“Sungguh akan ada
sebagian dari umatku yang akan menghalalkan zina, sutera, minuman keras, dan
alat-alat musik.” (HR. Al-Bukhari no. 5590)
Musik,
sebuah kata yang sangat tidak asing ditelinga kita. Banyak sekali diantara
manusia yang menyukai hal ini bahkan menjadikannya hobi bahkan perkerjaan. Dan
tak sedikit pula menjadikan musik sebagai gaya hidup. Lalu bagaimana pandangan
Islam mengenai musik itu sendiri? Sebagian kita ada yang menyukai musik dan ada
yang tidak. Karena hal ini disebabkan oleh adanya pro dan kontra akan hukum
musik itu sendiri dan juga karena ketidaktahuan kita akan manfaat dan bahaya
musik itu sendiri.
Pada
kesempatan kali ini, mari kita simak bersama, apa sih sebenarnya hukum musik
itu sendiri? Terkhusus lagi, jika musik itu dinisbatkan kepada Islam. Sebelum
kita membahas bersama, ada kesepakatan yang harus kita patuhi. Karena kita
adalah orang Islam, tentunya kita mengimani bahwasanya Allah subhanahu wa
ta’ala adalah Tuhan kita dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah Nabi dan panutan kita. Maka konsekuensi dari itu, kita harus meyakini
kebenaran yang datang dari firman Allah dan sabda Rasul-Nya.
Allah
subhanahu wa ta’ala beberapa kali menjelaskan mengenai musik di dalam
Al-Quran dan salah satu di antaranya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ
اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ
“Dan di antara manusia ada orang yang
mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan
Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu
akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Luqman [31] : 6)
Al-Hafizh
Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya menjelaskan bahwasanya setelah
Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan tentang keadaan orang-orang yang
berbahagia dalam ayat 1-5, yaitu orang-orang yang mendapat petunjuk dari firman
Allah yaitu Al-Qur’an dan mereka merasa
menikmati dan mendapatkan manfaat dari bacaan Al-Qur’an, lalu Allah subhanahu
wa ta’ala menceritakan dalam ayat 6 ini tentang orang-orang yang sengsara,
yang mereka ini berpaling dari mendengarkan Al-Qur’an dan berbalik arah menuju
nyanyian dan musik.
Ibnu
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata ketika ditanya tentang maksud ayat
ini, maka beliau menjawab bahwa itu adalah musik, seraya beliau bersumpah dan
mengulangi perkataannya sebanyak tiga kali.
Begitu
juga dengan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang dido’akan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam agar Allah subhanahu wa ta’ala memberikan
kelebihan kepada beliau dalam menafsirkan Al-Qur’an sehingga beliau dijuluki
sebagai Turjumanul Qur’an, bahwasanya beliau juga mengatakan bahwa ayat
tersebut turun berkenaan dengan nyanyian. (Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 5 hal. 563)
Selain
ayat diatas, masih banyak lagi ayat-ayat lainnya yang menjelaskan akan hal ini.
Lalu
bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkabarkan kepada
umatnya tentang musik? Termasuk mukjizat yang Allah subhanahu wa ta’ala
berikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
pengetahuan beliau tentang hal yang terjadi di masa mendatang. Dahulu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِى
أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ
“Sungguh
akan ada sebagian dari umatku yang akan menghalalkan zina, sutera, minuman
keras, dan alat-alat musik.” (HR. Al-Bukhari no. 5590)
Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pun bersabda:
لَيَشْرَبَنَّ نَاسٌ
مِنْ أُمَّتِى الْخَمْرَ يُسَمُّونَهَا بِغَيْرِ اسْمِهَا يُعْزَفُ عَلَى رُءُوسِهِمْ
بِالْمَعَازِفِ وَالْمُغَنِّيَاتِ يَخْسِفُ اللَّهُ بِهِمُ الأَرْضَ وَيَجْعَلُ مِنْهُمُ
الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ
“Sungguh,
akan ada orang-orang dari umatku yang meminum minuman keras, mereka
menamakannya dengan selain namanya. Mereka dihibur dengan musik dan alunan
suara biduanita. Allah akan membenamkan mereka ke dalam bumi dan Dia akan
mengubah bentuk mereka menjadi kera dan babi.” (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)
Coba perhatikan dua hadits diatas,
jika akan ada yang menghalalkan maka jelas pada masa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam maka hal tersebut adalah haram. Dan kita bisa simak pula
bahwa alat-alat musik dalam hadits tersebut disejajarkan dengan zina, sutera
dan minuman keras yang semua ‘ulama sudah sepakat akan keharamannya. Lalu
lihatlah, bukankah apa yang telah dikabarkan oleh beliau itu telah terjadi pada
zaman kita saat ini?
