Takbir Mursal dan Takbir Muqayyad

“‘Ali bertakbir setelah shalat Shubuh di hari ‘Arafah, lalu ia tidak menghentikannya hingga imam shalat di akhir hari-hari tasyriq, kemudian ia bertakbir setelah Ashar.” (HR. al-Hakim no. 1114)


Di antara ibadah yang disyari’atkan dan dianjurkan untuk diperbanyak ketika memasuki bulan Dzulhijjah adalah memperbanyak dzikir. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَاذْكُرُوا اللهَ فِي أَيَّامٍ مَّعْدُودَاتٍ

“Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang.”[1]

Mengenai ayat di atas, ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menfasirkan:

وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِى أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ أَيَّامُ الْعَشْرِ ، وَالأَيَّامُ الْمَعْدُودَاتُ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ

“Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang terbilang yaitu 10  hari pertama Dzulhijjah dan juga pada hari-hari tasyriq.”[2]

Dan termasuk kedalam bentuk dzikir adalah bertakbir. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنَ الْعَمَلِ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنَ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ

“Tidak ada hari-hari yang lebih agung dan lebih dicintai Allah dalam melaksanakan amalan di dalamnya dibandingkan pada sepuluh hari (Dzulhijjah) ini. Maka perbanyak di dalamnya dengan tahlil, takbir dan tahmid.”[3]

Takbir yang dilakukan pada awal bulan Dzulhijjah ini terus dilaksanakan hingga berakhirnya hari-hari tasyriq. Para ulama membagi takbir ini menjadi dua yaitu takbir mursal dan takbir muqayyad.

1.      Takbir Mursal

Takbir mursal atau takbir muthlaq adalah takbir hari raya yang tidak terikat dengan waktu dan dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun kecuali di tempat yang tidak dihormati seperti kamar mandi, selama masih berada dalam rentang waktu yang diperbolehkan yaitu sejak memasuki bulan Dzulhijjah hingga berakhirnya hari tasyriq pada 13 Dzulhijjah. Takbir mursal ini dapat dilakukan dalam keadaan berjalan, berkendara, berdiri, duduk maupun berbaring. Dan juga dapat dilakukan di rumah, jalan-jalan, pasar, kantor, lapangan, masjid, sekolah dan lainnya kecuali tempat yang tidak dihormati seperti kamar mandi. Dalil yang melandasi akan hal ini adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:

وَاذْكُرُوا اللهَ فِي أَيَّامٍ مَّعْدُودَاتٍ

“Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang.”[4]

Mengenai ayat di atas, ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menfasirkan:

وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِى أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ أَيَّامُ الْعَشْرِ ، وَالأَيَّامُ الْمَعْدُودَاتُ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ

“Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang terbilang yaitu 10  hari pertama Dzulhijjah dan juga pada hari-hari tasyriq.”[5]

Dan juga sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam:

مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنَ الْعَمَلِ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنَ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ

“Tidak ada hari-hari yang lebih agung dan lebih dicintai Allah dalam melaksanakan amalan di dalamnya dibandingkan pada sepuluh hari (Dzulhijjah) ini. Maka perbanyak di dalamnya dengan tahlil, takbir dan tahmid.”[6]

Para salafus shalih pun mengamalkan takbir mursal ini dalam berbagai keadaan mereka, diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari rahimahullah dalam Shahihnya secara mu’allaq:

وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ وَأَبُو هُرَيْرَةَ يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِى أَيَّامِ الْعَشْرِ يُكَبِّرَانِ وَيُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيرِهِمَا وَكَبَّرَ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِىٍّ خَلْفَ النَّافِلَةِ

“Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah pernah keluar ke pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah, lalu mereka bertakbir, lantas manusia pun ikut bertakbir. Muhammad bin ‘Ali pun bertakbir setelah shalat sunnah.”[7]

Dari Mujahid bin Jabr rahimahullah, beliau berkata:

كَانَ أَبُو هُرَيْرَةَ وَابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَخْرُجَانِ أَيَّامَ الْعَشْرِ إِلَى السُّوقِ فَيُكَبِّرَانِ فَيُكَبِّرُ النَّاسُ مَعَهُمَا لا يَأْتِيَانِ السُّوقَ إِلا لِذَلِكَ

“Abu Hurairah dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, mereka berdua pernah pergi keluar pada waktu sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah menuju pasar. Kemudian mereka bertakbir, maka bertakbirlah orang-orang bersama mereka berdua. Keduanya tidak mendatangi pasar kecuali untuk hal tersebut (bertakbir).”[8]

al-Imam al-Bukhari rahimahullah dalam Shahihnya meriwayatkan secara mu’allaq:

