Nabi Adam 'Alaihis Salam dan Hawa’ Berbuat Syirik?

“Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka (orang-orang kafir) persekutukan.” (QS. Al-A’raf : 189)


Alkisah, setelah Nabi Adam ‘alaihis salam menggauli istrinya Hawa’, maka diapun mengandung. Setelah itu Iblis mendatangi keduanya seraya berkata: “Saya adalah sahabat kalian berdua yang telah mengeluarkan kalian berdua dari surga. Demi Allah, kalian hendaknya taat padaku. Bila tidak, niscaya akan kujadikan anakmu bertanduk dua seperti rusa, sehingga akan keluar dari perut istrimu dan merobeknya. Demi Allah, hal itu pasti akan kulakukan”. Demikianlah Iblis menakuti keduanya lalu kata Iblis memerintah kepada keduanya: “Namailah anak kalian Abdul Harits”, namun keduanya menolak untuk mentaatinya. Tatkala bayi mereka lahir, ternyata benar lahir dalam keadaan mati. Lalu Hawa’ mengandung lagi, dan Iblis-pun kembali mendatangi keduanya seraya mengatakan seperti yang pernah dikatakan dulu, namun mereka berdua tetap menolak untuk mematuhinya, dan bayi merekapun lahir lagi dalam keadaan mati. Selanjutnya, Hawa’ mengandung lagi, Iblis kembali datang dan mengingatkan dengan apa yang pernah dia katakan dulu. Karena Adam dan Hawa’ lebih menginginkan keselamatan anaknya, akhirnya mereka mematuhi Iblis dengan memberi nama anak mereka dengan Abdul Harits. Itulah tafsir firman Allah :

هُوَ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا ۖ فَلَمَّا تَغَشَّاهَا حَمَلَتْ حَمْلًا خَفِيفًا فَمَرَّتْ بِهِ ۖ فَلَمَّا أَثْقَلَت دَّعَوَا اللَّـهَ رَبَّهُمَا لَئِنْ آتَيْتَنَا صَالِحًا لَّنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ ١٨٩

“Tatkala Allah memberi kepada keduanya seorang anak yang sempurna, Maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah terhadap anak yang telah dianugerahkan-Nya kepada keduanya itu. Maka Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. Al-A’raf : 189)

Takhrij Kisah

Kisah sangat masyhur sekali dan banyak dimuat dalam kitab-kitab tafsir, terkadang disandarkan kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, kadang kepada sahabat dan kadang lagi kepada tabi’in.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah dalam Musnad 5/11, At-Tirmidzi rahimahullah dalam Sunan no. 3077, Ar-Ruyani rahimahullah no. 816, Ibnu Abi Hatim rahimahullah dalam Tafsir no 1462, 1466, Ibnu Jarir rahimahullah dalam Tarikh 1/148, Ath-Thabarani rahimahullah dalam Mu’jam Al-Kabir no. 8695, Ibnu Adi rahimahullah dalam Al-Kamil 5/43, Imam Al-Hakim rahimahullah dalam Al-Mustadrak 2/545, seluruhnya dari jalur Umar bin Ibrahim dari Qotadah dari Hasan dari Samurah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Derajat Kisah

MUNKAR. Kisah ini memiliki tiga kecacatan sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnu Katsir rahimahullah :

Pertama: Riwayat Umar bin Ibrahim dari Qotadah tidak bisa dijadikan hujjah

Kedua: Kisah ini diriwayatkan dari Samurah juga tetapi tidak marfu’ kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ketiga: Hasan Al-Bashri rahimahullah sendiri menafsirkan ayat ini bukan dengan kisah ini, kata Al-Hasan : “Ayat ini berkenaan tentang sebagian ahli agama, bukan Adam”. Katanya juga: “Maksud ayat ini adalah anak keturunan Adam, yaitu mereka yang berbuat syirik setelah beliau”. Katanya lagi: “Mereka adalah Yahudi dan Nasrani, Allah memberi mereka anak, lalu mereka membuatnya menjadi Yahudi dan Nasrani”. Seandainya saja kisah ini shohih menurut beliau (Hasan), niscaya beliau menafsirkan dengannya. Hal ini menunjukkan bahwa kisah ini hanya sampai kepada sahabat dan nampaknya diambil dari ahli kitab atau yang beriman dari mereka semisal Ka’ab atau Wahb bin Munabbih dan selainnya”.

