Kisah ‘Abdah bin ‘Abdurrahim, Murtadnya Seorang Hafizh Al-Qur'an

“Orang-orang yang kafir itu seringkali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim. Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka).” (QS. Al-Hijr [15] : 2-3)


Lelaki gagah itu mengayunkan pedangnya menebas satu demi satu tubuh pasukan Romawi. Dahulunya dia termasuk dari Tabi’in yang hafal Al-Qur’an. Namanya adalah sebaik-baik nama, ‘Abdah bin ‘Abdurrahiim. Keimanannya tak diragukan. Adakah bandingannya di dunia ini seorang mujahid yang hafal Al-Qur’an, terkenal akan keilmuannya, kezuhudannya, ibadahnya, puasa Daudnya serta ketaqwaan dan keimanannya?

Namun tak dinyana terjadi musibah di akhir hayatnya. Dia mati dengan tidak membawa iman Islamnya. Murtad sebagai Nasrani. Padahal dahulunya ia hafal semua isi Al-Qur’an, namun semua hilang tak tersisa kecuali dua ayat saja. Ayat apakah itu? Apa yang melatarbelakangi dia keluar dari Diinullah. Inilah kisahnya:

Pedangnya masih berkilat-kilat memantul cahaya mentari yang panas di tengah padang pasir yang gersang. Masih segar berlumur merahnya darah orang Romawi. Ia hantarkan orang Romawi itu ke neraka dengan pedangnya.

Tak disangka pula, nantinya dirinya pun dihantar ke neraka oleh seorang wanita Romawi, tidak dengan pedang melainkan dengan asmara.

Kaum muslimin sedang mengepung kampung Romawi. Tiba-tiba mata ‘Abdah tertuju kepada seorang wanita Romawi di dalam benteng. Kecantikan dan pesona wanita pirang itu begitu dahsyat mengobrak-abrik hatinya. Dia lupa bahwa tak seorang pun dijamin lolos su’ul khatimah.

Tak tahan, ia pun mengirimkan surat cinta kepada wanita itu. Isinya kurang lebih: “Adinda, bagaimana caranya agar aku bisa sampai ke pangkuanmu?”

Perempuan itu menjawab: “Kakanda, masuklah agama Nashrani maka aku jadi milikmu.”

Syahwat telah memenuhi relung hati ‘Abdah sampai-sampai ia menjadi lupa akan imannya, tuli peringatan dan buta Al-Qur’an. Hatinya terbangun tembok anti hidayah.

خَتَمَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ وَعَلَى أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat. (QS. Al-Baqarah [2] : 7)

Pesona wanita itu telah mampu mengubur imannya di dasar samudra. Demi tubuh cantik nan fana itu ia rela tinggalkan Islam.

Menikahlah dia di dalam benteng. Kaum muslimin yang menyaksikan ini sangat terguncang. Bagaimana mungkin? Bagaimana bisa seorang hafidz yang hatinya dipenuhi Al-Qur’an meninggalkan Allah.

Ketika dibujuk untuk taubat ia tak bisa. Ketika ditanyakan kepadanya, “Dimana Al Quranmu yang dulu???”

Ia menjawab, “Aku telah lupa semua isi Al-Quran kecuali dua ayat saja yaitu:

رُبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ كَانُوا مُسْلِمِينَ ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ

“Orang-orang yang kafir itu seringkali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim. Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka).” (QS. Al-Hijr [15] : 2-3)

Seolah ayat ini adalah hujjah untuk dirinya, kutukan sekaligus peringatan Allah yang terakhir namun tak digubrisnya. Dan ia bahagia hidup berlimpah harta dan keturunan bersama kaum Nashrani. Dalam keadaan seperti itulah hingga ajal menjemputnya. Mati dalam keadaan di luar agama Islam.

Ya Allah, seorang hafidz nan mujahid saja bisa Kau angkat nikmat imannya berbalik murtad jika sudah ditetapkan murtad, apalagi hamba yang banyak cacat ini. Tak punya amal andalan.

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

“Tidak pernah kutinggalkan setelahku fitnah yang lebih dahsyat bahayanya bagi kaum pria daripada fitnah wanita.” (HR. Al-Bukhari no. 5096 dan Muslim no. 2740)

Saudara-saudariku, doakan aku dan aku doakan pula kalian agar Allah lindungi kita dari fitnah wanita/fitnah manusia dan fitnah dunia serta dihindarkan dari ketetapan yang buruk di akhir hayat.

Semoga para suami, para anak-anak laki, saudara-saudara laki kita. keluarga kita semua,teman-teman lelaki sesama muslim, selalu dalam lindungan Allah, dijauhkan dari syahwat dan maksiat,selamat dunia akhirat. Aamiin.

Sumber: Disarikan dari tulisan Syaikh DR. Hamid Ath-Thahir Al-Basyuni hafizhahullah dalam buku “Di bawah Kilatan Pedang” (101 Kisah Heroik Mujahidin).

Bolehkah Pakaian Muslimah Berwarna Selain Hitam?