وَكَانَ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يُكبِّرُ فِي قُبَّتِهِ بِمِنىً فَيَسْمَعُهُ أَهْلُ اْلمَسْجِدِ فَيُكَبِّرُونَ وَيُكبِّرُ أَهْلُ اْلأَسْوَاقِ حَتَّى تَرْتَجَّ مِنىً تَكْبِيراً . وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يُكَبِّرُ بِمِنىً تِلْكَ اْلأَيَّامَ وَخَلْفَ الصَّلَوَاتِ وَعَلَى فِرَاشِهِ وَفِي فُسْطَاطِهِ وَمَجْلِسِهِ وَمَمْشَاهُ تِلْكَ اْلأَيَّامَ جَمِيْعاً . وَكَانَتْ مَيْمُونَةُ تُكَبِّرُ يَوْمَ النَّحْرِ ، وَكَانَ النِّسَاءُ يُكَبِّرْنَ خَلْفَ أََبَانَ بْنِ عُثْمَانَ وَعُمَرَ بْنِ عَبْدِ اْلعَزِيْزِ لَيَالِيَ التَّشْرِيقِ مَعَ الرِّجَالِ فِي اْلمَسْجِدِ

“Bahwasanya ‘Umar radhiyallahu ‘anhu bertakbir di dalam kubahnya di Mina kemudian orang-orang di dalam masjid pun mendengarnya, maka mereka pun bertakbir, dan bertakbir pula orang-orang di pasar hingga Mina berguncang karena takbir. Dan juga Ibnu ‘Umar bertakbir di Mina pada hari-hari itu, baik setelah shalatnya, di atas dipannya, di serambi rumahnya, di majelisnya dan orang-orang pun bertakbir di jalan-jalan pada hari itu. Maimunah pun bertakbir pada hari raya nahr (10 Dzulhijjah). Para perempuan juga bertakbir mengkuti Aban bin ‘Utsman dan ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz pada malam hari-hari tasyriq bersama para laki-laki di dalam masjid.”[9]

Dari Nafi’ rahimahullah:

أَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ يُكَبِّرُ تِلْكَ الْأَيَّامَ بِمِنًى فِي دُبُرِ الصَّلَوَاتِ وَفِي فُسْطَاطِهِ وَفِي مَمْشَاهُ وَفِي طَرِيقِهِ تِلْكَ الْأَيَّامَ جَمِيعًا

“Bahwasannya Ibnu ‘Umar bertakbir pada hari-hari tersebut di Mina pada akhir shalat-shalatnya, di kemahnya dan di jalan-jalannya pada hari-hari itu semuanya.”[10]

Dari Ummu ‘Athiyyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:

كُنَّا نُؤْمَرُ أَنْ نَخرُجَ يَوْمَ اْلعِيْدِ حَتَّى نُخْرِجَ الْبِكَرَ مِنْ خِدْرِهَا حَتَّى نُخْرِجَ الْحَيَّضَ فَيَكُنَّ خَلْفَ النَّاسِ فَيُكَبِّرْنَ بِتَكْبِيْرِهِمْ وَيَدْعُوْنَ بِدُعَائِهِمْ يَرْجُوْنَ بَرَكَةَ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَطُهْرَتَهُ

“Kami diperintahkan keluar pergi menuju shalat ‘Ied, bahkan anak-anak gadis pergi keluar dari pingitannya. Begitu juga wanita-wanita yang sedang haidh, tetapi mereka hanya berdiri di belakang orang banyak, turut bertakbir dan berdo’a bersama-sama. Mereka mengharapkan berkah dan kesucian pada hari itu.”[11]

Dari Abu al-Ahwash rahimahullah:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ كَانَ يُكَبِّرُ أَيَّامَ التَّشْرِيقِ

“Bahwasannya ‘Abdullah (bin Mas’ud) bertakbir pada hari-hari tasyriq.”[12]

2.     Takbir Muqayyad

Takbir muqayyad adalah takbir hari raya yang dikaitkan dengan waktu tertentu yaitu setelah melaksanakan shalat wajib berjamaa’ah. Takbir muqayyad dilakukan sejak fajar pada hari ‘Arafah (setelah pelaksanaan shalat shubuh) bagi mereka yang tidak melaksanakan ibadah haji, sedangkan bagi mereka yang berhaji dimulai pada waktu zhuhur di hari Nahr (‘Iedul Adha) tanggal 10 Dzulhijjah. Pelaksanaan takbir muqayyad berakhir pada hari tasyriq yang terakhir yaitu pada tanggal 13 Dzulhijjah setelah shalat Ashar. Dalil-dalil yang melandasi akan hal ini antara lain dari ‘Ubaid bin ‘Umair rahimahullah, beliau berkata:

كَانَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ يُكَبِّرُ بَعْدَ صَلاةِ الْفَجْرِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ إِلَى صَلاةِ الظُّهْرِ مِنْ آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ

“‘Umar bin al-Khaththab bertakbir setelah shalat Shubuh pada hari ‘Arafah hingga shalat Zhuhur pada akhir hari-hari tasyriq.[13]

Dari Syaqiq bin Salamah al-Asadi rahimahullah, beliau berkata:

كَانَ عَلِيٌّ يُكَبِّرُ بَعْدَ صَلاةِ الْفَجْرِ غَدَاةَ عَرَفَةَ ثُمَّ لا يَقْطَعُ حَتَّى يُصَلِّيَ الإِمَامُ مِنْ آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ثُمَّ يُكَبِّرُ بَعْدَ الْعَصْرِ

“‘Ali bertakbir setelah shalat Shubuh di hari ‘Arafah, lalu ia tidak menghentikannya hingga imam shalat di akhir hari-hari tasyriq, kemudian ia bertakbir setelah ‘Ashar.”[14]

Dari Salamah bin Nubaith rahimahullah:

أَنَّهُ كَانَ يُكَبِّرُ مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ يَوْمَ عَرَفَةَ إِلَى صَلَاةِ الْعَصْرِ مِنْ آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ

“Bahwasannya adh-Dhahhak biasa bertakbir mulai shalat Shubuh pada hari ‘Arafah hingga shalat ‘Ashar pada akhir hari-hari tasyriq.”[15]

Dari ‘Ikrimah rahimahullah:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ كَانَ يُكَبِّرُ مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ يَوْمَ عَرَفَةَ إِلَى آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ لَا يُكَبِّرُ فِي الْمَغْرِبِ

“Bahwasannya Ibnu ‘Abbas bertakbir mulai shalat Shubuh pada hari ‘Arafah hingga akhir hari-hari tasyriq, namun tidak bertakbir pada shalat Maghrib.”[16]

Pada awal-awal bulan Dzulhijjah, di masyarakat ada beberapa orang yang mengamalkan sunnah takbiran ini di masjid-masjid maupun di tempat lainnya, namun sebagian dari mereka tidak mengetahui landasan dalil mengenai hal tersebut. Kebanyakan mereka bertakbir hanya karena mengikuti kebiasaan yang terjadi di wilayahnya. Bahkan ada pula beberapa orang yang sampai ekstrim menganggap hal ini sebagai Bid’ah karena ketidaktahuannya mengenai amalan serta dalil-dalil yang melandasi akan hal ini. Semoga dengan risalah ini dapat membuka wawasan keislaman kita dan menjadi motivasi serta pegangan atau landasan dalil bagi kita semua dalam beramal. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ


[1] QS. al-Baqarah [2] : 203
[2] Shahih al-Bukhari, hal. 193
[3] HR. Ahmad no. 5446
[4] QS. al-Baqarah [2] : 203
[5] Shahih al-Bukhari, hal. 193
[6] HR. Ahmad no. 5446
[7] Shahih al-Bukhari, hal. 193
[8] Akhbar Makkah no. 1704
[9] Shahih al-Bukhari, hal. 193
[10] Masa’il al-Imam Ahmad no. 799
[11] HR. al-Bukhari no. 971
[12] HR. Ibnu Abi Syaibah no. 5697
[13] HR. al-Hakim no. 1113
[14] HR. al-Hakim no. 1114
[15] HR. Ibnu Abi Syaibah no. 5691
[16] HR. Ibnu Abi Syaibah no. 5692



Referensi

  • al-Qur’an al-Kariim
  • al-Imam Abu ‘Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. al-Musnad. 1416 H. Dar al-Hadits Kairo.
  • al-Imam Abu ‘Abdillah al-Hakim an-Naisaburi. al-Mustadrak ‘alaa ash-Shahihain. 1417 H. Dar al-Haramain Kairo.
  • al-Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ishaq bin ‘Abbas al-Fakihi al-Maliki. Akhbar Makkah fii Qadim ad-Dahr wa Haditsih. 1414 H. Dar Khazhar Beirut.
  • al-Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ism’ail al-Ju’fi al-Bukhari. Shahih al-Bukhari. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Abu Bakr ‘Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah al-‘Absi al-Kufi. al-Mushannaf. 1427 H. Dar Qurthubah Beirut.
  • al-Imam Abu Dawud Sulaiman bin al-Asyats as-Sijistani. Masa’il al-Imam Ahmad Riwayah Abu Dawud Sulaiman bin al-Asyats as-Sijistani. 1420 H. Maktabah Ibn Taimiyyah.

0 Comment for "Takbir Mursal dan Takbir Muqayyad"

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top