Setelah itu, Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan: “Adapun kami, maka kami sependapat dengan Hasan Al-Bashri dalam masalah ini bahwa maksud ayat ini bukanlah Adam dan Hawa’, namun orang-orang yang berbuat syirik dari anak keturunanya”.

Kesimpulannya, kisah ini tidak shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka otomatis tidak bisa dijadikan hujjah.

Tinjauan Matan

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan beberapa point yang menunjukkan bathilnya kisah ini, kata beliau: “Kisah ini adalah bathil dari beberapa segi:

Kisah ini tidak terdapat dalam hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam padahal kisah seperti ini tidak bisa diterima kecuali berdasarkan wahyu. Ibnu Hazm rahimahullah mengatakan tentang kisah ini: “Riwayat khurafat, dusta dan palsu”.

Kalau kisah ini benar-benar mengenai Adam ‘alaihis salam dan Hawa’ maka ada dua kemungkinan: Pertama: Keduanya mati dalam kesyirikan dan tidak bertaubat, maka sungguh ini adalah tuduhan dusta, sebab para Nabi terjaga dari perbuatan syirik. Kedua: Keduanya telah bertaubat dari syirik, sungguh tidak sesuai dengan keadilan Allah bila menyebut dosa mereka namun tidak menyebutkan taubat keduanya, padahal Allah apabila menyebutkan kesalahan sebagian Nabi maka Dia juga menyebutkan taubat mereka.

Para Nabi terjaga dari perbuatan syirik dengan kesepakatan ulama

Dalam hadits syafa’at disebutkan bahwa manusia saat itu datang kepada Adam ‘alaihis salam untuk meminta syafaat, lalu beliau menyampaikan udzur karena telah bermaksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan memakan dari pohon yang terlarang. Seandainya beliau terjatuh dalam kesyirikan, tentu hal itu lebih utama untuk diutarakan saat itu.

Dalam kisah ini Syetan berkata: “Saya adalah teman kalian yang mengeluarkan kalian dari surga”. Ucapan ini bukanlah ucapan orang yang ingin menggoda dan menyesatkan, bahkan ucapan ini malah membikin tertolaknya rayuannya.

Ucapan Iblis “Bila tidak, niscaya akan kujadikan anakmu bertanduk dua seperti rusa”. Ada dua kemungkinan: Pertama: Adam dan Hawa’ mempercayainya dan ini perbuatan syirik dalam rububiyyah karena tidak ada pencipta kecuali hanya Allah saja. Kedua: Keduanya tidak percaya, tidak mungkin keduanya percaya karena keduanya tahu bahwa hal itu tidak mungkin dalam haknya.

Firman Allah subhanahu wa ta’ala :

سُبْحَانَ اللَّـهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ٤٣

“Maha tinggi Allah atas apa yang mereka persekutukan.” dengan dhamir jama’ (mereka), seandaianya kembali kepada Adam dan Hawa’ maka akan menggunakan dhamir mutsana (keduanya). 

Beberapa point ini menguatkan bathilnya kisah ini, maka tidak boleh seorang berkeyakinan bahwa Adam ‘alaihis salam dan Hawa’ terjatuh dalam kubang kesyirikan, karena para Nabi tidak mungkin melakukannya dengan kesepakatan ulama. Dengan demikian maka tafsir yang benar tentang ayat ini adalah kembali kepada anak Adam yang berbuat syirik, karena diantara anak Adam ada yang berbuat syirik dan ada yang ahli tauhid.” Wallahu a’lam.

Superman

Semua orang punya masalah. Ada skala perorangan, kelompok, bahkan negara dan dunia. Karena hidup ini memang dirancang sebagai bentuk perjalanan panjang melalui ruang-ruang masalah.


