Waktu Shalawat
“Sesungguhnya
Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang
beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya.” (QS.
al-Ahzab [33] : 56)
Melanjutkan pembahasan kitab Matan Safinah an-Najah karya asy-Syaikh Salim
bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah, pada kesempatan kali ini penulis
akan membahas mengenai waktu
pengamalan shalawat. Secara umum
jika dilihat dari waktu pengamalan shalawat, maka shalawat terbagi menjadi 2,
yaitu:
1.
Shalawat Mutlak
Shalawat mutlak dikerjakan pada setiap kesempatan tanpa terikat pada tempat
dan waktu dan ini sangatlah dianjurkan sebanyak-banyaknya. Dalil yang melandasi
akan hal ini adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى
النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا
تَسْلِيمًا .
“Sesungguhnya Allah dan
malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah
kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”[1]
Juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
أَوْلَى النَّاسِ بِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلَاةً .
“Manusia yang paling utama denganku pada hari kiamat adalah yang paling banyak bershalawat kepadaku.”[2]
2.
Shalawat Muqayyad
Shalawat muqayyad adalah shalawat yang dilakukan pada kesempatan-kesempatan
yang khusus yang bersifat terikat pada waktu tertentu atau ketika mengerjakan
amalan tertentu. Shalawat muqayyad dilakukan antara lain pada saat:
- Ketika tasyahud awal
atau akhir
Dari Ka’ab bin
Ujrah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْنَا قَدْ عَرَفْنَا كَيْفَ نُسَلِّمُ عَلَيْكَ فَكَيْفَ
نُصَلِّي عَلَيْكَ قَالَ قُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ .
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam keluar menemui kami, maka kemudian kami bertanya: “Sungguh kami telah
mengetahui bagaimana cara mengucapkan salam kepada anda, akan tetapi bagaimana
cari kami bershalawat kepada anda?” Beliau menjawab: “Ucapkanlah oleh kalian,
‘Allahumma shalli ‘alaa Muhammadin wa ‘alaa aali Muhammadin, kamaa shallaita
‘alaa Ibrahim innaka hamidun majiid. Allahumma baarik ‘alaa Muhammadin wa ‘alaa
aali Muhammadin, kamaa barakta ‘alaa aali Ibrahim innaka hamidun majiid (Ya
Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarganya sebagaimana engkau
telah memberikan shalawat kepada Ibrahim dan keluarganya, sesungguhnya Engkau
Maha Terpuji lagi Maha Luas, Ya Allah, berkahilah Muhammad dan keluarganya
sebagaimana Engkau telah memberkahi ibrahim dan keluarganya, sesungguhnya
Engkau Maha Terpuji lagi Maha Luas).”[3]
Jumhur ulama sepakat bahwasanya tempat shalawat kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam ketika shalat adalah setelah membaca syahadat pada
tasyahud awal dan akhir. Pada tasyahud awal hukumnya sunnah, sedangkan pada
tasyahud akhir hukumnya wajib karena merupakan bagian dari rukun shalat.
- Ketika menyebut Nama
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ
عَلَيَّ .
“Celakalah orang yang ketika namaku
disebut, dia tidak bershalawat untukku.”[4]
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلْبَخِيْلُ مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ
عَلَيَّ .
“Orang pelit itu adalah orang yang
ketika disebut namaku, dia tidak bershalawat kepadaku.”[5]
- Ketika selesai adzan
Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمْ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوامِثْلَ مَا
يَقُولُ ، ثُمَّ صَلُّوا عَلَيَّ ، فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا .
“Jika kalian mendengarkan muadzin mengumandangkan
adzan, ucapkanlah apa yang ia ucapkan. Kemudian bershalawatlah kepadaku. Karena
setiap seseorang bershalawat kepadaku, Allah akan bershalawat kepadanya 10
kali.”[6]
Juga hadits dari Jabir bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhu, bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ : اللَّهُمَّ
رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ ، وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ ، آتِ
مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي
وَعَدْتَهُ ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ .
