Kitab-Kitab Allah yang Telah Diwahyukan

“Dan mereka yang beriman kepada kitab (al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.” (QS. al-Baqarah [2] : 4)


Salah satu wujud keimanan kita kepada kitab-kitab Allah adalah mempercayai serta meyakini sepenuh hati bahwa Allah subhanahu wa ta’ala telah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada para nabi dan rasul yang berisi wahyu Allah subhanahu wa ta’ala untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ

“Dan mereka yang beriman kepada kitab (al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.”[1]

Kitab-kitab Allah subhanahu wa ta’ala yang telah diturunkan terbagi menjadi dua jenis yaitu berupa shuhuf dan mushhaf. Shuhuf adalah jamak dari kata shahifah yaitu lembaran-lembaran yang berisikan wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala yang diberikan kepada para nabi dan rasul. Sedangkan mushhaf adalah shuhuf-shuhuf atau lembaran-lembaran yang telah dibukukan. Para ulama menyatakan bahwa jumlah kitab yang telah Allah subhanahu wa ta’ala turunkan ke muka bumi berjumlah 104 kitab sebagaimana sebuah riwayat dari Abu Dzar al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مِائَةُ كِتَابٍ وَأَرْبَعَةُ كُتُبٍ أُنْزِلَ عَلَى شِيثٍ خَمْسُونَ صَحِيفَةً وَأُنْزِلَ عَلَى أَخْنُوخَ ثَلَاثُونَ صَحِيفَةً وَأُنْزِلَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ عَشَرُ صَحَائِفَ وَأُنْزِلَ عَلَى مُوسَى قَبْلَ التَّوْرَاةِ عَشَرُ صَحَائِفَ وَأُنْزِلَ التَّوْرَاةُ وَالْإِنْجِيلُ وَالزَّبُورُ وَالْقُرْآنُ

“Allah subhanahu wa ta'ala telah menurunkan 104 kitab, 50 shuhuf kepada Syits, 30 shuhuf kepada Akhnukh (Idris), 10 shuhuf kepada Ibrahim dan 10 shuhuf kepada Musa, dan Taurat, Injil, Zabur serta al-Furqan (al-Qur'an).”[2]

Namun hadits di atas dilemahkan oleh beberapa ulama karena didalam sanad hadits tersebut terdapat perawi dha’if yaitu Ibrahim bin Hisyam bin Yahya al-Ghassani. Maka yang benar bahwa jumlah kitab yang diturunkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala kepada para nabi dan rasul mungkin kurang dari 104 kitab atau bahkan bisa lebih, sebagaimana kita mengetahui bahwa para nabi dari kalangan Bani Israil biasa memiliki kitab-kitab yang menjadi pegangan mereka dalam berdakwah.

Dalam berbagai dalil dalam al-Qur’an dan al-Hadits yang shahih, kitab yang Allah subhanahu wa ta’ala turunkan kepada para nabi dan rasul yang diberitakan ada enam yaitu shuhuf Ibrahim, shuhuf Musa, Taurat, Zabur, Injil dan al-Qur’an.

1.      Shuhuf Ibrahim

Shuhuf Ibrahim adalah lembaran yang Allah subhanahu wa ta’ala turunkan kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Shuhuf Ibrahim diturunkan pada awal malam Ramadhan. Sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Watsilah bin al-Asqa’ radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أُنْزِلَتْ صُحُفُ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَام فِي أَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ

"Shuhuf Ibrahim 'alaihis salam diturunkan pada awal malan Ramadhan."[3]

Shuhuf Ibrahim berisi peringatan, hikmah, nasihat dan pelajaran-pelajaran. Hal ini tertuang dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala:

أَفَرَأَيْتَ الَّذِي تَوَلَّى وَأَعْطَى قَلِيلًا وَأَكْدَى أَعِنْدَهُ عِلْمُ الْغَيْبِ فَهُوَ يَرَى أَمْ لَمْ يُنَبَّأْ بِمَا فِي صُحُفِ مُوسَى وَإِبْرَاهِيمَ الَّذِي وَفَّى أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَى ثُمَّ يُجْزَاهُ الْجَزَاءَ الْأَوْفَى

“Maka apakah kamu melihat orang yang berpaling (dari al-Qur’an)? Serta memberi sedikit dan tidak mau memberi lagi? Apakah dia mempunyai pengetahuan tentang yang ghaib, sehingga dia mengetahui (apa yang dikatakan)? Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-lembaran Musa? Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji? (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihat (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.”[4]