“Coba ada superman,” gumam seorang bocah saat menyaksikan repotnya sang ayah memperbaiki genting rumahnya yang bocor. Harus dengan tangga, merambat di antara sela pelapon rumah, dan seterusnya.

Dari persepsinya yang sederhana, Andi yang sudah lima tahun di SD ini kerap terperangkap dengan pengandaian tokoh pahlawan yang serba super. Merasa tidak mungkin menaiki tangga, pelapon, dan meraih genting bocor; imajinasinya melayang ke tokoh super yang bisa terbang.

Begitu pun ketika Andi kehilangan uang, yang entah tercecer di mana. Ia membayangkan kehadiran jagoan super yang mampu melihat tembus pandang. Dengan sekali sorotan mata, uang Andi bisa ketemu lagi.

“Uangnya sudah ketemu, Ndi?” tanya sang kakak suatu kali. Ungkapan keprihatinan itu tak berjawab langsung. Andi hanya membalas senyum, seolah masalah tidak sebesar yang diprihatinkan. “Nanti juga ketemu!” jawab Andi enteng.

Padahal, tak ada tanda-tanda Andi berusaha keras untuk mencari. Satu hal yang tak terpikir sang kakak: siapa yang akan mencari uang Andi? Karena kalau itu yang ditanyakan, jawabannya akan begitu ringan: superman!

Semua orang punya masalah. Ada skala perorangan, kelompok, bahkan negara dan dunia. Karena hidup ini memang dirancang sebagai bentuk perjalanan panjang melalui ruang-ruang masalah.

Namun, tidak semua yang berhadap-hadapan dengan masalah punya respon positif terhadap kemampuan diri. Kunci solusi seolah mustahil lahir dari kekuatan diri sendiri. Butuh orang lain yang serba super, yang bisa menyediakan berbagai sarana solusi: mulai dari uang, kecerdasan, pengalaman, teknologi, hingga relasi.

Semoga hanya Si Andi yang terperangkap persepsi ini. Ciri utamanya: ia selalu mengandalkan semua penyelesaian masalah dengan satu imajinasi, “Coba ada Superman!”

Keutamaan Bulan Ramadhan

“Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan Ramadhan,dan setiap muslim apabila dia memanjatkan do’a maka pasti dikabulkan.” (HR. Al-Bazar)


Sebentar lagi kita akan memasuki bulan yang pernah berkah. Bulan yang penuh ampunan. Bulan dimana pintu surga dibuka selebar-lebarnya, pintu neraka ditutup serapat-rapatnya dan setan-setan dibelenggu dengan sekuat-kuatnya. Bulan yang mulia ini adalah bulan Ramadhan. Marhaban Yaa Syahran Ramadhan, Marhaban Yaa Syahran Shiyaami. Itulah quotes yang sering dilontarkan oleh umat Muslim dalam menyambut bulan yang penuh keberkahan ini. Namun, apakah sahabat sudah mengetahui apa saja keutamaan-keutamaan di bulan Ramadhan ini? Jangan sampai kita bahagia dengan kedatangan bulan Ramadhan ini, akan tetapi kita tidak mengeahui keutamaan-keutamaannya sehingga membuat kita jadi kurang semangat dalam menjalankan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Pada kesempatan kali ini, penulis akan menjelaskan sedikit mengenai fadhilah atau keutamaan-keutamaan bulan Ramadhan yang penulis himpun dari berbagai nash yang shahih baik dari Al-Quran, Al-Hadits dan juga Atsar para sahabat serta perkataan para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah.

keutamaan-keutamaan bulan Ramadhan antara lain:

1.       Diturunkannya Al-Quran

Pada bulan Ramadhan yang mulia ini, Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan umat islam untuk menjalankan puasa, dan pada bulan Ramadhan ini pula Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan Al-Quran sebagai petunjuk bagi orang-orang yang beriman. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al-Baqarah [2] : 185)