“Bahwasannya ia (Ibrahim An-Nakha’i) bersama ’Alqamah dan Al-Aswad masuk menemui istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka ia melihat mereka mengenakan mantel berwarna merah.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)


Seseorang bertanya kepada penulis perihal bolehkah seorang akhwat menggunakan jilbab yang berwarna selain hitam? Sebelumnya sering sekali penulis mendengar hal ini dari saudara-saudara kita yang sudah mengenal sunnah, mereka berkata bahwa akhwat hanya diperbolehkan menggunakan pakaian berwarna hitam atau gelap saja karena jika tidak maka akan menjadi tabaruj. Kemudian penulis pun berfikir, bagaimana dengan saudari-saudari kita para ummahat yang biasa menggunakan jilbab berwarna putih, bahkan orang tua kita, ibu kita, bibi kita pun sering sekali menggunakan jilbab berwarna putih. Bahkan penulis pun ingat bahwa pakaian yang biasa dipakai shalat oleh saudari-saudari mulimah (mukena) pun berwarna putih. Dan juga penulis pun mengingat sebuah artikel mengenai kunjungan Presiden Jokowi ke NTB dan disana beliau disambut oleh saudara muslim kita dengan pakaian adat disana, dan pakaian muslimahnya bercadar namun berwarna-warni seperti corak kain sarung. Lalu bolehkah sebenarnya seorang akhwat menggunakan pakaian yang berwarna selain hitam atau gelap?

Pertama, perlu diperhatikan bahwa pakaian akhwat yang paling utama adalah hitam atau yang gelap karena pakaian dengan warna ini adalah yang paling mendekati kesempurnaan dalam penerapan syari’at berhijab bagi muslimah, dan pakaian dengan warna hitam atau gelap adalah pakaian yang biasa digunakan oleh para sahabiyah pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini sebagaimana atsar yang shahih yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:

لَمَّا نَزَلَتْ : (يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ) خَرَج نِسَاء الأنْصَار كأن على رُؤوسهن الغِرْبَان مِن الأكْسِيَة

“Ketika turun ayat “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka” (QS. Al-Ahzab [33] : 59), maka keluarlah wanita-wanita anshar (dari rumah-rumah mereka) dimana seakan-akan diatas kepala mereka terdapat burung gagak dari pakaian (hitam) yang mereka kenakan.” (HR. Abu Dawud no. 4101)

Dalam hadits diatas kita bisa mengetahui bahwa sebagian besar para sahabiyah dari kaum Anshar pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggunakan pakaian hitam atau gelap sebagaimana warna bulu dari burung gagak. Namun perlu pembaca perhatikan pula bahwa hadits diatas tidak menunjukan akan wajibnya memakai pakaian berwarna hitam karena hadits di atas tidak menunjukan perintah dari Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi menunjukan ‘urf masyarakat madinah saat itu, yaitu bahwa pakaian yang biasa digunakan oleh wanita madinah saat itu adalah berwarna hitam atau gelap. Lalu bolehkah menggunakan warna selain hitam atau gelap? Maka sesuai dengan konteks hadits diatas yang menunjukan bahwa hal itu hanya sekedar ‘urf maka menggunakan pakaian selain berwarna hitam atau gelap bagi wanita muslimah adalah diperbolehkan. Hal tersebut dapat dapat dilihat sebagaimana riwayat-riwayat berikut ini:

1.       Merah

Dari Ibrahim An-Nakha’i rahimahullah:

أنه كان يدخل مع علقمة والأسود على أزواج النبي صلى الله عليه وسلم فيراهن في اللحف الحمر

“Bahwasannya ia (Ibrahim An-Nakha’i) bersama ’Alqamah dan Al-Aswad masuk menemui istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka ia melihat mereka mengenakan mantel berwarna merah.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)

2.       Kuning

Dari Al-Qashim rahimahullah:

أن عائشة كانت تلبس الثياب الموردة بالعصفر وهي محرمة

“Bahwasanya Aisyah menggunakan pakaian yang berwarna kuning ketika sedang ihram.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)

Dari Fathimah binti Mundzir rahimahallah:

أن أسماء كانت تلبس المعصفر وهي محرمة

“Bahwasanya Asma’ menggunakan pakaian yang berwarna kuning ketika sedang ihram.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)

Dari Sa’id bin Jubair rahimahullah:

أنه رأى بعض أزواج النبي صلى الله عليه وآله وسلم تطوف بالبيت وعليها ثياب معصفرة

“Bahwasanya dia melihat sebagian istri Nabi shallallahu ‘alaiahi wa sallam mengelilingi ka’bah dan mereka menggunakan pakaina berwarna kuning.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)

Dari Ibnu Abi Malikah rahimahullah, belia berkata:

عن ابن أبي مليكة قال: رأيت على أم سلمة درعًا وملحفة مصبغتين بالعصفر

“Aku melihat Ummu Salamah menggunakan baju besi dan menggunakan mantel dan keduanya berwarna kuning.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)

3.       Hijau

Dari Ikrimah radhiyallahu ‘anhu:

أن رفاعة طلق امرأته فتزوجها عبد الرحمن بن الزبير القرظي قالت عائشة وعليها خمار أخضر فشكت إليها وأرتها خضرة بجلدها فلما جاء رسول الله صلى الله عليه وسلم والنساء ينصر بعضهن بعضا قالت عائشة ما رأيت مثل ما يلقى المؤمنات لجلدها أشد خضرة من ثوبها

“Bahwasannya Rifa’ah menceraikan istrinya yang kemudian dinikahi oleh ‘Abdurrahman bin Az-Zubair Al-Quradhy. ‘Aisyah berkata: “Dia memakai khimar yang berwarna hijau, akan tetapi ia mengeluh sambil memperlihatkan warna hijau pada kulitnya.” Ketika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tiba dan para wanita menolong satu kepada yang lainnya, maka ‘Aisyah berkata: “Aku tidak pernah melihat kondisi yang terjadi pada wanita-wanita beriman, warna kulit mereka lebih hijau daripada bajunya (karena kelunturan).” (HR. Al-Bukhari no. 5487)