“Barangsiapa mengucapkan setelah
mendengar adzan: “Allahumma rabba hadzihid da’watit taammah, was shalaatil
qaaimah, aati muhammadanil washiilata wal fadhiilah, wab’atshu maqaman
mahmudanil ladzii wa ‘adtah (Ya Allah, Rabb pemilik dakwah yang sempurna ini,
shalat yang ditegakkan, berikanlah kepada Muhammad wasilah (kedudukan yang
tinggi), dan fadilah (kedudukan lain yang mulia). Dan bangkitkanlah beliau
sehingga bisa menempati maqam (kedudukan) terpuji yang telah Engkau janjikan
padanya)” maka dia akan mendapatkan syafa’atku kelak.”[7]
- Ketika berdoa
Dari Fadhalah bin ‘Ubaid radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِتَحْمِيدِ
رَبِهِ جَلَّ وَعَزَّ وَالثَّناءِ عَلَيْهِ ثُمَّ يَصَلِّي عَلَى النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ يَدْعُو بَعْدُ بِمَا شَاءَ .
“Apabila salah seorang dari kalian
berdoa, maka hendaklah dia memulainya dengan memuji Allah dan mengagungkan-Nya,
kemudian bershalawatlah kepada Nabi, lalu berdoalah dengan apa yang dia
kehendaki.”[8]
- Ketika hari jumat
Dari Aus bin Aus radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ،
فِيهِ خُلِقَ آدَمُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ ، وَفِيهِ قُبِضَ ، وَفِيهِ النَّفْخَةُ ،
وَفِيهِ الصَّعْقَةُ ، فَأَكْثِرُوْا عَلَيَّ مِنَ الصَّلاَةِ فيه ، فَإِنَّ
صَلاَتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ قَالُوْا : يَا رَسُوْلَ اللَّهِ وَكَيْفَ
تُعْرَضُ صَلاَتُنَا عَلَيْكَ وَقَدْ أَرَمْتَ؟ قَالَ : إِنَّ اللَّهَ عَزَّ
وَجَلَّ قَدْ حَرَّمَ عَلَى الأَرْضِ أَنْ تَأْكُلَ أَجْسَادَ الأَنْبِيَاءِ .
“Hari jumat adalah hari yang paling
utama. Oleh karena itu perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari itu. Karena
sesungguhnya shalawat kalian itu sampai kepadaku”. Para sahabat bertanya,
“Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin shalawat kami sampai kepadamu, sementara
kelak engkau dikebumikan?”. Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla
telah mengharamkan bumi untuk menghancurkan jasad para Nabi.”[9]
- Setiap pagi dan sore
Dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ حِينَ يُصْبِحُ عَشْرًا وَحِينَ
يُمْسِي عَشْرًا أَدْرَكَتْهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ .
“Barangsiapa yang bershalawat
kepadaku di pagi hari 10 kali dan di sore hari 10 kali, maka dia akan
mendapatkan syafaatku pada hari kiamat.”[10]
- Ketika masuk dan keluar
masjid
Dari Fatimah radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ صَلَّى عَلَى مُحَمَّدٍ
وَسَلَّمَ وَقَالَ : رَبِّ اغْفِرْ لِي ذُنُوبِي وَافْتَحْ لِي أَبْوَابَ
رَحْمَتِكَ ، وَإِذَا خَرَجَ صَلَّى عَلَى مُحَمَّدٍ وَسَلَّمَ، وَقَالَ : رَبِّ
اغْفِرْ لِي ذُنُوبِي وَافْتَحْ لِي أَبْوَابَ فَضْلِكَ .
“Biasanya, ketika Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke dalam masjid beliau bershalawat kemudian
mengucapkan: Rabbighfirli dzunubi waftahli abwaaba rahmatik (Ya Tuhanku,
ampunilah dosa-dosaku dan bukalah untukku pintu-pintu Rahmat-Mu). Dan ketika
beliau keluar dari masjid, beliau bershalawat lalu mengucapkan: Rabbighfirli
dzunubi waftahlii abwaaba fadhlik (Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku dan
bukalah untukku pintu-pintu keutamaan-Mu).”[11]
Dari Abu Usaid al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلْيُسَلِّمْ
عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، ثُمَّ لِيَقُلْ : اللَّهُمَّ
افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ ، فَإِذَا خَرَجَ فَلْيَقُلْ : اللَّهُمَّ
إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ .
“Apabila kalian masuk masjid maka
berilah salam untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian baca:
Allahummaf-tahlii abwaaba rahmatik (Ya Allah, bukalah untukku pintu-pintu
rahmat-Mu). Dan ketika dia keluar, hendaknya dia membaca: Allahumma inni
as-aluka min fadhlik (Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu keutamaan
dari-Mu).”[12]
- Ketika berkhutbah
Dari ‘Aun bin Abi Juhaifah rahimahullah, beliau berkata:
انَ أَبِي مِنْ شُرَطِ عَلِيٍّ ، وَكَانَ تَحْتَ
الْمِنْبَرِ ، فَحَدَّثَنِي أَبِي : أَنَّهُ صَعِدَ الْمِنْبَرَ
- يَعْنِي عَلِيًّا - فَحَمِدَ اللهَ تَعَالَى وَأَثْنَى
عَلَيْهِ، وَصَلَّى عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَقَالَ :
خَيْرُ هَذِهِ الْأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا أَبُو بَكْرٍ ، وَالثَّانِي عُمَرُ ،
وَقَالَ : يَجْعَلُ اللهُ تَعَالَى الْخَيْرَ حَيْثُ أَحَبَّ .
“Sesungguhnya bapakku dahulu adalah
pengawal Ali (bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu), dan beliau berada di bawah
mimbar. Lalu bapakku menceritakan kepadaku bahwa Ali (bin Abu Thalib
radhiyallahu ‘anhu) naik mimbar, lalu memuji Allah dan bershalawat kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Sebaik-baik umat ini setelah
Nabi-Nya adalah Abu Bakar dan kedua adalah Umar” dan berkata: “Allah menjadikan
kebaikan dimana Ia cintai.”[13]
Madzhab asy-Syafi’i dan Hanbali menyatakan bahwa shalawat kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah rukun khutbah, maka tidak sah khutbah (khutbah
jum’at, khutbah ‘id, khutbah istisqa dan lainnya) jika tidak bershalawat kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Ketika di majelis
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
مَا جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا لَمْ يَذْكُرُوا اللَّهَ
فِيهِ ، وَلَمْ يُصَلُّوا عَلَى نَبِيِّهِمْ ، إِلَّا كَانَ عَلَيْهِمْ تِرَةً،
فَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُمْ وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُمْ .
“Jika ada sekelompok kaum yang duduk
bersama dan tidak mengingat Allah serta tidak memberi shalawat kepada nabi
mereka maka itu akan menjadi bahan penyesalan baginya. Jika Allah berkehendak,
Allah akan menghukum mereka, dan jika Allah berkehendak, Dia akan mengampuni
mereka.”[14]
- Ketika meninggalkan majelis
Dari Utsman bin
Umar rahimahullah, beliau berkata:
سمعت سفيان بن سعيد ما لا احصي إذا اراد القيام يقول صلى
الله وملائكته على محمد وعلى انبياء الله وملائكته .
“Aku mendengar Sufyan bin Sa’id
berulang kali hingga tak terhitung, setiap beliau hendak meninggalkan majelis,
beliau membaca: “Shallallahu wa malaaikatahu ‘alaa Muhammadin wa ‘alaa
anbiyaaillahi wa malaaikatih (Semoga shalawat Allah dan para malaikat-Nya
tercurah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kepada para
Nabi Allah dan malaikat-Nya).”[15]
- Takbir kedua ketika
shalat jenazah
al-Imam asy-Sya’bi rahimahullah berkata:
أول تكبيرة من الصلاة على الجنازة ثناء على الله عز وجل
والثانية صلاة على النبي صلى الله عليه وسلم والثالثة دعاء للميت والرابعة السلام
.
“Takbir pertama shalat jenazah
adalah memuji Allah ‘azza wa jalla, takbir kedua bershalawat untuk Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, takbir ketiga doa untuk jenazah dan takbir
keempat salam.”[16]
al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berpendapat bahwa membaca shalawat
dalam shalat jenazah adalah wajib dan merupakan rukun shalat jenazah. Dalil
yang melandasi akan hal ini adalah hadits dari Abu Umamah bin Sahl rahimahullah,
beliau berkata:
أَنَّهُ أَخْبَرَهُ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ
صلى الله عليه وسلم : أَنَّ السُّنَّةَ فِى الصَّلاَةِ عَلَى الْجَنَازَةِ أَنْ
يُكَبِّرَ الإِمَامُ ، ثُمَّ يَقْرَأُ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ بَعْدَ
التَّكْبِيرَةِ الأُولَى سِرًّا فِى نَفْسِهِ ، ثُمَّ يُصَلِّى عَلَى النَّبِىِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيُخْلِصُ الدُّعَاءَ لِلْجَنَازَةِ فِى
التَّكْبِيرَاتِ لاَ يَقْرَأُ فِى شَىْءٍ مِنْهُنَّ ، ثُمَّ يُسَلِّمُ سِرًّا فِى
نَفْسِهِ .