Dalam Tafsir Ibnu Katsir, Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “(Dalam ayat ini) Allah subhanahu wa ta’ala memuji bulan puasa –yaitu bulan Ramadhan- dari bulan-bulan lainnya. Allah memuji demikian karena bulan ini telah Allah pilih sebagai bulan diturunkannya Al-Quran dari bulan-bulan lainnya. Sebagaimana pula pada bulan Ramadhan ini Allah telah menurunkan kitab ilahiyah lainnya pada para Nabi ’alaihimus salam.” (Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2 hal. 179)

2.       Bulan Penuh Ampunan

Pada bulan Ramadhan ini, adalah bulan yang penuh dengan ampunan. Allah subhanahu wa ta’ala akan mengampuni dosa hamba-hamba-Nya yang telah lalu.

Diriwayatkan oleh Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhari rahimahullah dan Imam Muslim Al-Hajjaj Al-Qusyairi rahimahullah dalam kedua kitab Shahihnya, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang menjalankan puasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan ridha Allah, pasti diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dan juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang lain:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang mendirikan shalat di bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan ridha Allah, pasti diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Namun perlu sahabat perhatikan, jika kita simak dari kedua hadits di atas maka agar dosa-dosa kita yang telah lalu dapat diampuni oleh Allah subhanahu wa ta’ala, maka sahabat haruslah memenuhi beberapa syarat yaitu melaksanakan amal shalih dengan keimanan dan mengharapkan ridha Allah subhanahu wa ta’ala. Ketika syarat melakasanakan amal shalih dengan keimanan dan mengharap ridha Allah subhanahu wa ta’ala saja tanpa disusupi hal lain seperti riya’ atau sum’ah telah terpenuhi, maka niscaya Allah subhanahu wa ta’ala akan mengampuni dosa-dosa kita yang telah lalu. In syaa Allah.

3.       Dilipat Gandakan Pahala

Dilipat gandakannya pahala amalan pada bulan Ramadhan dengan bilangan tertentu memang tidak disebutkan secara rinci dalam dalil yang shahih. Namun hendaknya kita tetap bersungguh-sungguh untuk melakukan amal shalih di bulan Ramadhan ini, karena banyak dalil yang menunjukan bahwa amalan ibadah di bulan Ramadhan itu pahalanya dilipat gandakan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah ‘azza wa jalla berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah berkata, “Sebagaimana pahala amalan puasa akan berlipat-lipat dibanding amalan lainnya, maka puasa di bulan Ramadhan lebih berlipat pahalanya dibanding puasa di bulan lainnya. Ini semua bisa terjadi karena mulianya bulan Ramadhan dan puasa yang dilakukan adalah puasa yang diwajibkan oleh Allah pada hamba-Nya. Allah pun menjadikan puasa di bulan Ramadhan sebagai bagian dari rukun Islam, tiang penegak Islam.” (Lathaif Al-Ma’arif, hal. 271)

Begitu pula ibadah pada malam lailatul qadar akan dilipatgandakan pahala sebagaimana disebutkan dalam ayat:

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ

“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadr: 3). Maksudnya adalah ibadah di malam Lailatul Qadar lebih baik dari ibadah di seribu bulan lamanya.

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah menyatakan, “Amalan yang dilakukan di malam Lailatul Qadar lebih baik daripada amalan yang dilakukan di seribu bulan yang tidak terdapat Lailatul Qadar. Itulah yang membuat akal dan pikiran menjadi tercengang. Sungguh menakjubkan, Allah memberi karunia pada umat yang lemah bisa beribadah dengan nilai seperti itu. Amalan di malam tersebut sama dan melebihi ibadah pada seribu bulan. Lihatlah, umur manusia seakan-akan dibuat begitu lama hingga delapan puluh tahunan.” (Tafsir As-Sa’di, hal. 977)

Juga dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari rahimahullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

فَإِنَّ عُمْرَةً فِى رَمَضَانَ تَقْضِى حَجَّةً مَعِى

“Sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan seperti berhaji bersamaku.” (HR. Al-Bukhari)

4.       Dibukakannya Pintu Suga dan Ditutupnya Pintu Neraka Serta Dibelenggungnya Setan

Dalam sebuah hadits yang sangat masyhur, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ

“Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan pun dibelenggu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Al-Qodhi ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Hadits di atas dapat bermakna, terbukanya pintu surga dan tertutupnya pintu Jahannam dan terbelenggunya setan-setan sebagai tanda masuknya bulan Ramadhan dan mulianya bulan tersebut. Juga dapat bermakna terbukanya pintu surga karena Allah memudahkan berbagai ketaatan pada hamba-Nya di bulan Ramadhan seperti puasa dan shalat malam. Hal ini berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Di bulan Ramadhan, orang akan lebih sibuk melakukan kebaikan daripada melakukan hal maksiat. Inilah sebab mereka dapat memasuki surga dan pintunya. Sedangkan tertutupnya pintu neraka dan terbelenggunya setan, inilah yang mengakibatkan seseorang mudah menjauhi maksiat ketika itu.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, Jilid 7 hal. 188)

5.       Terdapat Malam Yang Penuh Kemuliaan dan Keberkahan

Pada bulan Ramadhan terdapat sebuah malam yang penuh dengan kemuliaan dan keberkahan dan lebih baik dari seribu bulan, malam itu yaitu lailatul qadar. Lailatul qadar sendiri dirahasiakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala waktunya, hanya saja Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberitahu kita bahwa lailatul qadar terletak di antara 10 hari terakhir di bulan Ramadhan tepatnya pada malam ganjil. Pada lailatul qadar inilah Al-Quran diturunkan.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada lailatul qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al Qadr [97] : 1-3)

Dan Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ

“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS. Ad-Dukhan [44] : 3)

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah menyatakan, “Amalan yang dilakukan di malam Lailatul Qadar lebih baik daripada amalan yang dilakukan di seribu bulan yang tidak terdapat Lailatul Qadar. Itulah yang membuat akal dan pikiran menjadi tercengang. Sungguh menakjubkan, Allah memberi karunia pada umat yang lemah bisa beribadah dengan nilai seperti itu. Amalan di malam tersebut sama dan melebihi ibadah pada seribu bulan. Lihatlah, umur manusia seakan-akan dibuat begitu lama hingga delapan puluh tahunan.” (Tafsir As-Sa’di, hal. 977)

6.       Salah Satu Waktu Mustajabnya Do’a adalah Bulan Ramadhan

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidizi rahimahullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَالإِمَامُ الْعَادِلُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

“Tiga orang yang do’anya tidak tertolak : orang yang berpuasa sampai ia berbuka, pemimpin yang adil dan do’a orang yang dizhalimi.” (HR. At-Tirmidzi)

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukan bahwa disunnahkan bagi orang yang berpuasa untuk berdo’a dari awal ia berpuasa hingga akhirnya karena ia dinamakan orang yang berpuasa ketika itu. Disunnahkan bagi orang yang berpuasa ketika ia dalam keadaan berpuasa untuk berdo’a demi keperluan akhirat dan dunianya, juga pada perkara yang ia sukai serta jangan lupa pula untuk mendoakan kaum muslimin lainnya.” (Al-Majmu’, Jilid 6 hal. 375)

Selain itu dalam Musnad Al-Bazar, Imam Al-Bazar rahimahullah meriwayatkan sebuah hadits. Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ لِلّهِ فِى كُلِّ يَوْمٍ عِتْقَاءَ مِنَ النَّارِ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ ,وَإِنَّ لِكُلِّ مُسْلِمٍ دَعْوَةً يَدْعُوْ بِهَا فَيَسْتَجِيْبُ لَهُ

“Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan Ramadhan,dan setiap muslim apabila dia memanjatkan do’a maka pasti dikabulkan.” (HR. Al-Bazar)

Semoga dengan risalah ini, kita bisa semakin bersemangat menyambut bulan yang berkah ini dan semakin semangat untuk terus beramal ketika telah memasuki bulan Ramadhan ini. Marhaban Ya Syahran Ramadhan, Marhaban Ya Syahran Shiyami. Selesai dengan izin Allah.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top