Dan
juga dalam hadits lain, secara terang-terangan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang musik. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
إني لم أنه عن
البكاء ولكني نهيت عن صوتين أحمقين فاجرين : صوت عند نغمة لهو ولعب ومزامير
الشيطان وصوت عند مصيبة لطم وجوه وشق جيوب ورنة شيطان
“Aku
tidak melarang kalian menangis. Namun, yang aku larang adalah dua suara yang
bodoh dan maksiat, suara di saat nyanyian kesenangan, permainan dan lagu-lagu
setan, serta suara ketika terjadi musibah, menampar wajah, merobek baju, dan
jeritan setan.” (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi)
Selain tiga hadits di atas,
sebenarmya masih banyak lagi hadits-hadits dan atsar-atsar sahabat yang sangat
jelas dan rinci mengharamkan musik. Namun sesuai dengan apa yang telah
diuraikan sebelumnya mengenai konsekuensi mengimani bahwasanya Allah subhanahu
wa ta’ala adalah Tuhan kita dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah Nabi dan panutan kita maka seharusnya cukup dengan beberapa dalil
tersebut kita wajib menyatakan dengan tegas bahwa musik adalah haram.
Perkataan Ulama Mengenai Musik
Sebagian
orang mengira bahwa musik itu haram karena klaim sebagian kalangan saja.
Padahal sejak masa silam, ulama madzhab telah menyatakan haramnya. Musik yang
dihasilkan haram didengar bahkan harus dijauhi. Alat musiknya pun haram
dimanfaatkan. Jual beli dari alat musik itu pun tidak halal. Biasanya orang
yang menghalalkan musik mengambil pendapat dari beberapa ulama mutaakhirin
seperti Ibnu Hazm Al-Andalusi rahimahullah, Imam Al-Ghazali rahimahullah
atau para tokoh Tasawuf yang menyimpang, padahal jumhur ulama justru mengharamkannya.
Berikut
ini merupakan fatwa-fatwa Ulama Ahlussunnah wal Jama’ah khusunya dari Madzhab Asy-Syafi’i
secara khusus karena hal ini jarang disinggung oleh para Kyai dan Ulama di
negeri kita. Padahal sudah ada di kitab-kitab pegangan mereka.
1. Imam Asy-Syafi’i rahimahullah
Ibnu
Hajar Al-Haitami rahimahullah dalam kitab Az-Zawajir ‘an Iqtirafil
Kabair berkata:
قد علم من غير شك
أن الشافعي رضي الله عنه حرم سائر أنواع الزمر
“Dan
telah diketahui tanpa keraguan bahwasanya Imam Asy-Syafi'i radhiyallahu ‘anhu
mengharamkan seluruh jenis alat musik.” (Az-Zawajir 'an Iqtirafil Kabair, Jilid
2 hal. 907)
Imam
Asy-Syafi'i rahimahullah dalam Kitab Al-Umm berkata mengenai hukuman
potong tangan bagi pencuri:
فكل ما له ثمن هكذا
يقطع فيه إذا بلغ قيمته ربع دينار مصحفا كان أو سيفا أو غيره مما يحل ثمنه فإن سرق
خمرا أو خنزيرا لم يقطع ; لأن هذا حرام الثمن ولا يقطع في ثمن الطنبور ولا المزمار
“Maka
setiap barang berharga menyebabkan si pencuri dipotong tangan, jika harga
barang tersebut mencapai seperempat dinar. Barang tersebut dapat berupa mushaf
(Al-Qur'an) atau pedang atau yang lainnya yang hasil penjualannya halal. Jika
ia mencuri minuman keras atau babi maka tidaklah dipotong tangannya karena
hasil penjualan minuman keras dan babi adalah haram. Dan juga tidak dipotong
tangan si pencuri jika dia mencuri kecapi dan seruling.” (Al-Umm, Jilid 6 hal.
