Siapakah Rasul Pertama?
“Mereka mendatangi Nuh lalu berkata: “Wahai
Nuh, engkau adalah rasul pertama bagi penduduk bumi, Allah menyebutmu sebagai hamba
yang sangat bersyukur.” (HR al-Bukhari no. 4343 dan Muslim no. 194)
Dalam
riwayat yang shahih dijelaskan bahwa jumlah Nabi sangatlah banyak yaitu 124.000
sedangkan Rasul hanyalah 313 orang dalam riwayat lain 315 orang saja, dimana
hanya 25 orang atau 26 orang saja yang namanya tercatat dalam al-Qur’an. perlu
difahami bahwa nabi dan rasul adalah berbeda, seorang rasul sudah pasti nabi,
namun seorang nabi belum tentu dia adalah rasul, karena hal itulah maka jumlah
nabi lebih banyak dari jumlah rasul.
Nabi
adalah seseorang yang diberikan wahyu oleh Allah subhanahu wa ta’ala dengan suatu syari’at namun tidak diperintahkan
untuk menyampaikannya, akan tetapi mengamalkannya sendiri tanpa ada keharusan
untuk menyampaikannya. Sedangkan Rasul adalah seseorang yang mendapatkan wahyu
dari Allah subhanahu wa ta’ala dengan
suatu syari’at dan dia diperintahkan untuk menyampaikannya kepada umatnya serta
mengamalkannya.
Termasuk
salah satu aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah adalah beriman bahwasanya rasul
pertama yang diutus adalah Nabi Nuh ‘alaihis
salam. Dalil yang menjadi landasan bahwa Nabi Nuh ‘alaihis salam adalah rasul pertama adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:
إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَىٰ نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ
مِنْ بَعْدِهِ
“Sesungguhnya Kami telah memberkan wahyu
kepadamu sebagamana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang
kemudiannya.”[1]
Dalam ayat ini terdapat kalimat
وَالنَّبِيِّينَ مِنْ بَعْدِهِ “dan
nabi-nabi yang kemudiannya”, hal ini menunjukan bahwa Nabi Nuh ‘alaihis salam adalah rasul pertama, seandainya
beliau bukanlah rasul pertama pasti Allah subhanahu
wa ta’ala akan menunukkan hal tersebut dalam ayat ini. Selain itu, tidak
ada satu pun dalil dari al-Qur’an yang menyatakan bahwa Nabi Adam ‘alaihis salam diutus dengan membawa
risalah kepada suatu kaum, berbeda dengan Nabi Nuh ‘alaihis salam yang dalam beberapa ayat dijelaskan bahwa beliau
diutus kepada suatu kaum, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:
إِنَّا
أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوْمِهِ أَنْ أَنْذِرْ قَوْمَكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُمْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh
kepada kaumnya (dengan memerintahkan): “Berilah kaummu peringatan sebelum datang
kepadanya azab yang pedih."[2]
Dan juga firman Allah subhanahu wa ta’ala:
لَقَدْ
أَرْسَلْنَا نُوحاً إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُواْ اللَّهَ مَا لَكُم
مِّنْ إِلَـهٍ غَيْرُهُ إِنِّيَ أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh
kepada kaumnya lalu ia berkata: “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak
ada Tuhan bagimu selain-Nya.” Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah),
aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).”[3]
Sedangkan
dari hadits, maka hadits yang menunjukan bahwa Nabi Nuh ‘alaihis salam adalah rasul pertama adalah sebuah hadits panjang yang
diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu mengenai keadaan umat manusia di padang masyhar. Dalam hadits
tersebut dikatakan:
اذْهَبُوا
إِلَى نُوحٍ فَيَأْتُونَ نُوحًا فَيَقُولُونَ يَا نُوحُ إِنَّكَ أَنْتَ أَوَّلُ الرُّسُلِ
إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ وَقَدْ سَمَّاكَ اللَّهُ عَبْدًا شَكُورًا
“Mereka mendatangi Nuh lalu berkata: “Wahai
Nuh, engkau adalah rasul pertama bagi penduduk bumi, Allah menyebutmu sebagai hamba
yang sangat bersyukur.”[4]
Beberapa
ulama menyakan bahwa rasul pertama adalah Nabi Adam ‘alaihis salam, mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan
dari Abu Dzar al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu,
beliau berkata:
أَتَيْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهو فِي الْمَسْجِدِ فَجَلَسْتُ
فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَمْ وَفَاءُ عِدَّةِ الْأَنْبِيَاءُ؟ قَالَ مِائَةُ
أَلْفٍ وَأَرْبَعَةٌ وَعِشْرُونَ أَلْفًا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَمِ الرُّسُلُ
مِنْ ذَلِكَ؟ قَالَ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَخَمْسَةَ عَشَرَ جَمًّا غَفِيرًا قُلْتُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ مَنْ كَانَ أَوَّلُهُمْ؟ قَالَ آدَمُ ، قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
أَنَبِيٌّ مُرْسَلٌ؟ قَالَ نَعَمْ خَلَقَهُ اللَّه بِيَدِهِ وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ
وَكَلَّمَهُ قِبَلًا
“Saya mendatangi Rasululah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan beliau sedang berada di dalam masjid, kemudian saya duduk dan
bertanya: “Wahai Rasulullah, berapa jumlah para nabi? Beliau menjawab: “140.000
orang”, kemudian saya bertanya kembali: “Wahai Rasulullah, berapa jumlah para
rasul?” Beliau menjawab: “315 orang banyak sekali”, kemudian saya bertanya
kembali: “Wahai Rasulullah, siapakah yang pertama diantara mereka?” Beliau
menjawab: “Adam”, lalu saya bertanya: “Apakah beliau seorang nabi yang diutus?”
