“Tinggi di atas
‘Arsy-Nya dalam Kemulyaan-Nya dengan Dzat-Nya. Dia dekat dengan Ilmu-Nya dari
hamba-Nya. Ilmu-Nya meliputi segala perkara. Dan Dia mewujudkan dalam penciptaan-Nya
(sesuai) yang telah ditakdirkan sebelumnya. Dan Dia Yang Maha Dermawan lagi Maha
Pengampun. Dia Mengetahui pandangan-pandangan mata yang berkhianat dan segala
yang disembunyikan (dalam) dada.” (al-Imam al-Muzani rahimahullah dalam Syarh
as-Sunnah lil Muzani, hal. 75)
Melanjutkan pembahasan kitab Matan Safinah an-Najah karya asy-Syaikh Salim
bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah, pada kesempatan kali ini penulis
akan kembali menjelaskan mengenai sifat Allah yang
Maha Tinggi (العلي), tinggi di atas langit yang ketujuh, bersemayam di atas ‘Arsy. Pembahasan kali ini menjelaskan mengenai
perkataan-perkataan ulama syafi’iyyah mengenai ijma’ akan keberadaan Allah subhanahu wa ta’ala di atas langit.
Para ulama syafi’iyyah mayoritas dalam hal ini terbagi menjadi dua golongan
yaitu golongan yang membela madzhab Asy’ariyyah dengan mengatakan bahwa Allah
ada tanpa tempat dan arah dan juga golongan yang mengikuti aqidah Salafiyyah
Ahlussunnah wal Jama’ah yang menyatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala
berada di langit dan bersemayam di atas ‘Arsy. Berikut adalah ulama-ulama
syafi’iyyah yang mengikuti aqidah Salafiyyah Ahlussunnah wal Jama’ah dalam
masalah ini:
1.
al-Imam
asy-Syafi’i rahimahullah
al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata:
القول في السّنّة الّتي أنا عليها ورأيت أصحابنا عليها
أهل الحديث الّذين رأيتهم وأخذت عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الإقرار بشهادة أن
لا إله إلّا الله وأنّ محمّدا رسول الله وأنّ الله على عرشه في سمائه يقرب من خلقه
كيف شاء وينزل إلى السّماء الدّنيا كيف شاء .
“Pendapat dalam sunnah yang saya
yakini dan diyakini oleh kawan-kawan saya ahlul hadits yang saya bertemu dengan
mereka dan belajar kepada mereka seperti Sufyan, Malik, dan selain keduanya
adalah menetapkan syahadat bahwa tidak ada yang berhak untuk diibadahi secara
benar kecuali hanya Allah saja dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah dan
bahwa Allah di atas ‘Arsy-Nya di langit-Nya dekat dengan para hamba-Nya
sekehendak Dia dan Dia turun ke langit dunia sekehendak-Nya.”
2.
al-Imam
al-Humaidi rahimahullah
al-Imam al-Humaidi rahimahullah juga berkata:
وما أشبه هذا من القرآن والحديث ، لا نزيد
فيه ولا نفسره . نقف على ما
وقف عليه القرآن والسنة . ونقول :
الرحمن على العرش استوى ، ومن زعم
غير هذا فهو معطل جهمي .
“Dan ayat-ayat serta hadits-hadits
yang serupa dengan ini (tentang Asma dan Sifat Allah), maka kami tidak
menambah-nambahi dan tidak pula menafsirkannya (menta’wilkannya). Kami berhenti
atas apa-apa yang al-Qur’an dan as-Sunnah berhenti padanya. Dan kami berkata:
Allah Yang Maha Pengasih bersemayam di atas ‘Arsy’. Barangsiapa yang
berpendapat selain itu, maka ia seorang Mu’aththil Jahmiy.”
3.
al-Imam Ishaq
bin Rahuyah rahimahullah
al-Imam Ishaq bin Rahuyah rahimahullah berkata:
إجماع أهل العلم أنه فوق العرش استوى ويعلم
كل شيء في أسفل الأرض السابعة .
“Para ulama sepakat (berijma’) bahwa
Allah berada di atas ‘Arsy dan beristiwa’ (menetap tinggi) di atas-Nya. Namun
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang terjadi di bawah-Nya, sampai di bawah
lapis bumi yang ketujuh.”
4.
al-Imam
al-Muzani rahimahullah
al-Imam al-Muzani rahimahullah berkata:
عال على عرشه في مجده بذاته
وهو دان بعلمه من خلقه أحاط علمه بالأمور وأنفذ في خلقه سابق المقدور وهو الجواد
الغفور يعلم خائنة الأعين وما تخفي الصدور .