147)
Dalam
fatwa Imam Asy-Syafi’i rahimahullah diatas, beliau menyamakan hukum
kecapi dan seruling (alat-alat musik) dengan minuman keras dan babi yang haram
hasil penjualannya, bahkan tak ada potong tangan bagi seseorang yang mencuri
alat musik karena alat musik merupakan barang-barang haram sebagaimana minuman
keras dan babi.
Imam
Asy-Syafi'i rahimahullah juga berkata tentang hukum di antara
orang-orang kafir ahlul jizyah:
ولو كـَسَـر له طنبورا
أو مزمارا أو كبرا، فإن كان في هذا شيء يصلح لغير الملاهي فعليه ما نقص الكسر، وإن
لم يكن يصلح إلا للملاهي فلا شيء عليه، وهكذا لو كسرها نصراني لمسلم أو نصراني، أو
يهودي أو مستأمن، أو كسرها مسلم لواحد من هؤلاء، أبطلت ذلك كله
“Jika
seandainya dia (kafir ahlul jizyah) menghancurkan kecapi atau seruling atau
gendang, maka seandainya benda-benda ini tidak bisa digunakan kecuali sebagai
alat musik maka tidak ada sesuatu yang harus ia ganti rugi. Dan demikian pula
jika seorang muslim yang merusak (kecapi dan seruling) milik seorang muslim
atau yang merusak adalah orang nasrani atau orang yahudi atau orang kafir
musta'man, atau orang muslim yang lain yang telah merusak salah satu dari
benda-benda tersebut maka aku anggap semuanya batil (tidak perlu diganti
rugi).” (Al-Umm, Jilid 4 hal. 212)
Dalam
fatwa diatas, Imam Asy-Syafi’i rahimahullah menyatakan bahwa jika ada
seorang kafir melakukan pengrusakan terhadap alat-alat musik milik seorang
muslim, maka orang kafir tersebut tidak perlu menanggung biaya ganti rugi
pengrusakan tersebut.
2. Imam
Al-Ghazali rahimahullah
Imam
Al-Ghazali rahimahullah dalam Ihya’ ‘Ulumuddin memang berpendapat bahwa
alat musik adalah halal karena beliau mengqiyaskan suara alat musik dengan
suara burung dan hewan-hewan, namun qiyas ini tidaklah tepat. Bahkan dalam
fatwa beliau yang lain, Imam Al-Ghazali rahimahullah berkata:
المعازف والأوتار حرام لأنها تشوق إلى
الشرب وهو شعار الشرب فحرم التشبه بهم
“Alat-alat
musik dan senar-senar adalah haram, karena menimbulkan hasrat untuk meminum
(minuman haram), dan ini adalah syi'arnya para peminum khomr, maka diharamkan
meniru-niru mereka.” (Al-Washith, Jilid 7 hal. 350)
Dan fatwa beliau inilah yang tepat
karena sesuai dengan jumhur ulama Ahlussunnah.
3. Imam An-Nawawi rahimahullah
Imam
Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf An-Nawawi rahimahullah, ulama besar
Madzhab Asy-Syafi’i berkata:
أن يغني ببعض آلات
الغناء مما هو من شعار شاربي الخمر وهو مطرب كالطنبور والعود والصنج وسائر المعازف
والأوتار يحرم استعماله واستماعه
“Bernyanyi dengan alat-alat musik. Ini merupakan syi’ar para peminum khamr.