Dan juga firman Allah subhanahu wa ta’ala:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى إِنَّ هَذَا لَفِي الصُّحُفِ الْأُولَى صُحُفِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa.”[5]

Selain itu terdapat sebuah riwayat dalam hadits mengenai isi dari shuhuf Ibrahim, namun riwayatnya lemah. Hadits tersebut diriwayatkan dari Abu Dzar al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu, beliau bertanya:

يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا كَانَتْ صَحِيفَةُ إِبْرَاهِيمَ؟

“Wahai Rasulullah, apakah yang terdapat di dalam shuhuf Ibrahim?”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

كَانَتْ أَمْثَالًا كُلُّهَا : أَيُّهَا الْمَلِكُ الْمُسَلَّطُ الْمُبْتَلَى الْمَغْرُورُ إِنِّي لَمْ أَبْعَثْكَ لِتَجْمَعَ الدُّنْيَا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ وَلَكِنِّي بَعَثْتُكَ لِتَرُدَّ عَنِّي دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنِّي لَا أَرُدُّهَا وَلَوْ كَانَتْ مِنْ كَافِرٍ وَعَلَى الْعَاقِلِ مَا لَمْ يَكُنْ مَغْلُوبًا عَلَى عَقْلِهِ أَنْ تَكُونَ لَهُ سَاعَاتٌ : سَاعَةٌ يُنَاجِي فِيهَا رَبَّهُ وَسَاعَةٌ يُحَاسِبُ فِيهَا نَفْسَهُ وَسَاعَةٌ يَتَفَكَّرُ فِيهَا فِي صُنْعِ اللَّهِ وَسَاعَةٌ يَخْلُو فِيهَا لِحَاجَتِهِ مِنَ الْمَطْعَمِ وَالْمَشْرَبِ وَعَلَى الْعَاقِلِ أَنْ لَا يَكُونَ ظَاعِنًا إِلَّا لِثَلَاثٍ : تَزَوُّدٍ لِمَعَادٍ أَوْ مَرَمَّةٍ لِمَعَاشٍ، أَوْ لَذَّةٍ فِي غَيْرِ مُحَرَّمٍ وَعَلَى الْعَاقِلِ أَنْ يَكُونَ بَصِيرًا بِزَمَانِهِ مُقْبِلًا عَلَى شَأْنِهِ حَافِظًا لِلِسَانِهِ وَمَنْ حَسَبَ كَلَامَهُ مِنْ عَمَلِهِ، قَلَّ كَلَامُهُ إِلَّا فِيمَا يَعْنِيهِ

“Seluruh isinya adalah permisalan-permisalan, seperti: “Wahai raja yang berkuasa, yang diuji dan yang tertipu! Aku tidak mengutusmu untuk menumpuk harta kekayaan, tapi untuk memenuhi permohonan orang yang terzhalimi. Sebab, Aku tidak akan menolak permohonannya, meskipun ia kafir. Orang berakal, selama tidak dikuasai oleh akalnya, harus bisa membagi waktunya, waktu untuk bermunajat kepada Tuhannya, waktu untuk introspeksi diri, waktu untuk merenungkan ciptaan-ciptaan Tuhan dan waktu untuk bekerja mencari makan dan minum. Orang berakal hendaknya tidak bepergian kecuali dengan tiga tujuan, yaitu pergi untuk mencari bekal menuju akhirat, pergi untuk mencari bekal hidup di dunia dan pergi untuk menikmati sesuatu yang tidak haram. Orang berakal hendaknya jeli melihat perkembangan zaman dan siap mengarunginya, sertasenantiasa menjaga lisan. Barangsiapa menganggap perkataan sebagai bagian dari amal, tentu hanya akan sedikit berbicara kecuali yang bermanfaat.”[6]

Para tabi’in pun tak sedikit yang mengutip shuhuf Ibrahim yang kemungkinan besar dikutip dari kitab-kitab Bani Israil, seperti kutipan shuhuf Ibrahim oleh al-Imam Dawud bin Hilal an-Nashibi rahimahullah. Beliau berkata:

مكتوب في صحف إبراهيم عليه السلام : يا دنيا ما أهونك على الأبرار الذين تصنعتِ لهم وتزينتِ لهم ، إني قد قذفت في قلوبهم بغضك والصدود عنك ، ما خلقت خلقا أهون عليَّ منك ، كل شأنك صغير ، وإلى الفناء تصيرين ، قضيت عليك يوم خلقتُ الخلق ألا تدومي لأحد ، ولا يدوم لك أحد ، وإن بخل بك صاحبك وشح عليك ، طوبى للأبرار الذين أطلعوني من قلوبهم على الرضا ، وأطلعوني من ضميرهم على الصدق والاستقامة ، طوبى لهم ، ما لهم عندي من الجزاء إذا وفدوا إلي من قبورهم إلا النور يسعى أمامهم ، والملائكة حافون بهم حتى أبلغ بهم ما يرجون من رحمتي