4.       Bermotif

Dari Ummu Khalid binti Khalid radhiyallahu ‘anha:

بثياب فيها خميصة سوداء صغيرة فقال من ترون أن نكسو هذه فسكت القوم فقال ائتوني بأم خالد فأتي بها تحمل فأخذ الخميصة بيده فألبسها وقال أبلي واخلقي وكان فيها علم أخضر أو أصفر

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dengan membawa beberapa helai pakaian yang bermotif kecil warna hitam. Beliau bersabda: “Menurut kalian, siapa yang pantas untuk memakai baju ini?.” Semua diam. Beliau kemudian bersabda: “Panggil Ummu Khalid.” Maka Ummu Khalid pun datang dengan dipapah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil pakaian tersebut dengan tanggannya dan kemudian memakaikannya kepada Ummu Khalid seraya bersabda: “Pakailah ini sampai rusak.” Pakaian tersebut dihiasi dengan motif lain berwarna hijau atau kuning.” (HR. Al-Bukhari no. 5485)

5.       Putih

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضَ فَإِنَّهَا خَيْرُ ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ

“Pakailah pakaian putih karena pakaian seperti itu adalah sebaik-baik pakaian kalian dan kafanilah mayit dengan kain putih pula.” (HR. Abu Dawud no. 4061, Ibnu Majah no. 3566 dan An-Nasai no. 5325)

            Dalam hadits diatas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada umat Muslim menggunakan pakaian berwarna putih, dan bentuk perintah ini bersifat umum artinya berlaku bagi laki-laki juga perempuan dan hukum dari perintah ini adalah mustahab atau sunnah. Maka dengan berpegang pada dalil ini, maka seorang akhwat pun diperkenankan menggunakan pakaian berwarna putih.

            Dengan berbagai landasan dalil diatas, maka kesimpulan yang dapat diambil bahwasanya pakaian seorang muslimah tidaklah hanya berwarna hitam atau gelap, akan tetapi diperbolehkan menggunakan warna-warna lainnya selama pakaian tersebut tidak tabarruj dan juga syuhrah (kemasyhuran).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ أَلْبَسَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَوْبًا مِثْلَهُ

“Barangsiapa memakai pakaian syuhrah, niscaya Allah akan memakaikan kepadanya pakaian semisal pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud no. 4029 dan Ibnu Majah no. 3606)

Mengenai pakaian syuhrah, Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata:

قال ابن الأثير : الشهرة ظهور الشيء والمراد أن ثوبه يشتهر بين الناس لمخالفة لونه لألوان ثيابهم فيرفع الناس إليه أبصارهم ويختال عليهم بالعجب والتكبر

“Ibnu Al-Atsir berkata: Asy-Syuhrah adalah tampaknya sesuatu. Maksudnya bahwa pakaiannya populer di antara manusia karena warnanya yang berbeda sehingga orang-orang mengangkat pandangan mereka (kepadanya). Dan ia menjadi sombong terhadap mereka karena bangga dan takabur.” (Nailul Authar, Jilid 2 hal. 111)

            Maka dari itu seorang akhwat yang menggunakan pakaian berwarna hijau, kuning, biru, ungu, batik, merah, putih, merah-putih seperti bendera Indonesia atau berwarna-warni seperti saudara muslimah di NTB maka hal itu tidak mengapa selama pakaian tersebut masih memenuhi ketentuan syari’at Islam baik dari segi menutup aurat secara sempurna, tidak tabaruj juga sudah menjadi sebuah kelaziman di masyarakat sehingga jika dia menggunakan pakaian dengan warna tersebut tidak akan mendatangkan fitnah dan menjadi bahan perhatian masyarakat di tempat ia tinggal. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

Cara Mengucapkan Aamiin yang Benar

“Disunnahkan untuk semua orang yang membaca Al-Fatihah untuk membaca Aamiin setelahnya baik di dalam shalat maupun di luar shalat.” (At-Tibyan fi Adabi Hamalatil Quran hal. 105)


            Sering sekali kita melihat saudara-saudara kita yang semangat dalam berdakwah namun belum mapan dalam masalah keilmuan berbagi ilmu namun kadang mereka malas untuk bertabayyun sehingga mereka tidak mengetahui apakah yang mereka share ini benar atau justru salah. Padahal perilaku tidak bertabayyun apabila kita mendapatkan suatu informasi merupakan suatu perilaku yang buruk dimana pelakunya bisa dijatuhi hukuman seorang pendusta walaupun sebenarnya apa yang disampaikan adalah benar, namun orang tersebut tidak mengetahui kebenaran tersebut atau istilah awamnya “share ilmu tanpa ilmu”. Mengenai perkara ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كَفَى بالمَرْءِ كَذِباً أنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ ما سَمِعَ

“Cukuplah seseorang dianggap sebagai pendusta apabila ia mengatakan semua yang didengar.” (HR. Muslim no. 5)

Berdasarkan hadits diatas, maka wajiblah kita bertabayun apabila kita mendapatkan informasi sebelum kita sebar informasi tersebut ke orang lain, terlebih lagi pada zaman ini dimana berita hoax sangatlah banyak dan kadang kita kesulitan dalam membedakan mana berita yang shahih dan mana berita yang hoax. Salah satu hal yang pernah penulis lihat di medsos adalah masalah penulisan Aamiin. Penulis pernah menyaksikan perdebatan di kolom komentar mengenai pengucapan Aamiin ini, beberapa saudara kita saling salah menyalahkan mengatakan bahwa penulisan dengan Amiin salah, Aameen salah bahkan menyebutnya sebagai ucapan penyembah berhala dan seterusnya. Pada kesempatan kali ini, penulis akan coba ‘share’ mengenai hal ini agar kita semua bisa lebih faham sebenarnya penulisan Aamiin yang benar itu seperti apa.