Yaitu alat musik yang dipukul seperti tunbur, banjo, simbal dan alat-alat musik
yang lainnya dan juga alat musik dengan senar, semuanya diharamkan
menggunakannya dan mendengarkannya.” (Raudhatut Thalibin, Jilid 11 hal. 228)
4. Imam
Taqiyuddin As-Subki rahimahullah
Imam
Al-Khathib Asy-Syarbini rahimahullah mengutip perkataan Imam Taqiyuddin As-Subki
rahimahullah dalam kitabnya, Imam Taqiyuddin As-Subki rahimahullah
berkata:
السماع على الصورة المعهودة منكر
وضلالة وهو من أفعال الجهلة والشياطين ومن زعم أن ذلك قربة فقد كذب وافترى على
الله ومن قال إنه يزيد في الذوق فهو جاهل أو شيطان ومن نسب السماع إلى رسول الله
يؤدب أدبا شديدا ويدخل في زمرة الكاذبين عليه صلى الله عليه وسلم ومن كذب عليه
متعمدا فليتبوأ مقعده من النار وليس هذا طريقة أولياء الله تعالى وحزبه وأتباع
رسول الله صلى الله عليه وسلم بل طريقة أهل اللهو واللعب والباطل وينكر على هذا
باللسان واليد والقلب. ومن قال من العلماء
بإباحة السماع فذاك حيث لا يجتمع فيه دف وشبابة ولا رجال ونساء ولا من يحرم النظر
إليه
“As-Sama'
(mendengarkan nyanyian yang terkadang disertai sebagian alat musik dengan
maksud mendekatkan diri kepada Allah karena bisa menenteramkan hati) dengan
model yang dikenal adalah kemungkaran dan kesesatan. Ia merupakan perbuatan
orang-orang jahil dan para setan. Barangsiapa yang menyangka bahwa hal ini
adalah qurbah (ibadah yang mendekatkan kepada Allah) maka ia telah berdusta
atas nama Allah. Barangsiapa yang mengatakan bahwa perbuatan ini menambah rasa
maka ia adalah seorang yang jahil atau setan. Barangsiapa yang menyandarkan
perbuatan ini (As-Sama') kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka
hendaknya ia diberi pelajaran yang keras, dan ia masuk dalam golongan para
pendusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang berdusta atasku dengan sengaja
maka siapkanlah tempat duduknya di neraka.” Ini (As-Sama') bukanlah tarekatnya
para wali-wali Allah, bukanlah golongan pengikut Allah subhanahu wa ta’ala
serta bukan jalan para pengikut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bahkan ini merupakan jalannya para tukang lalai dan bermain-main serta ahlul
batil. Hendaknya hal ini diingkari dengan lisan, tangan, dan hati. Jika ada di
antara para ulama yang menyatakan bolehnya As-Sama’ maka hal itu jika tidak
disertai dengan rebana, seruling, ikhtilat lelaki dan perempuan, serta orang
yang haram untuk dipandang.” (Mughni Al-Muhtaj, Jilid 4 hal. 429)
Fatwa Imam Taqiyuddin As-Subki rahimahullah
diatas sangatlah keras, beliau menyatakan bahwa mendengarkan nyanyian yang
terkadang disertai sebagian alat musik dengan maksud mendekatkan diri kepada
Allah subhanahu wa ta’ala karena bisa menenteramkan hati dengan model yang
dikenal mirip seperti yang dilakukan oleh Kaum Sufi adalah kemungkaran dan
kesesatan. Ia merupakan perbuatan orang-orang jahil dan para setan.