“Tertera dalam shuhuf Ibrahim alaihis salam: “Wahai dunia, betapa rendahnya dirimu yang berpura-pura dan bergaya di hadapan orang-orang shalih. Sungguh Aku telah menetapkan di hati mereka keengganan terhadapmu dan penolakan terhadapmu. Tidaklah Aku menciptakan ciptaan yang lebih rendah darimu. Semua urusanmu adalah kecil, engkau akan binasa. Aku telah menetapkan dikala Aku ciptakan makhluk bahwa engkau tidak akan abadi untuk siapapun dan tidak ada seorang pun yang abadi di atasmu, walaupun pencintamu pelit dan kikir karenamu. Beruntunglah orang-orang yang shalih yang selalu ridha dengan-Ku di hati mereka dan selalu jujur hatinya serta istiqamah. Beruntunglah mereka. Tidak ada balasan mereka dari-Ku jika mereka menghadap-Ku kecuali cahaya yang berjalan di depan mereka dan malaikat yang mengelilingi mereka sehingga mereka tiba pada apa yang merekah harapkan berupa rahmat-ku.”[7]

2.     Shuhuf Musa

Shuhuf Musa adalah lembaran yang Allah subhanahu wa ta’ala turunkan kepada Nabi Musa ‘alaihis salam sebelum beliau diberikan kitab Taurat, sebagian ulama menyatakan bahwa shuhuf Musa adalah bagian dari kitab Taurat. Isi kandungan dari shuhuf Musa tidaklah jauh berbeda dengan isi kandungan shuhuf Ibrahim yaitu berisi peringatan, hikmah, nasihat dan pelajaran-pelajaran. Hal tersebut tertuang dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala:

أَفَرَأَيْتَ الَّذِي تَوَلَّى وَأَعْطَى قَلِيلًا وَأَكْدَى أَعِنْدَهُ عِلْمُ الْغَيْبِ فَهُوَ يَرَى أَمْ لَمْ يُنَبَّأْ بِمَا فِي صُحُفِ مُوسَى وَإِبْرَاهِيمَ الَّذِي وَفَّى أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَى ثُمَّ يُجْزَاهُ الْجَزَاءَ الْأَوْفَى

“Maka apakah kamu melihat orang yang berpaling (dari al-Qur’an)? Serta memberi sedikit dan tidak mau memberi lagi? Apakah dia mempunyai pengetahuan tentang yang ghaib, sehingga dia mengetahui (apa yang dikatakan)? Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-lembaran Musa? Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji? (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihat (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.”[8]

Dan juga firman Allah subhanahu wa ta’ala:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى إِنَّ هَذَا لَفِي الصُّحُفِ الْأُولَى صُحُفِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa.”[9]

Dalam sebuah hadits dengan sanad yang lemah. Diriwayatkan dari sahabat Abu Dzar al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu, beliau bertanya

يَا رَسُولَ اللَّهِ فَمَا كَانَتْ صُحُفُ مُوسَى؟

“Wahai Rasulullah, apakah yang terdapat di dalam shuhuf Musa?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

كَانَتْ عِبَرًا كُلُّهَا : عَجِبْتُ لِمَنْ أَيْقَنَ بِالْمَوْتِ ثُمَّ هُوَ يَفْرَحُ وَعَجِبْتُ لِمَنْ أَيْقَنَ بِالنَّارِ ثُمَّ هُوَ يَضْحَكُ، وَعَجِبْتُ لِمَنْ أَيْقَنَ بِالْقَدَرِ ثُمَّ هُوَ يَنْصَبُ عَجِبْتُ لِمَنْ رَأَى الدُّنْيَا وَتَقَلُّبَهَا بِأَهْلِهَا ثُمَّ اطْمَأَنَّ إِلَيْهَا وَعَجِبْتُ لِمَنْ أَيْقَنَ بِالْحِسَابِ غَدًا ثُمَّ لَا يَعْمَلُ

“Semua isinya adalah ungkapan-ungkapan penuh kebijaksanaan, seperti: “Aku heran dengan orang yang percaya neraka, tapi dia masih bisa banyak tertawa. Aku heran dengan orang yang percaya kematian, tapi dia hanya santai dan bergembira. Aku heran dengan orang yang percaya takdir, tapi dia berjudi mengundi nasibnya. Aku heran dengan orang yang percaya adanya perhitungan amal, tapi dia enggan beramal (kebaikan).”[10]