Perlu pembaca ketahui, seperti halnya di Indonesia yang memiliki banyak dialek. Di tanah Arab pun mereka memiliki dialek yang sangat banyak yang mengakibatkan perbedaan pelafazhan kata. Sebelum penulis menguraikan mengenai pengucapan Aamiin yang benar maka simaklah terlebih dahulu bagaimana contoh perbedaan dialek yang terjadi di Nusantara, dan sebagai contoh penulis ambil adalah perbedaan dialek bahasa Jawa:

Bahasa Indonesia: Aku – Kamu – Bagaimana – Masuk – Tidak
·         Bahasa Jawa Dialek Serang: Kita – Sire – Keprimen – Manjing – Ore
·         Bahasa Jawa Dialek Cerbon: Kita – Sira – Kepriben – Manjing – Ora
·         Bahasa Jawa Dialek Ngapak: Nyong – Rika – Kepriwe – Mlebu – Ora
·         Bahasa Jawa Dialek Tegal: Nyong – Koen – Kepriben – Mlebu – Ora
·         Bahasa Jawa Dialek Mataraman: Aku – Kowe – Piye – Mlebu – Ora

Jika kita perhatikan dari sampel lima dialek bahasa jawa saja terdapat perbedaan dalam pengucapan, misal kata ‘tidak’ yang diucapkan ‘ore’ di Serang namun ditempat lain diucapkan ‘ora’, begitupula kata ‘bagaimana’ yang dalam beberapa dialek diucapkan dengan ‘keprimen’, ‘kepriben’, ‘kepriwe’ yang walaupun pelafazannya berbeda namun maknanya tetap sama. Maka sudah tentu saja di Tanah Arab pun akan sangat banyak sekali perbedaan dialek yang mengakibatkan perbedaan pelafazan kata.

Kembali ke tema permasalahan, mengenai pengucapan Aamiin atau Ta’min maka setidaknya terdapat empat dialek dalam pelafazahnnya sebagaimana perkataan Imam An-Nawawi rahimahullah dalam kitabnya At-Tibyan, Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:

وفي آمين لغات قال العلماء أفصحها آمين بالمد وتخفيف الميم والثانية بالقصر وهاتان مشهورتان والثالثة آمين بالامالة مع المد حكاها الواحدي عن حمزة والكسائي والرابعة بتشديد الميم مع المد حكاها عن الحسن والحسين ابن الفضيل قال ويحقق ذلك ما روي عن جعفر الصادق رضي الله عنه قال معناه قاصدين نحوك وأنت أكرم من أن تخيب قاصدا هذا كلام الواحدي وهذه الرابعة غريبة جدا فقد عدها أكثر أهل اللغة من لحن العوام وقال جماعة من أصحابنا من قالها في الصلاة بطلت صلاته قال أهل العربية حقها في العربية الوقف لأنها بمنزلة الاصوات فإذا وصلها فتح النون لالتقاء الساكنين كما فتحت في أين وكيف فلم تكسر لثقل الكسرة بعد الياء فهذا مختصر مما يتعلق بلفظ آمين وقد بسطت القول فيها بالشواهد وزيادة الاقوال في كتاب تهذيب الأسماء واللغات

“Dan dalam pengucapan Aamiin, para ulama berkata bahwa yang paling fasih adalah Aamiin dengan memanjangkan hamzah dan meringankan mim. Dan yang kedua dengan memendekannya (yaitu dibaca Amiin) dan kedua pendapat ini masyhur. Dan yang ketiga membaca Aamiin dengan imalah disertai mad (Aameen). Al-Wahidi menceritakan mengenai hal itu dari Hamzah dan Al-Kisa’i. Dan yang keempat dengan mentasydid huruf mim disertai memanjangkannya (yaitu dibaca Ammiin) sebagaimana diceritakan dari Al-Hasan dan Al-Husain bin Al-Fudhail. Kata mereka, hal itu sebagaimana diriwayatkan dari Ja’far Ash-Shidiq radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Yang maknanya adalah “kami menuju kepada-Mu sedang Engkau Maha Pemurah hingga tidak menyia-nyiakan orang yang menuju kepada-Mu”. Demikian dinyatakan oleh Al-Wahidi. Cara yang keempat ini aneh sekali. Kebanyakan ahli bahasa menganggapnya sebagai kesalahan ucapan orang awam. Dan juga telah berkata sebagian dari sahabat kami: “Barangsiapa mengucapkannya (yaitu membaca Aammin) di dalam shalat maka shalatnya batal. Ahli bahasa Arab berkata: “haknya dalam bahasa Arab adalah waqaf (berhenti) karena kedudukannya seperti suara. Jika disambung, huruf nuun diberi harakat fathah karena adanya pertemuan dua sukun sebagaimana pemberian harakat fathah pada Aina dan Kaifa. Tidak diberi harakat kasrah karena beratnya bacaan kasrah sesudah ya’. Inilah penjelasan yang ringkas berkaitan dengan lafaz Aamiin. Dan sungguh telah saya jelaskan secara panjang lebar permasalahan ini dengan banyak bukti penguat dan beberapa tambahan lainnya dalam kitab Tahdzibul Asma’ wal Lughat.” (At-Tibyan fi Adabi Hamalatil Quran hal. 105)