5. Syaikh
Ibnu Shalah Asy-Syahrazuri rahimahullah
Syaikh
Ibnu Shalah Asy-Syahrazuri rahimahullah, ulama besar di bidang hadits
beliau berkata:
وَأما اباحة هَذَا السماع وتحليله
فَليعلم أَن الدُّف والشبابة والغناء إِذا اجْتمعت فاستماع ذَلِك حرَام عِنْد
أَئِمَّة الْمذَاهب وَغَيرهم من عُلَمَاء الْمُسلمين وَلم يثبت عَن أحد مِمَّن
يعْتد بقوله فِي الْإِجْمَاع والاخلاف أَنه أَبَاحَ هَذَا السماع
“Mengenai
adanya anggapan bahwa nyanyian untuk mubah dan halal maka ketahuilah bahwa
rebana, gitar dan nyanyian jika bercampur menjadi satu maka hukum
mendengarkannya adalah haram menurut para imam madzhab dan seluruh ulama umat
Islam selain mereka. Tidaklah benar ada ulama, yang pendapatnya yang diakui
dalam ijma dan khilaf, yang membolehkan nyanyian semisal ini.” (Fatawa Ibnu
Shalah, Jilid 2 hal. 500)
6. Syaikhul
Islam Zakariyya Al-Anshari rahimahullah
Syaikhul
Islam Zakariyya Al-Anshari Asy-Syafi’i rahimahullah berkata:
وأما الغناء على الآلة المطربة
كالطنبور والعود وسائر المعازف أي الملاهي والأوتار وما يضرب به والمزمار العراقي
وهو الذي يضرب به مع الأوتار وكذا اليراع وهو الشبابة فحرام استعماله واستماعه،
وكما يحرم ذلك يحرم استعمال هذه الآلات، واتخاذها لأنها من شعار الشربة وهي مطربة
“Adapun
nyanyian dengan menggunakan alat-alat musik seperti kecapi dan gitar dan
seluruh alat-alat musik, yaitu alat-alat musik dan senar-senar, dan apa yang
dipukul-pukul serta seruling Iraq, yaitu yang dipukul-pukul dengan disertai
senar, demikian pula yaroo' yaitu seruling maka hukumnya haram digunakan dan
didengarkan. Sebagaimana diharamkan hal itu maka diharamkan pula memainkan
alat-alat ini dan menggunakannya karena alat-alat ini merupakan syi'arnya para
peminum minuman haram.” (Asna Al-Mathalib fi Syarh Raudh Ath-Thalib, Jilid 4
hal. 344-345)
7. Imam
Al-Khathib Asy-Syarbini rahimahullah
Dalam
kitab Mughni Al-Muhtaj, Imam Al-Khathib Asy-Syarbini Asy-Syafi’i rahimahullah
berkata:
(ويحرم استعمال) أو اتخاذ (آلة من شعار الشربة) جمع شارب، وهم القوم
المجتمعون على الشراب الحرام، واستعمال الآلة هو الضرب بها (كطُنبور) بضم الطاء ويقال
الطنبار (وعود وصنج) وهو كما قال الجوهري صفر يضرب بعضها على بعض وتسمى الصفاقتين لأنهما
من عادة المخنثين (ومزمار عراقي ) بكسر الميم وهو ما يضرب به مع الأوتار (و) يحرم
(استماعها) أي الآلة المذكورة لأنه يطرب ولقوله صلى الله عليه وسلم: «ليكونن من أمتي
أقوام يستحلون الحر والحرير والخمر والمعازف»
“(Dan
diharamkan memainkan) atau menggunakan (alat yang merupakan syi'arnya para
peminum), yaitu kaum yang berkumpul untuk meminum minuman haram, dan memainkan
alat yaitu memukulnya (seperti kecapi), (dan gitar dan shonj) sebagaimana yang
dikatakan oleh Al-Jauhari yaitu dua piringan tembaga yang saling dibenturkan
sehingga menimbulkan suara, dan dinamakan juga Ash-Shaffaqataini, karena
keduanya merupakan tradisi orang-orang banci. (Dan juga seruling Iraqi) yaitu
seruling yang dimainkan dengan senar-senar. (Dan) diharamkan (mendengarkannya)
yaitu alat-alat tersebut karena membuat melayang dan karena Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh
akan ada sebagian dari umatku yang akan menghalalkan zina, sutera, minuman
keras, dan alat-alat musik .” (Mughni Al-Muhtaj, Jilid 4 hal. 429)
8. Imam
Al-Juwaini rahimahullah
Imam
Al-Haramain Abu Ma’ali Al-Juwaini Asy-Syafi’i rahimahullah berkata:
والبداية في هذا الفن بتحريم المعازف
والأوتار، وكلها حرام، وهي ذرائع إلى كبائر الذنوب
“Permulaan
dalam pembahasan ini adalah dengan mengharamkan alat-alat musik dan
