“Sesungguhnya
ayahku dan ayahmu di neraka.” (HR. Muslim no. 203)
Tidak dipungkiri bahwa
kedudukan para Nabi dan Rasul itu tinggi di mata Allah. Namun hal itu bukanlah
sebagai jaminan bahwa seluruh keluarga Nabi dan Rasul mendapatkan petunjuk dan
keselamatan serta aman dari ancaman siksa neraka karena keterkaitan hubungan
keluarga dan nasab. Allah telah berfirman tentang kekafiran anak Nabi Nuh ‘alaihis
salam yang akhirnya termasuk orang-orang yang ditenggelamkan Allah bersama
orang-orang kafir:
وَقِيلَ
يَأَرْضُ ابْلَعِي مَآءَكِ وَيَسَمَآءُ أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَآءُ وَقُضِيَ
الأمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُودِيّ وَقِيلَ بُعْداً لّلْقَوْمِ الظّالِمِينَ *
وَنَادَى نُوحٌ رّبّهُ فَقَالَ رَبّ إِنّ ابُنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنّ وَعْدَكَ
الْحَقّ وَأَنتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ * قَالَ يَنُوحُ إِنّهُ لَيْسَ مِنْ
أَهْلِكَ إِنّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلاَ تَسْأَلْنِـي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ
عِلْمٌ إِنّيَ أَعِظُكَ أَن تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ
“Dan difirmankan: “Hai bumi telanlah airmu, dan
hai langit (hujan) berhentilah,” dan airpun disurutkan, perintahpun
diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan:
“Binasalah orang-orang yang zalim “. Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil
berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya
janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya”.
Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang
dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak
baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak
mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu
jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.” (QS. Hud : 44-46)
Allah juga berfirman tentang
keingkaran Azar ayah Nabi Ibrahim ’alaihis salam:
وَمَا
كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لأبِيهِ إِلاّ عَن مّوْعِدَةٍ وَعَدَهَآ إِيّاهُ
فَلَمّا تَبَيّنَ لَهُ أَنّهُ عَدُوّ للّهِ تَبَرّأَ مِنْهُ إِنّ إِبْرَاهِيمَ
لأوّاهٌ حَلِيمٌ
“Dan permintaan ampun dari
Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji
yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim
bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya.
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun” (QS.
At-Taubah : 114)
Dan Allah pun berfirman tentang
istri Nabi Luth sebagai orang yang dibinasakan oleh adzab Allah:
فَأَنجَيْنَاهُ
وَأَهْلَهُ إِلاّ امْرَأَتَهُ كَانَتْ مِنَ الْغَابِرِينَ
“Kemudian Kami selamatkan dia dan
pengikut-pengikutnya kecuali isterinya; dia termasuk orang-orang yang
tertinggal (dibinasakan).” (QS. Al-A’raf : 83)
Tidak terkecuali hal itu
terjadi pada kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam. Mereka
berdua –sesuai dengan kehendak kauni Allah subhanahu wa ta’ala– mati
dalam keadaan kafir. Hal itu ditegaskan oleh beberapa nash di antaranya:
1. Al-Qur’an Al-Karim
مَا كَانَ
لِلنّبِيّ وَالّذِينَ آمَنُوَاْ أَن يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوَاْ
أُوْلِي قُرْبَىَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيّنَ لَهُمْ أَنّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang
yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun
orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka,
bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam” (QS.