            Sedangkan Syaikh Ibrahim Al-Baijuri rahimahullah menyatakan bahwa terdapat lima dialek dalam pengucapan Ta’mim, sebagaimana perkataan beliau:

(قوله أي قول آمين) تفسير للتأمين يقال أمن الرجل إذا قال آمين بمد الهمزة و تخفيف الميم مع الإمالة و عدمها و بالقصر لكن المد أفصح و يجوز. تشديد الميم مع المد و القصر ففيه خمس لغات

“(Perkataannya atau perkataan Aamiin) Penjelasan untuk perkataan ta’min, dikatakan seseorang jika dia mengatakan Aamiin yaitu dengan memanjangkan hamzah dan memendekan mim dengan imalah (Aameen) dan dengan tidak mengimalahkan (Aamiin), dan dengan memendekan hamzah (Amiin) akan tetapi dengan memanjangkan adalah yang paling fasih dan baik. Juga dengan mentasydidkan mim dengan memanjangkan hamzah (Aammiin) dan memendekan hamzah (Ammiin), maka dalam hal ini terdapat lima dialek pengucapan.” (Hasyiah Al-Baijuri, Jilid 1 hal. 174)

            Jika dilihat dari uraian para ulama mengenai pengucapan Ta’min ini maka setidaknya dalam pengucapan Ta’min terdapat empat atau lima dialek antara lain: Aamiin, Aameen, Amiin, Aammiin, Ammin. Jadi jika ada yang menulis dengan lima cara seperti uraian diatas maka semua benar.

            Berbeda pengucapan apakah merubah makna? Mungkin inilah yang biasa diperdebatkan, maka untuk mengetahui hal tersebut, simaklah perkataan Imam An-Nawawi rahimahullah berikut:

(فصل) يستحب لكل قارئ كان في الصلاة أو في غيرها إذا فرغ من الفاتحة أن يقول أمين والأحاديث في ذلك كثيرة مشهورة وقد قدمنا في الفصل قبله أنه يستحب أن يفصل بين آخر الفاتحة وآمين بسكتة لطيفة ومعناه اللهم استجب وقيل كذلك فليكن وقيل افعل وقيل معناه لا يقدر على هذا أحد سواك وقيل معناه لا تخيب رجاءنا وقيل معناه اللهم أمنا بخير وقيل هو طابع لله على عباده يدفع به عنهم الآفات وقيل هي درجة في الجنه يستحقها قائلها وقيل هو اسم من أسماء الله تعالى وأنكر المحققون والمجاهير هذا وقيل هو اسم عبراني غير معرب وقال أبو بكر الوراق هو قوة للدعاء واستنزال للرحمة وقيل غير ذلك

“(Pasal) Disunnahkan untuk semua orang yang membaca Al-Fatihah untuk membaca Aamiin setelahnya baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Hadits-hadits mengenai hal ini banyak dan masyhur. Dan sungguh telah kami kemukakan pada pasal sebelumnya bahwa disunahkan memisahkan antara akhir Al-Fatihah dan ucapan Aamiin dengan diam sebentar. Dan makna Aamiin adalah Ya Allah, kabulkanlah. Ada pula yang berkata maknanya seperti itu maka jadilah. Dan yang lain mengatakan maknanya lakukanlah, dan yang lainnya mengatakan maknanya tidak ada seorangpun yang dapat melakukan ini selain Engkau. Dan juga perkataan lain mengatakan maknanya jangan sia-siakan harapan kami. Perkataan lain Ya Allah, selamatkanlah kami dengan kebaikan. Perkataan lain mengenai Aamiin bermakna perlindungan dari Allah ta’ala untuk hamba-hamba-Nya dengan menolak berbagai bencana dari mereka. Perkataan yang lain mengenai Aamiin adalah bermakna derajat di surga yang dianugerahkan kepada yang mengucapkannya. Perkataan yang lain mengenai Aamiin maknanya adalah salah satu nama Allah ta’ala. Namun para Ulama peneliti menolak perkataan ini. Perkataan yang lainnya tentang Aamiin adalah bermakna nama Ibrani yang tidak dapat di-I’rab. Abu Bakar Al-Warraq berkata, Aamiin adalah kekuatan untuk berdoa dan permintaan turunnya rahmat. Dan masih ada lagi pendapat lain selain itu.” (At-Tibyan fi Adabi Hamalatil Quran hal. 104-105)

            Nah setelah memahami hal ini, maka jika ada seseorang menulis Aamiin dengan tulisan Aameen, Amiin, Aammiin, Ammin maka janganlah disalahkan karena semuanya adalah benar dan tidak merubah arti, juga jika ada informasi yang menyatakan bahwa hal itu salah maka cukuplah kita yang telah memahami mengenai perkara ini menahan diri dari perbuatan yang buruk yang berujung pada debat yang tak jelas dan tanpa dilandasi ilmu, apalagi sampai menggunakan ilmu cocoklogi yang pernah penulis baca mengenai perkara Ta’min ini. Namun perlu pembaca perhatikan pula, bahwa dalam shalat pengucapan Ta’min yang diperbolehkan hanyalah pengucapan Aamiin, Aameen dan Amiin saja dan selain itu maka dilarang bahkan dapat membatalkan shalat. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

Cantiknya Engkau Wahai Bidadari Surga

“Sesungguhnya kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung. Dan kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. Penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al-Waqi'ah : 35-37)


Salah satu kenikmatan yang akan diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala kepada hamba-Nya yang beriman ketika di surga adalah akan dijodohkan dengan bidadari-bidadari surga. Lalu bagaimana sifat bidadari surga ini, berikut ulasannya yang penulis kutip dari Kitab Hadil Arwah Ila Biladil Afrah, halaman 359-360)