“Bahwa ada seorang sahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam yang mengajarkan padanya, Sesungguhnya dalam
shalat jenazah imam itu bertakbir, lalu membaca al-Fatihah setelah takbir
pertama secara lirih yang didengar dirinya sendiri, kemudian bershalawat pada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beberapa takbir berikutnya menujukan
doa yang murni untuk mayit, tidak ada bacaan (surat) pada takbir-takbir
tersebut. Kemudian mengucapkan salam secara lirih untuk dirinya sendiri.”[17]
- Ketika berada di Shafa
dan Marwah
Dari Nafi’
maula Ibnu Umar rahimahullah, beliau berkata:
كَانَ يكَبِّرُ عَلَى الصَّفَا ثَلاَثًا يَقُوْلُ : لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ
وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ، ثُمَّ يُصَلِّيْ عَلَى النَبِي صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ يَدْعُو .
“Dahulu Ibnu Umar radhiyallahu
‘anhuma bertakbir diatas Shafa tiga kali kemudian dia berkata: “Laa ilaha
illallahu wahdahu laa syariikalahu lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘alaa
kulli syai-in qadiir (Tak ada sembahan yang berhak diibadahi selain Allah yang
Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nyalah segala kerajaan dan
milik-Nyalah segala pujian dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu), kemudian
beliau bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berdoa.”[18]
- Ketika berada di Makam
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
‘Abdullah bin
Dinar rahimahullah, beliau berkata:
رَأَيْت عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ يَقِفُ عَلَى قَبْرِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيُصَلِّي عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيَدْعُو لِأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ .
“Saya melihat Abdullah bin Umar berdiri di dekat
kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau bershalawat untuk
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mendoakan Abu Bakar, dan Umar.”[19]
- Ketika setelah usai
membaca qunut, disyariatkan diakhiri dengan membaca shalawat
Dari ‘Abdullah bin al-Harits radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
أَنَّ أَبَا حَلِيمَةَ مُعَاذًا كَانَ يُصَلِّي عَلَى
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْقُنُوتِ .
“Bahwanya Abu Halimah Muadz (bin
al-Harits), membaca shalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
qunut.”[20]
Demikianlah penjelasan mengenai waktu pengamalan Shalawat.
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memudahkan kita dalam memahami serta mengamalkannya. Wa shallallahu ‘alaa sayyidina Muhammad,
wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
Referensi
- al-Qur’an al-Kariim.
- al-Hafizh Nur ad-Din Ali bin Abu Bakar bin Sulaiman al-Haitsami al-Mishri. Majmu’ az-Zawaid wa Manba’ al-Fawaid. 1422 H. Dar al-Kutub al-Ilmiyyah Beirut.
- al-Imam Abu Dawud Sulaiman bin al-Asyats as-Sijistani. Sunan Abu Dawud. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
- al-Imam Ahmad bin Husain bin Ali al-Baihaqi. Sunan al-Kubra. 1424 H. Dar al-Kutub al-Imliyyah Beirut.
- al-Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. al-Musnad. 1416 H. Dar al-Hadits Kairo.
- al-Imam Ismail bin Ishaq al-Qadhi. Fadhl ash-Shalat ‘ala an-Nabiy Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. 1389 H. al-Maktab al-Islami Damaskus.
- al-Imam Malik bin Anas bin Malik. al-Muwaththa’. 1434 H. Muasasah ar-Risalah Nasyirun Damaskus.
- al-Imam Muhammad bin Isa bin Saurah at-Tirmidzi. Jami’ at-Tirmidzi. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
- al-Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari. Shahih al-Bukhari. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
- al-Imam Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi. Shahih Muslim. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
- al-Imam Syams ad-Din Abu Abdillah Muhammad bin Abu Bakar bin Ayyub Ibnul Qayyim al-Jauziyyah. Jala’ al-Afham fii Fadhl ash-Shalah wa as-Salam ‘ala Muhammad Khair al-Anam. 1407 H. Dar al-Urubah Kuwait.
- al-Imam Syirawaih bin Syahradar bin Syirawaih ad-Dailami. al-Firdaus bi Ma’tsur al-Khithab. 1406 H. Dar al-Kutub al-Ilmiyyah Beirut.