senar-senar, dan semuanya adalah haram, dan merupakan dzari'ah (yang
mengantarkan) kepada dosa-dosa besar.” (Nihayatul Mathlab bi Dirayatil Madzhab,
Jilid 19 hal. 22)
9. Syaikh
Taqiyuddin Al-Hushni rahimahullah
Dalam
kitab Kifayatul Akhyar Syarah Matan Al-Ghayah wat Taqrib (Matan Abi Syuja’)
halaman 330 karya Syaikh Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Husaini Al-Hushni
Ad-Dimasyqi Asy-Syafi’i rahimahullah ketika menjelaskan perkataan Al-Qadhi
Abu Syuja’ rahimahullah bahwa di antara jual beli yang tidak sah
(terlarang) adalah jual beli barang yang tidak ada manfaatnya. Syaikh
Taqiyuddin Al-Hushni rahimahullah memaparkan bahwa jika seseorang
mengambil harta dari jual beli seperti ini, maka itu sama saja mengambil harta
dengan jalan yang batil. Dalam perkataan selanjutnya, dijelaskan sebagai
berikut:
وأما آلات اللهو المشغلة عن ذكر الله،
فإن كانت بعد كسرها لا تعد مالاً كالمتخذة من الخشب ونحوه فبيعها باطل لأن منفعتها
معدومة شرعاً، ولا يفعل ذلك إلا أهل المعاصي
“Adapun
alat musik yang biasa melalaikan dari dzikirullah jika telah dihancurkan, maka
tidak dianggap lagi harta berharga seperti yang telah hancur tadi berupa kayu
dan selainnya, maka jual belinya tetap batil (tidak sah) karena saat itu tidak
ada manfaatnya secara syar’i. Tidaklah yang melakukan demikian kecuali ahli
maksiat.” (Kifayatul Akhyar, hal. 330)
10. Ibnu
Hajar Al-Haitami rahimahullah
Ibnu
Hajar Al-Haitami rahimahullah berkata:
الكبيرة السادسة والسابعة والثامنة
والتاسعة والأربعون، والخمسون والحادية والخمسون بعد الأربعمائة: ضرب وتر
واستماعه، وزمر بمزمار واستماعه وضرب بكوبة واستماعه
“Dosa
besar yang ke 446, 447, 448, 449, 450, 451 adalah memainkan nada-nada,
mendengarkannya, meniup seruling, mendengarkannya, menabuh gendang, dan
mendengarkannya.” (Hukmul Ghina wal Ma’azif, hal. 1)
Dalam riwayat yang lain, beliau juga
berkata dengan sangat tegas:
الأَوتار والمعازف كالطُّنْبُور
والعُود والصَّنْج أي: ذي الأوتار والرباب والجَنْك والكمنجة والسنطير
والدِّرِّيجُ، وغير ذلك من الآلات المشهورة عند أهل اللهو والسَّفاهة والفُسوق،
وهذه كلُّها محرَّمة بلا خِلاف، ومَن حكى فيه خلافًا فقد غلط أو غلب عليه هَواه،
حتى أصمَّه وأعماه، ومنعه هداه، وزلَّ به عن سنن تَقواه
“Senar-senar
dan alat-alat musik seperti kecapi, gitar, Ash-Shanj yaitu yang ada senarnya,
rebab, jank (semacam gitar), kamanjah (alat musik yang memiliki kayu berbentuk
busr dengan empat senar), sinthir (semacam alat musik yang senarnya dari
tembaga), dan dirriij (semacam kecapi), serta alat-alat musik lainnya yang
dikenal oleh para pemain dan orang-orang bodoh dan para pelaku kefasikan. Ini
semuanya hukumnya haram tanpa ada khilaf (perselisihan). Barang siapa yang
menyebutkan adanya khilaf dalam hal ini maka ia telah keliru atau hawa nafsunya
telah mendominasinya sehingga membuatnya tuli dan buta serta mencegahnya dari
petunjuk dan juga menggelincirkannya dari jalan ketakwaannya.” (Kaff Ar-Ri’aa’
‘an Muharramat Al-Lahwi wa As-Sama’, hal 118)
11. Syaikh
Abu Bakar Ad-Dimyathi rahimahullah
Syaikh
Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatha Ad-Dimyathi Asy-Syafi'i rahimahullah
berkata:
بخلاف الصوت الحاصل من آلات اللهو
والطرب المحرمة – كالوتر – فهو حرام يجب كف النفس من سماعه
“Berbeda
halnya dengan suara yang dihasilkan dari alat musik dan alat pukul yang haram
seperti ‘watr’, nyanyian seperti itu haram. Wajib menahan diri untuk tidak mendengarnya.”