3.     Taurat

Taurat adalah kitab yang Allah subhanahu wa ta’ala turunkan kepada Nabi Musa ‘alaihis salam sebagai petunjuk bagi Bani Israil. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَآتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَجَعَلْنَاهُ هُدًى لِبَنِي إِسْرَائِيلَ أَلَّا تَتَّخِذُوا مِنْ دُونِي وَكِيلًا

“Dan Kami berikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman): “Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku.”[11]

Taurat diturunkan kepada Nabi Musa ‘alaihis salam dalam bahasa Ibrani dan Taurat diturunkan pada hari keenam di bulan Ramadhan. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Watsilah bin al-Asqa’ radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَأُنْزِلَتِ التَّوْرَاةُ لِسِتٍّ مَضَيْنَ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ

"Taurat diturunkan pada hari keenam di Ramadhan."[12]

Isi pokok Taurat adalah 10 firman Allah subhanahu wa ta’ala bagi Bani Israil (The Ten Commandments). Selain itu, Taurat berisikan tentang aqidah, tauhid, sejarah nabi-nabi terdahulu dan kumpulan hukum atau syari’at yang diberikan kepada Bani Israil. 10 firman Allah subhanahu wa ta’ala kepada Bani Israil (The Ten Commandments), yaitu:
1.       Mengakui keesaan Allah subhanahu wa ta’ala (Tauhid)
2.      Larangan menyembah berhala
3.      Larangan menyebut nama Allah subhanahu wa ta’ala dengan sembarangan
4.      Memuliakan hari Sabtu
5.      Menghormati orang tua
6.      Larangan membunuh
7.      Larangan berzina
8.     Larangan mencuri
9.      Larangan berdusta
10.  Larangan menginginkan sesuatu yang menjadi hak orang lain.

Taurat yang ada saat ini yaitu yang dikenal dengan Kitab Perjanjian Lama atau Pentateukh, maka kitab tersebut bukanlah Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa ‘alaihis salam, hal tersebut dapat kita perhatikan dari banyaknya kontradiksi di dalamnya, terdapat banyak kesalahan ilmiah serta ketidakmampuan mereka para Rabi Yahudi menunjukan sanad ilmiah yang shahih hingga Nabi Musa ‘alaihis salam. Selain itu kitab Taurat pun sempat hilang beberapa kali sebagaimana telah diakui oleh para Rabi Yahudi sebagaimana yang terjadi pada masa penyerangan Nebukadnezar ke tanah Palestina di masa lalu. Allah subhanahu wa ta’ala pun menyatakan bahwa Taurat telah isinya telah dicampuri dan dirubah oleh Bani Israil, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَٰذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا ۖ فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُونَ

“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; “Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka Kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan Kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan.”[13]

4.     Zabur

Zabur adalah kitab yang Allah subhanahu wa ta’ala turunkan kepada Nabi Dawud ‘alaihis salam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَرَبُّكَ أَعْلَمُ بِمَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۗ وَلَقَدْ فَضَّلْنَا بَعْضَ النَّبِيِّينَ عَلَىٰ بَعْضٍ ۖ وَآتَيْنَا دَاوُودَ زَبُورًا

“Dan Tuhan-mu lebih mengetahui siapa yang (ada) di langit dan di bumi. Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain), dan Kami berikan Zabur kepada Dawud.”[14]

Zabur diturunkan kepada Nabi Dawud ‘alaihis salam dalam bahasa Ibrani. Zabur juga dalam bahasa Arab disebut dengan Mazmur dan jamaknya Mazamir yang bermakna nyanyian atau sya’ir rohani. Isi kandungan Zabur hanya berisi pujian-pujian kepada Allah subhanahu wa ta’ala, hikmah, nasihat, pelajaran-pelajaran, ucapan rasa syukur dan do’a-do’a. Zabur tidak berisi mengenai hukum atau syari’at karena umat Nabi Dawud ‘alaihis salam masih diwajibkan untuk mengikuti hukum atau syari’at Taurat.