Sifat Bidadari Surga

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ مَفَازًا حَدَائِقَ وَأَعْنَابًا وَكَوَاعِبَ أَتْرَابًا

“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa mendapat kemenangan, (yaitu) kebun-kebun dan buah anggur, dan gadis-gadis remaja yang sebaya.” (QS An-Naba' : 31-33)

كَذَلِكَ وَزَوَّجْنَاهُمْ بِحُورٍ عِينٍ

“Demikianlah, dan Kami berikan kepada mereka bidadari.” (QS. Ad-Dhukhan : 54)

مُتَّكِئِينَ عَلَى سُرُرٍ مَصْفُوفَةٍ وَزَوَّجْنَاهُمْ بِحُورٍ عِينٍ

“Mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan dan kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli.” (QS. At-Thur : 20)

حُورٌ مَقْصُورَاتٌ فِي الْخِيَامِ

“(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih, dipingit dalam rumah.” (QS. Ar-Rahman : 72)

فِيهِنَّ خَيْرَاتٌ حِسَانٌ

“Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik.” (QS. Ar-Rahman : 70)

إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا عُرُبًا أَتْرَابًا

“Sesungguhnya kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung. Dan kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. Penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al-Waqi'ah : 35-37)

Ibnu Abid Dunya meriwayatkan dari Abul Hawari, dia berkata: Bidadari itu diciptakan langsung (kun fayakun). Apabila telah sempurna peciptaan mereka maka dipasanglah kemah-kemah atas mereka. Oleh karena itu Ibnul Qayyim berkata bahwa kemah-kemah ini bukanlah ghuraf (kamar-kamar) atau qushur (istana-istana), melainkan ia adalah tenda di taman-taman dan di atas sungai-sungai.

Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

1. Hadits Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu 'anhu:

« إِنَّ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً رَجُلٌ صَرَفَ اللّهُ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ قِبَلَ الْجَنَّةِ وَمَثَّلَ لَهُ شَجَرَةً ذَاتَ ظِلٍّ فَقَالَ: أَيْ رَبِّ قَرِّبْنِي مِنْ هذِهِ الشَّجَرَةِ أَكُونُ فِي ظِلِّهَا ». فَذَكَرَ الْحَدِيْثَ فِيْ دُخُوْلِهِ الْجَنَّةَ وَتًمًنٍّيْهِ إِلىَ أَنْ قَالَ فِيْ آخِرِهِ.

“Sesungguhnya ahli surga yang paling rendah tingkatannya adalah seseorang yang Allah palingkan wajahnya dari neraka kearah surga, dan ditampakkan padanya satu pohon surga yang rindang. Lalu orang itu berkata: Ya Allah dekatkanlah aku ke pohon itu agar aku bisa berteduh di bawahnya.” Lalu Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam terus menyebutkan angan-angan orang itu hingga akhirnya beliau bersabda:

« إِذَا انْقَطَعَتْ بِهِ الأَمَانِيُّ قَالَ اللّهُ: هُوَ لَكَ وَعَشْرَةُ أَمْثَالِهِ. قالَ: ثُمَّ يَدْخُلُ بَيْتَهُ فَتَدْخُلُ عَلَيْهِ زَوْجَتَاهُ مِنَ الحُورِ الْعِينِ فَيَقُولاَنِ : الْحَمْدُ للّهِ الَّذِي أَحْيَاكَ لَنَا وَأَحْيَانَا لَكَ. قَالَ: فَيَقُولُ: مَا أُعْطِيَ أَحَدٌ مِثْلَ مَا أُعْطِيتُ ».

“Apabila telah habis angan-angannya maka Allah berfirman kepadanya: “Dia itu milikmu dan ditambah lagi sepuluh kali lipatnya.” Nabi bersabda: “Kemudian ia masuk rumahnya dan masuklah menemuinya dua biadadari surga, lalu keduanya berkata: Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkanmu untuk kami dan yang menghidupkan kami untukmu. Lalu laki-laki itu berkata: “Tidak ada seorangpun yang dianugerahi seperti yang dianugerahkan kepadaku.” (HR. Muslim no. 417)

2. Hadits Anas radhiallahu 'anhu:

« إِنَّ الْحُورَ الْعِينَ لَتُغَنينَ فِي الْجَنَّةِ يَقُلْنَ: نَحْنُ الْحُورُ الْحِسَانِ خُبئْنَا لأَزْوَاجٍ كِرَامٍ »

“Sesungguhnya bidadari nanti akan bernyanyi di surga: Kami para bidadari cantik disembuyikan khusus untuk suami-suami yang mulia.” (Shahih Al-Jami’: 1602)

3. Hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu:

« إِنَّ أَوَّلَ زُمْرَةٍ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ عَلَى صُورَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ. وَالَّذِينَ يَلُونَهُمْ عَلَى أَشَدِّ كَوْكَبٍ دُرِّيَ، فِي السَّمَاءِ، إِضَاءةً. لاَ يَبُولُونَ، وَلاَ يَتَغَوَّطُونَ وَلاَ يَمْتَخِطُونَ وَلاَ يَتْفِلُونَ. أَمْشَاطُهُمُ الذَّهَبُ. وَرَشْحُهُمُ الْمِسْكُ. وَمَجَامِرُهُمُ الألُوَّةُ. وَأَزْوَاجُهُمُ الْحُورُ الْعِينُ. أَخْلاَقُهُمْ عَلَى خُلُقِ رَجُلٍ وَاحِدٍ. عَلَى صُورَةِ أَبِيهِمْ آدَمَ. سِتُّونَ ذِرَاعاً، فِي السَّمَاءِ ».