Beliau menjawab: “Ya, Allah menciptakannya dengan kedua tangan-Nya, meniupkan
ruh kepadanya dari ruh-Nya dan berbicara kepadanya secara berhadapan.”[5]
Namun hadits diatas derajatnya
lemah sekali (dha’if jiddan) karena dalam sanadnya terdapat perawi bernama Ibrahim
bin Hisyam bin Yahya al-Ghassani adDimasyqi yang dianggap pendusta dan ditinggalkan
riwayatnya.
Karena status
hadits yang menyakan bahwa Nabi Adam ‘alaihis
salam adalah rasul pertama adalah dha’if jiddan, sedangkan terdapat hadits
shahih yang menunjukan bahwa Nabi Nuh ‘alaihis
salam adalah rasul pertama ditambah pula penjelasan dari al-Qur’an yang menunjukan
bahwa Nabi Nuh ‘alaihis salam adalah
rasul pertama, maka dapat disimpulkan bahwa rasul pertama adalah Nabi Nuh ‘alaihis salam.
Salah satu
sebab mengapa Nabi Nuh ‘alaihis salam
merupakan rasul pertama karena pada masa ini mulailah muncul kesyirikan, dimana
masa antara Nabi Adam ‘alaihis salam
hingga Nabi Nuh ‘alaihis salam umat
manusia masih berada dalam fitrahnya yaitu bertauhid, namun setelah masa Nabi
Nuh ‘alaihis salam maka orang-orang
mulai melakukan kesyirikan yang disebabkan oleh terlalu ghuluw atau berlebihan
dalam mengkultuskan orang-orang shalih yang telah meninggal. Hal ini dijelaskan
dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَقَالُوا
لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ
وَنَسْرًا
“Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali
kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali
kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq
dan nasr.”[6]
Mengenai ayat diatas, al-Imam
Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
وهي
أسماء رجال صالحين من قوم نوح عليه السلام ، فلما هلكوا أوحى الشيطان إلى قومهم أن
انصبوا إلى مجالسهم التي كانوا يجلسون فيها أنصابا وسموها بأسمائهم ، ففعلوا ، فلم
تعبد حتى إذا هلك أولئك وتنسخ العلم عبدت
“Pada mulanya nama-nama tersebut (yaitu Wadd,
Suwwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr) merupakan nama orang-orang shalih dari
kalangan kaum Nabi Nuh ‘alaihis salam. Ketika mereka meninggal dunia, setan
membisikkan kepada kaum mereka” “Buatkanlah tugu-tugu pada bekas tempat-tempat
duduk mereka berupa patung-patung, lalu namailah dengan nama-nama mereka.” Maka
mereka melakukannya, dan pada mulanya tidak disembah. Tetapi lama-kelamaan
setelah ilmu diangkat dari mereka, maka mulailah patung-patung itu disembah dan
dipuja.”[7]
Karena hal inilah Allah subhanahu wa ta’ala mengutus Nabi Nuh ‘alaihis salam kepada kaumnya agar
kaumnya kembali bertauhid dan menjauhi segala bentuk kesyirikan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
إِنَّا
أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوْمِهِ أَنْ أَنْذِرْ قَوْمَكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُمْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي لَكُمْ نَذِيرٌ مُبِينٌ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ
وَاتَّقُوهُ وَأَطِيعُونِ
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh
kepada kaumnya (dengan memerintahkan): “Berilah kaummu peringatan sebelum
datang kepadanya azab yang pedih”, Nuh berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku
adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu, (yaitu) sembahlah
olehmu Allah, bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku.”[8]
Demikianlah
penjelasan mengenai siapakah rasul pertama yang diutus ke muka bumi, beliau
adalah Nabi Nuh ‘alaihis salam. Sedangkan
Nabi Adam ‘alaihis salam hanyalah
seorang nabi namun bukan rasul. Wallahu a’lam.
Semoga bermanfaat.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
[1] QS.
an-Nisa’ [4] : 163
[2] QS.
Nuh [71] : 1
[3] QS.
al-A’raf [7] : 59
[4] HR al-Bukhari
no. 4343 dan Muslim no. 194
[5] HR.
Ibnu Hibban no. 361
[6] QS.
Nuh [71] : 23
[7] Tafsir
al-Qur’an al-‘Azhiim, Juz 8 hal. 235
[8] QS.
Nuh [71] : 1-3
Referensi
- al-Qur’an al-Kariim
- al-Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ism’ail al-Ju’fi al-Bukhari. Shahih al-Bukhari. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
- al-Imam Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi. Shahih Muslim. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
- al-Imam Abu Fida’ Isma’il bin ‘Umar bin Katsir al-Qurasyi ad-Dimasyqi. Tafsir al-Qur’an al-‘Azhiim. 1420 H. Dar Thayyibah li an-Nasyr wa at-Tauzi’ Riyadh.
- al-Imam Abu Hatim Muhammad bin Hibban bin Ahmad bin Hibban bin Mu’adz bin Ma’bud at-Tamimi. Shahih Ibnu Hibban bi Tartib Ibnu Balban. 1414 H. Mu'asasah ar-Risalah Beirut.