5.     Injil

Injil adalah kitab yang Allah subhanahu wa ta’ala turunkan kepada Nabi ‘Isa ‘alaihis salam sebagai petunjuk bagi Bani Israil serta membenarkan kitab yang diturunkan sebelumnya yaitu Taurat dan Zabur. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَقَفَّيْنَا عَلَىٰ آثَارِهِمْ بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ التَّوْرَاةِ ۖ وَآتَيْنَاهُ الْإِنْجِيلَ فِيهِ هُدًى وَنُورٌ وَمُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ التَّوْرَاةِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةً لِلْمُتَّقِينَ

“Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi nabi Bani Israil) dengan ‘Isa putera Maryam, membenarkan Kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang didalamnya (ada) petunjuk dan dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.”[15]

Injil diturunkan dalam bahasa Ibrani, beberapa ulama mengatakan turun dalam bahasa Aramaik. Injil diturunkan kepada Nabi ‘Isa ‘alaihis salam pada hari ketiga belas di bulan Ramadhan. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Watsilah bin al-Asqa' radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَالْإِنْجِيلُ لِثَلَاثَ عَشْرَةَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ

"Injil diturunkan pada hari ketiga belas di Ramadhan."[16]

Isi pokok dalam Injil adalah penyempurna serta menguatkan apa-apa yang telah ada dalam Taurat, selain itu pada umumnya isi kandungan Injil adalah mengajak untuk hidup zuhud. Seperti yang terjadi pada Taurat, Injil pun mengalami banyak sekali distorsi. Diantara bukti bahwa Injil mengalami banyak distorsi adalah fakta bahwa Injil yang saat ini dipegang oleh umat Nasrani yaitu Injil Lukas, Injil Markus, Injil Mathius dan Injil Yohannes bukanlah Injil yang diturunkan kepada Nabi ‘Isa ‘alaihis salam. Injil-injil tersebut ditulis beberapa tahun setelah Nabi ‘Isa ‘alahis salam wafat sehingga banyak sekali kesalahan ilmiah serta kontradiksi antara satu versi dengan versi yang lainnya. Selain itu Injil yang ada saat ini tidak ada satu pun para pendeta Nasrani yang dapat membuktikan dengan sanad bahwa Injil yang ada saat ini adalah Injil yang diturunkan kepada Nabi ‘Isa ‘alaihis salam.

6.     al-Qur’an

al-Qur’an adalah kalamullah yang paling sempurna dan tidak ada yang dapat menyamainya, diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui perantara Jibril ‘alaihis salam sebagai mukjizat terbesar dan juga petunjuk serta pedoman bagi seluruh alam. al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab dengan tingkat bahasa yang sangat tinggi namun mudah difahami, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

نَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.”[17]

al-Qur’an diturunkan dari Lauh al-Mahfuzh ke langit dunia pada bulan Ramadhan, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil).”[18]

Tepatnya pada Lailah al-Qadr (Malam Kemuliaan) sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada malam kemuliaan.”[19]

Kemudian al-Qur’an diturunkan dari langit dunia kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan dan 2 hari

al-Qur’an memiliki sanad mutawatir sehingga tidak ada kemungkinan untuk dipalsukan walaupun hanya satu huruf, karena al-Qur’an telah dijaga keotentikannya oleh Allah subhanahu wa ta’ala, hal ini dapat diperhatikan dari jumlah hafizh al-Qur’an (pengahfal al-Qur’an) yang sangat banyak di seluruh penjuru dunia. Salah satu keutamaan al-Qur’an dibandingkan dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala lainnya seperti Taurat dan Injil adalah bahwasanya al-Qur’an jika dibaca maka pembacanya akan mendapatkan pahala setiap hurufnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ ، وَالحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ، وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ

“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari al-Qur’an, maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi sepuluh kebaikan semisalnya, dan aku tidak mengatakan Alif Lam Mim itu satu huruf, akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf.”[20]

Selain keutamaan di atas, al-Qur’an pun memiliki banyak sekali keutamaan bagi siapa saja yang membaca, memahami, mengamalkan serta mengajarkannya.

Menurut sebagian ahli tafsir, terdapat banyak istilah dalam berbagai ayat al-Qur'an yang dianggap merujuk sebagai nama lain al-Qur’an, yaitu:
  • al-Kitab (Buku)
  • al-Furqan (Pembeda benar salah)
  • adz-Dzikr (Pemberi peringatan)
  • al-Mau'izhah (Pelajaran atau nasihat)
  • al-Hukm (Peraturan atau hukum)
  • al-Hikmah (Kebijaksanaan)
  • asy-Syifa (Obat atau penyembuh)
  • al-Huda (Petunjuk)
  • at-Tanzil (Yang diturunkan)
  • ar-Rahmat (Karunia)
  • ar-Ruh (Ruh)
  • al-Bayan (Penerang)
  • al-Kalam (Ucapan atau firman)
  • al-Busyra (Kabar gembira)
  • an-Nur (Cahaya)
  • al-Basha'ir (Pedoman)
  • al-Balagh (Penyampaian atau kabar)
  • al-Qaul (Perkataan atau ucapan)

