قُلْتُ لأَخْرُجَنَّ إِلَى مُسَيْلِمَةَ
لَعَلِّى أَقْتُلُهُ فَأُكَافِئَ بِهِ حَمْزَةَ. فَخَرَجْتُ مَعَ النَّاسِ فَكَانَ
مِنْ أَمْرِهِمْ مَا كَانَ فَإِذَا رَجُلٌ قَائِمٌ فِى ثَلْمَةِ جِدَارٍ كَأَنَّهُ
جَمَلٌ أَوْرَقٌ ثَائِرٌ رَأْسُهُ فَأَرْمِيهِ بِحَرْبَتِى فَأَضَعُهَا بَيْنَ ثَدْيَيْهِ
حَتَّى خَرَجَتْ مِنْ بَيْنِ كَتِفَيْهِ وَدَبَّ إِلَيْهِ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ
فَضَرَبَهُ بِالسَّيْفِ عَلَى هَامَتِهِ.
“Sesungguhnya Hamzah telah membunuh
Thu’aimah bin ‘Adi di perang Badar, maka Tuanku Jubair bin Muth’im berkata
kepadaku: “Jika engkau membunuh Hamzah sebagai balasan terhadap pamanku maka
engkau bebas merdeka.” Maka tatkala orang-orang (kaum kafir Mekkah) keluar
untuk perang Uhud maka akupun keluar bersama mereka untuk berperang. Maka
tatkala mereka telah berbaris untuk
bertempur maka keluarlah Siba’ dan berkata: “Siapa yang siap berduel
melawanku?” Maka tantangan inipun disambut oleh Hamzah bin Abdul Muththalib,
lalu ia berkata: “Wahai Siba’, wahai putra Ummu Anmar, Wahai putra Tukang
sunatnya para wanita, apakah engkau menentang Allah dan Rasul-Nya?” Lalu Hamzah
pun memeranginya dengan sengit sehingga tewaslah Siba’ seakan-akan ia tidak
pernah ada. Aku pun bersembunyi di belakang sebuah batu untuk membunuh Hamzah.
Tatkala Hamzah sudah dekat denganku maka aku pun melemparnya dengan tombakku
hingga mengenai bagian bawah pusarnya hingga keluar kebagian panggul
belakangnya. Itulah kematian Hamzah. Tatkala orang-orang kembali ke Mekkah aku
pun pulang bersama mereka lalu aku tinggal di Mekkah hingga islam pun tersebar.
Lalu akupun pergi ke Tha’if. Lalu penduduk Tha’if mengirim para utusan kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk masuk Islam, dan dikatakan kepadaku
bahwasanya para utusan tersebut sama sekali tidak akan terganggu. Maka aku pun
pergi bersama mereka (para utusan tersebut) hingga aku pun menemui Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatku maka ia
bersabda: “Apakah engkau Wahsyi?” Aku menjawab: “Iya.” Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: “Engkau yang telah membunuh Hamzah?” Aku menjawab:
“Perkaranya sebagaimana berita yang sampai kepadamu.” Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: “Jika engkau mampu agar tidak menampakan wajahmu di
hadapanku?” Aku lalu kembali ke Tha’if dan tatkala Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam wafat, kemudian munculah Musailamah al-Kadzdzab maka aku
berkata: “Sungguh aku akan keluar untuk membunuh Musailamah, semoga aku
membayar kesalahanku membunuh Hamzah.” Lalu aku pun keluar bersama orang-orang
dan ternyata kejadiannya sebagaimana yang terjadi. Tiba-tiba Musailamah berdiri
di sela-sela dinding, seakan-akan ia adalah seekor unta yang abu-abu, rambutnya
berdiri. Maka aku pun melemparnya dengan tombakku maka mengenai dadanya hingga
tembus ke belakang dan keluar diantara dua punggungnya. Lalu datanglah salah
seorang dari kaum Anshar lalu memukulkan pedangnya ke kepala Musailamah.”[21]
Diriwayatkan pula bahwa tombak
yang digunakan Wahsyi radhiyallahu ‘anhu
untuk membunuh Musailamah al-Kadzdzab itu adalah tombak yang telah ia gunakan
untuk membunuh Hamzah bin Abdul Muththalib radhiyallahu
‘anhu. Wahsyi radhiyallahu ‘anhu
berkata:
فربك أعلم أينا قتله،
فإن كنت قتلته فقد قتلت خير الناس بعد رَسُول الله يَةِ، وشرّ الناس
“Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang
telah membunuh Musailamah. Sesungguhnya jika aku yang telah membunuh Musailamah,
maka sungguh aku telah membunuh manusia terbaik setelah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam (yaitu Hamzah bin ‘Abdul Muththalib) dan juga telah membunuh
manusia terburuk (yaitu Musailamah al-Kadzdzab).”[22]
Jika kita perhatikan
riwayat-riwayat yang menjelaskan mengenai olahraganya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
sahabat, maka sebenarnya kehidupan seorang muslim bukanlah kehidupan yang hanya
dipenuhi dengan permainan dan senda gurau saja, akan tetapi kehidupan seorang
muslim adalah kehidupan yang serius meski tidak berarti tidak boleh diselingi
dengan senda gurau. Kekhawatiran justru muncul ketika olahraga yang sebenarnya
merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala berubah menjadi suatu jeratan setan yang dapat
melalaikan seorang muslim dari dzikrullah.
Perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
mengajarkan berenang, berkuda ataupun memanah juga olahraga lain yang pernah
dilakukan oleh para sahabat sebenarnya memiliki dua konteks: pertama, olahraga
tersebut bertujuan untuk menjaga kesehatan serta kebugaran dan kedua, olahraga
tersebut sebagai persiapan fisik untuk berjihad di jalan Allah. Maka sunnahnya
kita berolahraga adalah hanya dalam dua konteks ini dan tidak lebih dari itu.
Maka jika tujuan seseorang berolahraga tidak mengikuti dua konteks tersebut,
maka hakikatnya olahraga yang dilakukan olehnya adalah suatu permainan yang
sia-sia. Karena hal ini, olahraga sendiri bukanlah sarana seseorang untuk
bersombong diri atas kemampuan yang dimiliki serta sikap arogansi yang
merupakan implikasi dari sifat sombong tersebut sebagaimana yang kita
perhatikan dari para atlet saat ini. Namun olahraga hakikatnya adalah salah
satu sarana yang tepat untuk mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ
وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
[1] https://kbbi.web.id/olahraga
[2] HR.
Muslim no. 2664
[3] HR.
Muslim no. 1918
[4] HR.
ath-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Ausath no. 2049
[5] QS.
al-Anfal [8] : 60
[6] HR.
Muslim no. 1917
[7] HR.
Muslim no. 1957
[8] HR.
an-Nasa'i dalam as-Sunan al-Kubra no. 8889
[9] HR.
al-Bukhari no. 421 dan Muslim no. 1870
[10] HR.
al-Bukhari no. 2872
[11] HR.
at-Tirmidzi no. 1700, an-Nasa’i no. 3585, Abu Dawud no. 2574 dan Ibnu Majah no.
2878
[12] https://id.wikipedia.org/wiki/Berenang
[13] HR.
an-Nasa'I dalam as-Sunan al-Kubra no. 8889
[14] al-‘Iyal,
Juz 2 hal. 579
[15] HR.
al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra no. 19742
[16] HR.
Abu Dawud no. 4078
[17] HR.
Abu Dawud no. 2578
[18] HR.
al-Bukhari no. 5190
[19] HR.
Muslim no. 892
[20] HR.
al-Bukhari no. 2901
[21] HR
al-Bukhari no. 4072
[22] Tarikh
Madinah Dimasyq, Juz 62 hal. 410
Referensi
- al-Qur’an al-Kariim
- al-Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ism’ail al-Ju’fi al-Bukhari. Shahih al-Bukhari. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
- al-Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Yazid bin Majah al-Qazwaini. Sunan Ibnu Majah. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
- al-Imam Abu ‘Abdirrahman Ahmad bin Syu’aib bin ‘Ali an-Nasa’i. al-Mujtaba min as-Sunan (Sunan an-Nasa’i). Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
- al-Imam Abu ‘Abdirrahman Ahmad bin Syu’aib bin ‘Ali an-Nasa’i. as-Sunan al-Kubra. 1421 H. Mu'asasah ar-Risalah Beirut.
- al-Imam Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi. Shahih Muslim. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
- al-Imam Abu al-Qasim ‘Ali bin al-Hasan bin Hibatillah bin ‘Abdullah asy-Syafi'i al-Ma'ruf bi Ibn ‘Asakir. Tarikh Madinah Dimasyq. 1415 H. Dar al-Fikr Beirut.
- al-Imam Abu al-Qasim Sulaiman bin Muhammad ath-Thabrani. al-Mu’jam al-Ausath. 1415 H. Dar al-Haramain Kairo.
- al-Imam Abu Bakr ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Ubaid Ibnu Abi ad-Dunya al-Baghdadi. al-‘Iyal. 1410 H. Dar Ibn al-Qayyim Riyadh.
- al-Imam Abu Bakr Ahmad bin al-Husain bin ‘Ali al-Baihaqi. as-Sunan al-Kubra. 1424 H. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah Beirut.
- al-Imam Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah at-Tirmidzi. Jami’ at-Tirmidzi. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
- al-Imam Abu Dawud Sulaiman bin al-Asyats as-Sijistani. Sunan Abu Dawud. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
- https://kbbi.web.id
- https://id.wikipedia.org