“Sesungguhnya kelompok pertama yang masuk surga adalah seperti rupa bulan di malam purnama. Berikutnya adalah seperti binang yang paling terang sinarnya di langit. Mereka tidak buang air kecil, tidak buang air besar, dan tidak meludah. Sisir mereka dari emas, minyak mereka adalah misik, asapannya adalah kayu gaharu, pasangan mereka adalah bidadari, akhlak mereka seperti akhlak satu orang. Bentuk (postur tubuh) mereka seperti Nabi Adam as; 60 lengan di langit.” (Al-Jami’ Ash-Shaghir: 3778)

4. Hadits Abdullah ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu:

« أَوَّلُ زُمْرَةٍ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ كَأَنَّ وُجُوهَهُمْ ضَوْءُ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ، وَالْزُّمْرَةُ الثَّانِيَةُ عَلَى لَوْنِ أَحْسَنِ كَوْكَبٍ دُريَ فِي السَّمَاءِ، لِكُل رَجُلٍ مِنْهُمْ زَوْجَتَانِ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ، عَلَى كُل زَوْجَةٍ سَبْعُونَ حُلَّةً، يُرَىٰ مُخُّ سُوقِهِمَا مِنْ وَرَاءِ لُحُومِهِمَا وَحُلَلِهِمَا، كَمَا يُرَىٰ الشَّرَابُ الأَحْمَرُ فِي الزُّجَاجَةِ الْبَيْضَاءِ »

“Kelompok pertama kali yang masuk surga, seolah wajah mereka cahaya rembulan di malam purnama. Kelompok kedua seperti bintang kejora yang terbaik di langit. Bagi setiap orang dari ahli surga itu dua bidadari surga. Pada setiap bidadari ada 70 perhiasan. Sumsum kakinya dapat terlihat dari balik daging dan perhiasannya, sebagaimana minuman merah dapat dilihat di gelas putih.” (HR. Ath-Thabrani)

Dalam lafazh At-Tirmidzi:

« وَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ زَوْجَتَانِ يُرَى مُخُّ سُوْقِهِمَا منْ وَرَاءِ الَّلحْمِ مِنَ الْحُسْنِ، لاَ اخْتِلاَفَ بَيْنَهُمْ وَلاَ تَبَاغُضَ قُلُوبُهُمْ قَلْبُ رَجُلٍ وَاحِدٍ يُسَبِّحونَ الله بُكْرَةً وَعَشِيَّا » .

“Masing-masing mendapat dua bidadari, sumsum kakinya dapat dilihat dari balik daging karena begitu cantiknya, tidak ada perselisihan di antara mereka, dan tidak ada saling benci di hati mereka. Hati mereka seperti hati satu orang, mereka semua bertasbih kepada Allah pagi dan sore.” (HR. At-Tirmidzi)

5. Hadits al-Miqdam Ibn Ma’di Karib radhiyallahu 'anhu:

« لِلشَّهِيدِ عِنْدَ اللَّهِ سَبْعُ خِصَالٍ: يُغْفَرُ لَهُ فِي أَوَّلِ دَفْعَةٍ مِنْ دَمِهِ، وَيَرَىٰ مَقْعَدَهُ مِنَ الْجَنَّةِ، وَيُحَلَّىٰ حُلَّةَ الإِيمَانِ، وَيُزَوجُ اثْنَيْنِ وَسَبْعِينَ زَوْجَةً مِنَ الْحُورِ الْعِينِ، وَيُجَارُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَيَأْمَنُ مِنَ الْفَزَعِ الأَكْبَرِ، وَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ تَاجُ الْوَقَارِ، الْيَاقُوتَةُ مِنْهُ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا، وَيَشْفَعُ فِي سَبْعِينَ إِنْسَاناً مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ »

“Orang yang mati syahid memiliki 7 [yang benar 8] keistimewaan di sisi Allah: (1) diampuni dosanya di awal kucuran darahnya, (2) melihat tempat duduknya dari surga, (3) dihiasi dengan perhiasan iman, (4) dinikahkan dengan 72 bidadari surga, (5) diamankan dari adzab kubur, (6) aman dari goncangan dahsyat di hari qiamat, (7) diletakkan di atas kepalanya mahkota kewibawaan; satu permata dari padanya lebih baik dari pada dunia seisinya, (8) memberi syafaat kepada 70 orang dari kerabatnya.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-Baihaqi)

6. Hadits Mu’adz ibn Anas radhiyallahu 'anhu:

« مَنْ كَظَمَ غَيْظاً وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللَّه سُبْحَانَهُ عَلَى رُؤُوسِ الْخَلائِقِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنَ الْحُورِ الْعينِ مَا شَاءَ ».

“Barangsiapa mampu menahan amarah padahal ia mampu untuk melampiaskannya, maka Allah memanggilnya di hadapan para makhluk hingga Dia memberikan hak untuk memilih yang ia suka dari bidadari.” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

7. Hadits Mu’adz bin jabbal:

« لاَ تُؤْذِي امْرَأةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا. إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ: لاَ تُؤْذِيهِ، قَاتَلَكِ الله، فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَك دَخِيلٌ يُوشِكَ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا »

“Tidak ada seorang isteri yang menyakiti suaminya di dunia melainkan bidadari yang menjadi pasangannya berkata: "Jangan engkau sakiti dia -semoga Allah melaknatmu- sesungguhnya ia hanyalah bertamu (di rumahmu), hampir saja ia berpisah meninggalkanmu menuju kami.” (Shahih Al-Jami’ no. 7192)

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Jika anda bertanya tentang mempelai wanita dan istri-istri penduduk surga, maka mereka adalah gadis-gadis remaja yang montok dan sebaya. Pada diri mereka mengalir darah muda, pipi mereka halus dan segar bagaikan bunga dan apel, dada mereka kencang dan bundar bagai delima, gigi mereka bagaikan intan mutu manikam, keindahan dan kelembutan mereka selalu menjadi kerubutan.”