al-Qur'an terdiri atas 114 surah, 30 juz dan 6236 ayat menurut riwayat Hafsh, 6262 ayat menurut riwayat ad-Dur dan 6214 ayat menurut riwayat Warsy. Secara umum, al-Qur'an terbagi menjadi 30 bagian yang dikenal dengan nama juz. Pembagian juz memudahkan mereka yang ingin menuntaskan pembacaan al-Qur'an dalam kurun waktu 30 hari. Terdapat pembagian lain yang disebut manzil, yang membagi al-Qur'an menjadi 7 bagian.

Kedudukan al-Qur’an sebagai kitab yang paling sempurna dan diwahyukan terakhir oleh Allah subhanahu wa ta’ala, menjadikan al-Qur’an ini sebagai penyempurna serta menasakh (menghapus) semua hukum-hukum dalam kitab-kitab sebelumnya. Maka setiap ajaran yang terdapat dalam kitab-kitab sebelum al-Qur’an baik itu ajaran yang benar apalagi yang telah diselewengkan oleh para Ahli Kitab, maka al-Qur’an telah menasakhnya (menghapusnya). Bahkan terdapat sebuah riwayat yang menceritakan mengenai kemarahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu melihat-lihat lembaran dan membacakan Taurat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَمُتَهَوِّكُوْنَ فِيْهَا يَا ابْنَ الْخَطَّابِ؟ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَقَدْ جِئْتُكُمِ بِهَا بَيْضَاءَ نَقِيَّةً ، لاَ تَسْأَلُوْهُمْ عَنْ شَيْءٍ فَيُخْبِرُوكُمْ بِحَقٍّ فَتُكَذِّبُوْا بِهِ أَوْ بِبَاطِلٍ فَتُصَدِّقُوْا بِهِ ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ مُوْسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ كَانَ حَيًّا مَا وَسِعَهُ إِلاَّ أَنْ يَتَّبِعَنِي

“Apakah engkau termasuk orang yang bingung, wahai Ibnu al-Khaththab? Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku telah datang kepada kalian membawa agama yang putih bersih. Janganlah kalian menanyakan sesuatu kepada mereka (ahli kitab), sehingga mereka mengabarkan al-haq (kebenaran) kepada kalian lantas kalian mendustakannya. Atau mereka mengabarkan satu kebatilan lantas kalian membenarkannya. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Musa ‘alaihis salam masih hidup, niscaya tidaklah boleh baginya kecuali mengikuti aku.”[21]

Hadits diatas menjadi dalil bahwa hukum mempelajari kitab-kitab selain al-Qur’an adalah haram bagi orang awam. Namun bagi seorang cendekiawan yang aqidahnya telah kuat maka mempelajari kitab-kitab selain al-Qur’an dengan tujuan untuk mengetahui kelemahan serta kesalahan kitab-kitab tersebut maka itu diperbolehkan sebagai salah satu metode berdakwah kepada orang-orang kafir agar mereka mau menerima kebenaran Islam sebagaimana yang dilakukan oleh beberapa cendekiawan muslim saat ini seperti asy-Syaikh Ahmad Deedat rahimahullah dan asy-Syaikh Zakir Naik al-Hindi hafizhahullah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”[22]

Demikianlah penjelasan ringkas mengenai kitab-kitab Allah, bahwasanya jumlah kitab-kitab Allah subhanahu wa ta’ala sangatlah banyak, namun bilangan pastinya tidak diketahui. Sedangkan yang disebutkan dalam al-Qur’an ada enam yaitu Shuhuf Ibrahim, Shuhuf Musa, Taurat, Zabur, Injil dan al-Qur’an. al-Qur’an adalah kitab terakhir yang Allah subhanahu wa ta’ala turunkan dan al-Qur’an ini menyempurnakan serta menasakh (menghapus) semua hukum-hukum dalam kitab-kitab sebelumnya. Maka wajib bagi siapapun untuk tunduk dan patuh terhadap seluruh ajaran dan hukum-hukum yang terdapat dalam al-Qur’an. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ


[1] QS. al-Baqarah [2] : 4
[2] HR. Ibnu Hibban no. 361
[3] HR. Ahmad no. 16921
[4] QS. an-Najm [53] : 33-41
[5] QS. al-A’la [87] : 14-19
[6] HR. Ibnu Hibban no. 361
[7] az-Zuhd. hal. 97
[8] QS. an-Najm [53] : 33-41
[9] QS. al-A’la [87] : 14-19
[10] HR. Ibnu Hibban no. 361
[11] QS. al-Isra’ [17] : 2
[12] HR. Ahmad no. 16921
[13] QS. al-Baqarah [2] : 79
[14] QS. al-Isra’ [17] : 55
[15] QS. al-Ma’idah [5] : 46
[16] HR. Ahmad no. 16921
[17] QS. Yusuf [12] : 2
[18] QS. al-Baqarah [2]: 185
[19] QS. al-Qadr [97] : 1
[20] HR. at-Tirmidzi no. 2910
[21] HR. Ahmad no. 15094
[22] QS. an-Nahl [16] : 125


Referensi

  • al-Qur’an al-Kariim
  • al-Imam Abu ‘Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. al-Musnad. 1416 H. Dar al-Hadits Kairo.
  • al-Imam Abu Bakar ‘Abdullah bin Muhammad bin Abi ad-Dunya al-Qurasyi al-Baghdadi. Kitab az-Zuhd. 1420 H. Dar Ibn Katsir Damaskus.
  • al-Imam Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah at-Tirmidzi. Jami’ at-Tirmidzi. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Abu Hatim Muhammad bin Hibban bin Ahmad bin Hibban bin Mu’adz bin Ma’bud at-Tamimi. Shahih Ibnu Hibban bi Tartib Ibnu Balban. 1414 H. Mu'asasah ar-Risalah Beirut.

Mengapa Kita Harus Mempelajari Ilmu Agama?

‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka ia lebih banyak merusak dibandingkan memperbaiki.” (Majmu’ Fatawa, Juz 2 hal. 382)


Salah satu konsekuensi kita sebagai seorang muslim adalah mengetahui serta memahami mengenai syari’at agama yang kita anut. Tentu saja hal tersebut adalah suatu yang sangat dharuri dan urgent. Setidaknya ada 5 hal yang menjadi alasan kuat mengapa kita harus mempelejari ilmu agama, antara lain:

1.      Menuntut ilmu agama adalah suatu kewajiban

Menuntut ilmu agama merupakan suatu kewajiban yang dibebankan kepada setiap individu muslim. Segala sesuatu yang wajib, maka tentulah harus dilaksanakan tanpa terkecuali. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

طَلَبُ العِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَىْ كُلِّ مُسْلِمٍ

“Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap msulim.”[1]

Ketika seorang muslim telah mempelajari mengenai agamanya, tentu saja dia akan memahami dan dapat membedakan mana yang haq dan mana yang bathil, mana yang halal dan mana yang haram, dan ia pun tentu saja akan mengetahui bagaimana cara yang benar dalam beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Karena hakikatnya, ilmu adalah pelita yang menerangi jiwa seorang muslim. Sebagaimana sebuah lilin yang cahayanya dapat menyinari langkah-langkah kita dalam kegelapan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ خَلَقَ خَلْقَهُ فِي ظُلْمَةٍ ، ثُمَّ أَلْقَى عَلَيْهِمْ مِنْ نُورِهِ يَوْمَئِذٍ ، فَمَنْ أَصَابَهُ مِنْ نُورِهِ يَوْمَئِذٍ اهْتَدَى ، وَمَنْ أَخْطَأَهُ ضَلَّ

“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla menciptakan makhluk-Nya dalam kegelapan. Lalu Allah memberikan kepada mereka dari cahaya-Nya, maka siapa saja yang mendapatkan cahaya tersebut, maka dia mendapatkan hidayah dan siapa yang tidak mendapatkannya maka dia tersesat.”[2]

2.     Agar memahami fungsi dan tujuan penciptaannya

Segala sesuatu tentu saja diciptakan memiliki fungsi dan tujuan. Termasuk pula manusia. Ketika seseorang mempelajari ilmu syar’i tentu saja dia akan mengetahui untuk apa Allah subhanahu wa ta’ala menciptakannya. Fungsi dan tujuan tersebut adalah suatu amanah yang besar dimana tidak ada yang sanggup memikulnya selain manusia. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.”[3]

Tujuan Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan manusia adalah untuk beribadah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”[4]

Ibadah pun perlu keikhlasan, karena Allah subhanahu wa ta’ala hanya memerintahkan kita untuk beribadah dengan ikhlas. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”[5]

Sedangkan fungsi manusia diciptakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala di muka bumi adalah untuk menjadi khalifah yang betugas mengatur keseimbangan dunia. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”[6]

Amanah sebagai khalifah ini sangatlah besar, karena manusia sebagai khalifah berkedudukan sebagai ‘wakil Allah’ yang bertugas mengatur dan mengelola bumi sebaik mungkin sesuai dengan yang Allah subhanahu wa ta’ala amanahkan kepada setiap manusia.