At-Taubah : 113)
Sababun Nuzul (sebab turunnya)
ayat ini adalah berkaitan dengan permohonan Nabi shallallahu ’alaihi
wasallam kepada Allah ta’ala untuk memintakan ampun ibunya (namun kemudian
Allah tidak mengijinkannya) (Lihat Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir
QS. At-Taubah : 113)
2. As-Sunnah Ash-Shahihah
عَنْ
أَنَسٍ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِي قَالَ فِي النَّارِ
فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ
“Dari Anas radliyallaahu ‘anhu:
Bahwasannya ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam : “Wahai Rasulullah, dimanakah tempat ayahku (yang telah meninggal)
sekarang berada ?”. Beliau menjawab : “Di neraka”. Ketika orang tersebut
menyingkir, maka beliau memanggilnya lalu berkata : “Sesungguhnya ayahku dan
ayahmu di neraka.” (HR. Muslim no. 203, Abu Dawud no. 4718, Ahmad no. 13861,
Ibnu Hibban no. 578, Al-Baihaqi dalam Al-Kubraa no. 13856, Abu ‘Awanah no. 289,
dan Abu Ya’la no. 3516)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah
berkata: “Di dalam hadits tersebut (yaitu hadits: إن أبي وأباك في النار – ”Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka”) terdapat
pengertian bahwa orang yang meninggal dunia dalam keadaan kafir, maka dia akan
masuk neraka. Dan kedekatannya dengan orang-orang yang mendekatkan diri (dengan
Allah) tidak memberikan manfaat kepadanya. Selain itu, hadits tersebut juga
mengandung makna bahwa orang yang meninggal dunia pada masa dimana bangsa Arab
tenggelam dalam penyembahan berhala, maka diapun masuk penghuni neraka. Hal itu
bukan termasuk pemberian siksaan terhadapnya sebelum penyampaian dakwah, karena
kepada mereka telah disampaikan dakwah Ibrahim dan juga para Nabi yang lain shalawaatullaah
wa salaamuhu ‘alaihim.” (Syarah Shahih Muslim, 3/79)
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي أَنْ
أَسْتَغْفِرَ لِأُمِّي فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي وَاسْتَأْذَنْتُهُ أَنْ أَزُورَ
قَبْرَهَا فَأُذِنَ لِي
“Dari Abi Hurairah radliyallahu ’anhu ia berkata:
Telah bersabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam : ”Sesungguhnya aku
telah memohon ijin Rabb-ku untuk memintakan ampun ibuku, dan Ia tidak
mengijinkanku. Namun Ia mengijinkan aku untuk menziarahi kuburnya.” (HR. Muslim
no. 976, Abu Dawud no. 3234, An-Nasa’i dalam Ash-Shughraa no. 2034, Ibnu Majah
no. 1572, dan Ahmad no. 9686)
Al-Imam Al-Baihaqi rahimahullah
berkata:
وأبواه
كانا مشركين, بدليل ما أخبرنا
“Sesungguhnya kedua orang tua Nabi shallallahu
’alaihi wasallam adalah musyrik dengan dalil apa yang telah kami khabarkan….” Kemudian beliau membawakan
dalil hadits dalam Shahih Muslim di atas (no. 203 dan 976) di atas (As-Sunan Al-Kubra
juz 7 Bab Nikaahi Ahlisy-Syirk wa Thalaaqihim))
Al-’Allamah Syamsul-Haq ’Adhim
’Abadi berkata:
فلم يأذن
لي : لأنها كافرة والاستغفار للكافرين لا يجوز
“Sabda beliau shallallahu ’alaihi wasallam : “Dan
Ia (Allah) tidak mengijinkanku” adalah disebabkan Aminah adalah seorang
yang kafir, sedangkan memintakan ampun terhadap orang yang kafir adalah tidak
diperbolehkan.” (’Aunul-Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud, Kitaabul Janaaiz, Bab Fii
Ziyaratil Qubur)
عن ابن
مسعود رضي الله عنه قال “جاء ابنا مليكة – وهما من الأنصار – فقالا: يَا رَسولَ الله
إنَ أمَنَا كَانَت تحفظ عَلَى البَعل وَتكرم الضَيف، وَقَد وئدت في الجَاهليَة فَأَينَ
أمنَا؟ فَقَالَ: أمكمَا في النَار. فَقَامَا وَقَد شَق ذَلكَ عَلَيهمَا،
فَدَعَاهمَا رَسول الله صَلَى الله عَلَيه وَسَلَمَ فَرَجَعَا، فَقَالَ: أَلا أَنَ
أمي مَعَ أمكمَا
“Dari Ibnu Mas’ud radliyallahu ‘anhu ia berkata :
Datang dua orang anak laki-laki Mulaikah –mereka berdua dari kalangan Anshar–
lalu berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibu kami semasa hidupnya
memelihara onta dan memuliakan tamu. Dia dibunuh di jaman Jahiliyyah. Dimana
ibu kami sekarang berada ?”. Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab
: “Di neraka”. Lalu mereka berdiri dan merasa berat mendengar perkataan beliau.
Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memanggil keduanya lalu berkata :
“Bukankah ibuku bersama ibu kalian berdua (di neraka)?” (HR. Ahmad no. 3787, Ah-Thabarani
dalam Al-Kabir 10/98-99 no. 10017, Al-Bazzar 4/175 no. 3478, Tafsir Ad-Durrul Mantsur,
4/298)
3. Ijma’
Al-Imam Ibnul Jauzi rahimahullah
berkata:
وأما عبد
الله فإنه مات ورسول الله صلى الله عليه وسلم حمل ولا خلاف أنه مات كافراً، وكذلك آمنة
ماتت ولرسول الله صلى الله عليه وسلم ست سنين
“Adapun ’Abdullah (ayah Nabi), ia mati ketika
Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam masih berada dalam kandungan, dan ia
mati dalam keadaan kafir tanpa ada khilaf. Begitu pula Aminah (tentang
kekafirannya tanpa ada khilaf), dimana ia mati ketika Rasulullah shallallahu
’alaihi wasallam berusia enam tahun.” (Al-Maudlu’aat, 1/283)
Al-’Allamah ’Ali bin Muhammad
Sulthan Al-Qari telah menukil adanya ijma’ tentang kafirnya kedua orang tua
Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam dengan perkataannya:
وأما الإجماع
فقد اتفق السلف والخلف من الصحابة والتابعين والأئمة الأربعة وسائر المجتهدين على
ذلك من غير إظهار خلاف لما هنالك والخلاف من اللاحق لا يقدح في الإجماع السابق سواء
يكون من جنس المخالف أو صنف الموافق
“Adapun ijma’, maka sungguh ulama salaf dan khalaf
dari kalangan shahabat, tabi’in, imam empat, serta seluruh mujtahidin telah
bersepakat tentang hal tersebut (kafirnya kedua orang tua Nabi shallallaahu
’alaihi wasallam) tanpa adanya khilaf. Jika memang terdapat khilaf setelah
adanya ijma’, maka tidak mengurangi nilai ijma’ yang telah terjadi sebelumnya.
Sama saja apakah hal itu terjadi pada orang-orang menyelisihi ijma’ (di era
setelahnya) atau dari orang-orang yang telah bersepakat (yang kemudian ia berubah
pendapat menyelisihi ijma’).” (Adilltaul Mu’taqad Abi Haniifah, 7)
Al-Imam Abu Hanifah rahimahullah
berkata:
ووالدا
رسول الله مات على الكفر
“Dan kedua orang tua Rasulullah shallallahu ’alaihi
wasallam mati dalam keadaan kafir.” (Al-Adillatul Mu’taqad Abi Haniifah hal. 1)
Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thabari rahimahullah
berkata dalam Tafsirnya ketika menjelaskan QS. Al-Baqarah : 119:
فإن فـي
استـحالة الشكّ من الرسول علـيه السلام فـي أن أهل الشرك من أهل الـجحيـم, وأن أبويه
كانا منهم
“Semua ini berdasar atas keyakinan dari Rasulullah
shallallahu ’alaihi wasallam bahwa orang-orang musyrik itu akan masuk Neraka
Jahim dan kedua orang tua Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam termasuk
bagian dari mereka.”
Al-Imam Ibnul Jauzi berkata
ketika berhujjah dengan hadits “Sesungguhnya aku telah memohon ijin Rabb-ku
untuk memintakan ampun ibuku” ; yaitu berdasarkan kenyataan bahwa Aminah
bukanlah seorang wanita mukminah” (Al-Maudlu’aat, 1/284)
Beberapa imam ahli hadits pun
memasukkan hadits-hadits yang disebutkan di atas dalam Bab-Bab yang tegas
menunjukkan fiqh (pemahaman) dan i’tiqad mereka tentang kekafiran kedua orang
tua Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam. Misalnya, Al-Imam Muslim memasukkannya
dalam Bab [بيان أن من مات على الكفر فهو في النار ولا
تناله شفاعة ولا تنفعه قرابة المقربين] “Penjelasan bahwasannya siapa saja meninggal dalam kekafiran
maka ia berada di neraka dan ia akan memperoleh syafa’at dan tidak bermanfaat
baginya hubungan kekerabatan”. Al-Imam Ibnu Majah memasukkannya dalam Bab [ما جاء في زيارة قبور المشركين] ”Apa-Apa yang Datang Mengenai Ziyarah ke
Kubur Orang-Orang Musyrik”. Al-Imam An-Nasa’i memasukkannya dalam Bab [زيارة قبر المشرك]” Ziyarah ke Kubur Orang-Orang Musyrik. Dan yang lainnya.
Keterangan di atas adalah
hujjah yang sangat jelas yang menunjukkan kekafiran kedua orang tua Nabi shallallahu
’alaihi wasallam. Namun, sebagian orang-orang yang datang belakangan
menolak ’aqidah ini dimana mereka membuat khilaf setelah adanya ijma’ (tentang
kekafiran kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam). Mereka mengklaim
bahwa kedua orang tua beliau termasuk ahli surga. Yang paling menonjol dalam
membela pendapat ini adalah Al-Hafizh As-Suyuthi. Ia telah menulis beberapa
judul khusus yang membahas tentang status kedua orang tua Nabi seperti :
Masaalikul Hunafaa fii Waalidayal Musthafaa, At-Ta’dhiim wal Minnah fii Anna
Abawai Rasuulillah fil Jannah, As-Subulul Jaliyyah fil Aabaail ’Aliyyah, dan
lain-lain.