Elok wajahnya bagaikan terangnya matahari, kilauan cahaya terpancar dari gigi-giginya dikala tersenyum. Jika anda dapatkan cintanya, maka katakan semau anda tentang dua cinta yang bertaut. Jika anda mengajaknya berbincang (tentu anda begitu berbunga), bagaimana pula rasanya jika pembicaraan itu antara dua kekasih (yang penuh rayu, canda dan pujian). Keindahan wajahnya terlihat sepenuh pipi, seakan-akan anda melihat ke cermin yang bersih mengkilat (maksudnya, menggambarkan persamaan antara keindahan paras bidadari dengan cermin yang bersih berkilau setelah dicuci dan dibersihkan, sehingga tampak jelas keindahan dan kecantikan). Bagian dalam betisnya bisa terlihat dari luar, seakan tidak terhalangi oleh kulit, tulang maupun perhiasannya.

Andaikan ia tampil (muncul) di dunia, niscaya seisi bumi dari barat hingga timur akan mencium wanginya, dan setiap lisan makhluk hidup akan mengucapkan tahlil, tasbih, dan takbir karena terperangah dan terpesona. Dan niscaya antara dua ufuk akan menjadi indah berseri berhias dengannya. Setiap mata akan menjadi buta, sinar mentari akan pudar sebagaimana matahari mengalahkan sinar bintang. Pasti semua yang melihatnya di seluruh muka bumi akan beriman kepada Allah Yang Maha hidup lagi Maha Qayyum (Tegak lagi Menegakkan). Kerudung di kepalanya lebih baik daripada dunia seisinya. Hasratnya terhadap suami melebihi semua keinginan dan cita-citanya. Tiada hari berlalu melainkan akan semakin menambah keindahan dan kecantikan dirinya.

Tiada jarak yang ditempuh melainkan semakin menambah rasa cinta dan hasratnya. Bidadari adalah gadis yang dibebaskan dari kehamilan, melahirkan, haidh dan nifas, disucikan dari ingus, ludah, air seni, dan air tinja, serta semua kotoran.

Masa remajanya tidak akan sirna, keindahan pakaiannya tidak akan usang, kecantikannya tidak akan memudar, hasrat dan nafsunya tidak akan melemah, pandangan matanya hanya tertuju kepada suami, sekali-kali tidak menginginkan yang lain. Begitu pula suami akan selalu tertuju padanya. Bidadarinya adalah puncak dari angan-angan dan nafsunya. Jika ia melihat kepadanya, maka bidadarinya akan membahagiakan dirinya. Jika ia minta kepadanya pasti akan dituruti. Apabila ia tidak di tempat, maka ia akan menjaganya. Suaminya senantiasa dalam dirinya, di manapun berada. Suaminya adalah puncak dari angan-angan dan rasa damainya.

Di samping itu, bidadari ini tidak pernah dijamah sebelumnya, baik oleh bangsa manusia maupun bangsa jin. Setiap kali suami memandangnya maka rasa senang dan suka cita akan memenuhi rongga dadanya. Setiap kali ia ajak bicara maka keindahan intan mutu manikam akan memenuhi pendengarannya. Jika ia muncul maka seisi istana dan tiap kamar di dalamnya akan dipenuhi cahaya.

Jika anda bertanya tentang usianya, maka mereka adalah gadis-gadis remaja yang sebaya dan sedang ranum-ranumnya. Jika anda bertanya tentang keelokan wajahnya, maka apakah anda telah melihat eloknya matahari dan bulan?! Jika anda bertanya tentang hitam matanya, maka ia adalah sebaik-baik yang anda saksikan, mata yang putih bersih dengan bulatan hitam bola mata yang begitu pekat menawan.

Jika anda bertanya tentang bentuk fisiknya, maka apakah anda pernah melihat ranting pohon yang paling indah yang pernah anda temukan? Jika anda bertanya tentang warna kulitnya, maka cerahnya bagaikan batu rubi dan marjan.

Jika anda bertanya tentang elok budinya, maka mereka adalah gadis-gadis yang sangat baik penuh kebajikan, yang menggabungkan antara keindahan wajah dan kesopanan. Maka merekapun dianugerahi kecantikan luar dan dalam. Mereka adalah kebahagiaan jiwa dan penghias mata.

Jika anda bertanya tentang baiknya pergaulan dan pelayanan mereka, maka tidak ada lagi kelezatan selainnya. Mereka adalah gadis-gadis yang sangat dicintai suami karena kebaktian dan pelayanannya yang paripurna, yang hidup seirama dengan suami penuh pesona harmoni dan asmara .

Apa yang anda katakan apabila seorang gadis tertawa di depan suaminya maka sorga yang indah itu menjadi bersinar? Apabila ia berpindah dari satu istana ke istana lainnya, anda akan mengatakan: "Ini matahari yang berpindah-pindah di antara garis edarnya." Apabila ia bercanda, kejar mengejar dengan suami, duhai… alangkah indahnya…!!

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top