3.     Agar amal kita diterima

al-Imam al-Bukhari rahimahullah membuat satu bab dalam kitabnya Shahihnya:

العِلْمُ قَبْلَ القَوْلِ وَالْعَمَلِ

“Ilmu sebelum berkata dan beramal.”

Seorang muslim tentulah harus beribadah sesuai dengan apa yang dicontohkan, maka wajiblah bagi seorang muslim yang diperintahkan untuk beribadah untuk mempelajari ilmu agama. Salah satu penyebab kesesatan dalam beragama adalah beribadah tanpa ilmu. ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz rahimahullah berkata:

من عبد الله بغير علم كان ما يفسد أكثر مما يصلح

“Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka ia lebih banyak merusak dibandingkan memperbaiki.”[7]

Selain itu seseorang yang beribadah tanpa dilandasi oleh ilmu dan juga dalil, maka ibadahnya dapat tertolak dan sia-sialah apa yang telah dilakukannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak.”[8]

4.     Agar tidak taklid buta

Salah satu alasan mengapa kita harus mempelajari ilmu agama adalah agar kita tidak taklid buta. Taklid buta adalah salah satu sebab utama munculnya kesesatan serta kebid’ahan di dalam Islam. Hal ini disebabkan oleh ketidak kritisan seorang muslim terhadap apa yang telah disampaikan oleh guru-gurunyanya. Guru adalah seorang yang wajib kita hormati, namun guru tetaplah manusia yang pasti bisa salah, maka sikap seorang muslim tentu saja harus kritis dan ilmiah terhadap segala sesuatu yang disampaikan oleh guru-guru kita. Karena hakikatnya beribadah atau beramal itu haruslah dilandasi ilmu, bukan hanya sekedar ikut-ikutan tanpa tahu landasannya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”[9]
                                           
5.     Agar memperoleh petunjuk hidup

Dan ini adalah alasan yang merupakan rangkuman dari semua alasan mengapa kita harus mempelajari ilmu agama yaitu agar memperoleh petunjuk hidup. Seperti seseorang yang memiliki laptop keluaran terbaru, maka dia tidak mungkin bisa menggunakan dan mengoptimalkan laptopnya sebelum dia mempelajari buku manual atau buku panduan yang diberikan oleh distributornya sebagai petunjuk baginya dalam mengoperasikan laptop terbarunya itu. Hal ini pun berlaku bagi manusia, seseorang tidak akan bisa menjalani kehidupan dengan baik di dunia sebelum dia membaca buku manual kehidupan yang telah Allah subhanahu wa ta’ala berikan kepadanya yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah yang merupakan rujukan utama dari khazanah keilmuan Islam. Dengan seseorang mempelajari al-Quran dan juga as-Sunnah maka dia akan mendapatkan cahaya petunjuk yang akan meneranginya menuju jalan keselamatan dan keridhaan-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

قَدْ جَاءَكُمْ مِنَ اللَّهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُبِينٌ  يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

“Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan  Allah mengeluarkan mereka dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.”[10]


[1] HR. Ibnu Majah no. 224
[2] HR. at-Tirmidzi no. 2642
[3] QS. al-Ahzab [33] :72
[4] QS. adz-Dzariyat [51} : 56
[5] QS. al-Bayyinah [98] : 5
[6] QS. al-Baqarah [2] : 30
[7] Majmu’ Fatawa, Juz 2 hal. 382
[8] HR. Muslim no. 1718
[9] QS al-Isra’ [17] : 36
[10] QS. al-Maidah [5] : 5-6


Referensi

  • al-Qur’an al-Kariim
  • al-Imam Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi. Shahih Muslim. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Yazid bin Majah al-Qazwaini. Sunan Ibnu Majah. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah at-Tirmidzi. Jami’ at-Tirmidzi. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • asy-Syaikh Abu al-‘Abbas Taqiyuddin Ahmad bin ‘Abdussalam bin ‘Abdullah bin Taimiyyah al-Harrani. Majmu’ Fatawa Syaikh al-Islam Ahmad bin Taimiyyah. 1425 H. Majmu’ al-Malik Fahd li Thaba’ah al-Mushhaf asy-Syarif Madinah al-Munawwarah.

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top