(I’anatuth
Thalibin, Jilid 2 hal. 280)
12. Syaikh
Nawawi Al-Bantani rahimahullah
Terakhir,
tak lengkap rasanya jika kita tak melihat bagaimana ulama besar Nusantara
berfatwa mengenai hukum musik ini. Syaikh Muhammad Nawawi bin Umar Al-Bantani
Asy-Syafi’i rahimahullah, ulama besar Madzhab Asy-Syafi’i Nusantara
dalam Kitab Mirqah Shu’ud At-Tashdiq menyatakan:
فصل: في المنهيات من البيوع
(و) يحرم بيع كل (محرم كالطنبور) قال عطية: هو بضم الطاء كما في
المختار أي و كالمزمار بكسر الميم. فلا يشتري لابنه زمارة أو صفارة، و إذا راى ذلك
وجب كسره. اهــ. ذلك لأنه لا نفع بذلك نفعا مقصودا في الشرع. قال ابن حجر : و لو
كان ذلك من ذهب، فيكون بذل المال في مقابلته سفها. و إنما صح بيع إناء النقد لأنه
يحل استعماله لحاجة، بخلاف آلات الملاهي. اهـ. أي فلا نظر إلى إنظار رضاضها، لأنها
بهيئتها لا يقصد منها غير المعصية، كما نبه على ذلك شيخ الإسلام
Pasal:
Larangan-larangan dalam Berjual-Beli.
(Dan)
Diharamkan berjual-beli segala sesuatu (yang haram seperti gitar). ‘Athiyyah berkata:
“Artinya sepemacam seruling. Maka tidak boleh membelikan seruling untuk anaknya
atau peluit. Jika ia melihat ada barang-barang tersebut, ia wajib
memusnahkannya, yang demikian itu karena tidak adanya manfaat yang dimaksudkan
menurut syari’at.” Ibnu Hajar berkata: “Meskipun barang-barang tersebut terbuat
dari emas. Maka membuang harta untuk membeli barang-barang tersebut adalah
tindakan bodoh! Dibolehkan berjual-beli bejana emas atau perak, karena ia boleh
dipakai untuk keperluan (yang mendesak). Lain halnya dengan alat-alat musik. Tidak
lagi dianggap pecahan-pecahannya. Karena barang-barang itu tidak dimanfaatkan
kecuali untuk sarana kemaksiatan. Demikian Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshari
mengingatkan.” (Mirqah Shu’ud At-Tashdiq, hal. 94)
Ditempat
yang lain, Syaikh Nawawi Al-Bantani rahimahullah juga menyatakan:
فصل : في بعض معاصي الأذن
(و من معاصي الأذن : الإستماع إلى المزمار) بكسر الميم و هو :
ما يضرب به مع الأوتار، و هو مزمار عراقي كما قال شيخ الإسلام في الفتح. (و
الطنبور) بضم الطاء و في الحديث : من استمع آلة الملاهي في الدنيا لم يسمع قراء
أهل الجنة، و منهم يوسف و محمد صلى الله عليه و سلم. (و سائر الأصوات المحرمة) كطبل كوبة
Pasal:
Berbagai Maksiat Telinga
(Dan
di antara maksiat telinga ialah mendengarkan gitar) yaitu yang dipetik dengan
benang-benang. Itulah gitar Iraq, sebagaimana kata Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshari
dalam Fathul Wahhab. (Dan juga seruling) Dalam sebuah hadits dinyatakan: “Barangsiapa
yang mendengarkan alat musik di dunia, maka ia tidak akan mendengar pembaca-pembaca
penduduk surga. Diantaranya adalah Yusuf dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam.” (Dan pula haram mendengarkan seluruh suara yang haram) seperti bedug
kubah.” (Mirqah Shu’ud At-Tashdiq, hal. 127)
Dalam fatwa ini memang disandarkan
kepada hadits yang tidak ditemukan sanadnya dalam kitab hadits mana pun yaitu
hadits “Barangsiapa yang mendengarkan alat musik di dunia, maka ia tidak
akan mendengar pembaca-pembaca penduduk surga. Diantaranya adalah Yusuf dan
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Akan tetapi hal ini tidak
menafikan fatwa beliau, bahwa beliau pun menyatakan haram terhadap semua alat
musik bahkan termasuk bedug kubah diantaranya.
Demikianlah perkataan para ulama
Ahlussunnah wal Jama’ah terlebih lagi perkataan ulama-ulama Madzhab Asy-Syafi’i
yang tercantum dalam kitab-kitab fiqih Madzhab Asy-Syafi’i yang sangat jarang
sekali disinggung oleh para Kyai dan Ulama di negeri kita. Intinya, musik itu
haram. Alat musik juga adalah alat yang haram. Pemanfaatannya termasuk
diperjualbelikan adalah haram. Artinya, upah yang dihasilkan adalah upah yang
haram. Penjelasan ini pun dapat menjawab bagaimana hukum shalawatan dan nasyid
dengan menggunakan alat musik.
Sebuah
Perenungan
Ketika Allah subhanahu wa ta’ala
mengharamkan sesuatu pasti Dia pun akan memberikan gantinya. Tak lain dan tak
bukan, pengganti nyanyian dan musik adalah Al-Quran. Dengan membaca, merenungi,
dan mendengarkan lantunan Al-Quran, hati kita akan hidup dan tertata karena
inilah yang disyari’atkan.
Ingatlah
bahwa Al-Quran dan musik sama sekali tidak bisa bersatu dalam satu hati. Kita
bisa memperhatikan perkataan Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah.
Beliau berkata: “Sungguh nyanyian dapat memalingkan hati seseorang dari
memahami, merenungkan dan mengamalkan isi Al-Quran. Ingatlah, Al-Quran dan
nyanyian selamanya tidaklah mungkin bersatu dalam satu hati karena keduanya itu
saling bertolak belakang. Al-Quran melarang kita untuk mengikuti hawa nafsu,
Al-Quran memerintahkan kita untuk menjaga kehormatan diri dan menjauhi berbagai
bentuk syahwat yang menggoda jiwa. Al-Quran memerintahkan untuk menjauhi
sebab-sebab seseorang melenceng dari kebenaran dan melarang mengikuti
langkah-langkah setan. Sedangkan nyanyian memerintahkan pada hal-hal yang
kontra (berlawanan) dengan hal-hal tadi.” (Ighatsatul Lahfan, Jilid 1 hal. 248-249)
Dari
sini, pantaskah Al-Quran ditinggalkan hanya karena terbuai dengan nyanyian?
Ingatlah, jika seseorang meninggalkan musik dan nyanyian, pasti Allah subhanahu
wa ta’ala akan memberi ganti dengan yang lebih baik. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ
وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
“Sesungguhnya
jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti
padamu dengan sesuatu yang lebih baik.” (HR. Ahmad)
Tatkala
Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan pada sesuatu dan melarang dari
sesuatu pasti ada maslahat dan manfaat di balik itu semua. Sibukkanlah diri
dengan mengkaji ilmu dan mentadaburri Al-Quran, niscaya perlahan-lahan perkara
yang tidak manfaat semacam nyanyian akan ditinggalkan. Semoga Allah subhanahu
wa ta’ala membuka hati dan memberi hidayah bagi setiap orang yang membaca
risalah ini. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