“Tinggi di atas ‘Arsy-Nya dalam
Kemulyaan-Nya dengan Dzat-Nya. Dia dekat dengan Ilmu-Nya dari hamba-Nya. Ilmu-Nya
meliputi segala perkara. Dan Dia mewujudkan dalam penciptaan-Nya (sesuai) yang
telah ditakdirkan sebelumnya. Dan Dia Yang Maha Dermawan lagi Maha Pengampun.
Dia Mengetahui pandangan-pandangan mata yang berkhianat dan segala yang
disembunyikan (dalam) dada.”
5.
al-Imam ‘Usman
bin Sa‘id ad-Darimi rahimahullah
al-Imam Abu Sa’id ‘Usman bin Sa‘id ad-Darimi rahimahullah berkata:
وقد اتفقت الكلمة من المسلمين أن الله تعالى فوق عرشه
فوق سمواته .
“Kaum Muslimin telah bersepakat
mengenai kalimat bahwa Allah ta’ala di atas ‘Arsy-Nya di atas langit-Nya.”
فالله تبارك وتعالى فوق عرشه فوق سمواته بائن من خلقه ،
فمن لم يعرفه بذلك لم يعرف إلهه الذي يعبد .
“Allah tabaraka wa ta’ala berada di
atas ‘Arsy-Nya, di atas langit-langit-Nya, terpisah dari makhluk-Nya.
Barangsiapa yang tidak mengetahui hal itu, maka berarti ia tidak mengetahui
tuhan yang ia sembah.”
6.
al-Imam Ibnu
Khuzaimah rahimahullah
al-Imam Ibnu Khuzaimah rahimahullah berkata:
أن عرش ربنا جل وعلا فوق جنته ، وقد أعلمنا
جل وعلا أنه مستو على عرشه ، فخالقنا
عال فوق عرشه الذي هو فوق جنته .
“Bahwasanya ‘Arsy Rabb kita berada
di atas surga-Nya, dan Allah telah mengabarkan kepada kita bahwasanya Ia
beristiwa’ di atas ‘Arsy-Nya. Maka pencipta kita tinggi di atas ‘Arsy-Nya yang
berada di atas surga-Nya.”
7.
al-Imam Abu
al-Hasan al-Asy'ari rahimahullah
al-Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari rahimahullah berkata:
وأن الله استوى على عرشه كما قال الرحمن على العرش استوى
.
“Dan bahwasannya Allah berada di
atas ‘Arsy-Nya sebagaimana firman-Nya, الرَّحْمَنُ
عَلَى العَرْشِ اسْتَوَى “Yang Maha Pengasih bersemayam di atas ‘Arsy.”
Dan juga perkataan beliau rahimahullah mengomentari kesesatan
Mu’tazillah, Jahmiyyah dan Khawarij Haruriyyah:
وقد قال قائلون من المعتزلة والجهمية والحرورية إن معنى استوى
إستولى وملك وقهر ، وأنه تعالى في كل مكان ، وجحدوا أن يكون على عرشه ، كما قال
أهل الحق ، وذهبوا في الإستواء إلى القدرة، فلو كان كما قالوا كان لا فرق بين
العرش و الأرض فالله سبحانه وتعالى قادر عليها وعلى الحشوش .
“Dan telah berkata orang-orang dari
kalangan Mu’tazillah, Jahmiyyah, dan Haruriyyah (Khawarij), “Sesungguhnya makna
istiwa’ adalah menguasai (istila’), memiliki, dan mengalahkan. Allah ta’ala
berada di setiap tempat.” Mereka mengingkari keberadaan Allah di atas
‘Arsy-Nya, sebagaimana yang dikatakan oleh Ahlul Haq (Ahlussunnah). Mereka
(Mu’tazillah, Jahmiyyah, dan Haruriyyah) memalingkan (mena’wilkan) makna
istiwa’ kepada kekuasaan (al-qudrah). Jika saja hal itu seperti yang mereka
katakan, maka tidak akan ada bedanya antara ‘Arsy dan bumi yang tujuh, karena
Allah berkuasa atas segala sesuatu. Bumi adalah sesuatu, dimana Allah berkuasa
atasnya dan atas rerumputan.”
إختلفوا في ذلك على سبع عشرة مقالة منها قال أهل السنة
وأصحاب الحديث إنه ليس بجسم ولا يشبه الأشياء وإنه على العرش كما قال : (الرَّحْمَنُ
عَلَى العَرْشِ اسْتَوَى) . ولا نتقدم
بين يدي الله بالقول ، بل نقول
استوى بلا كيف وإن له يدين كما قال : (خَلَقْتُ بِيَدَيَّ) وإنه ينزل إلى سماء
الدنيا كما جاء في الحديث .
“Mereka berbeda pendapat tentang
permasalahan ini (yaitu permasalahan di manakah Allah?) menjadi tujuh belas
pendapat. Diantara pendapat-pendapat tersebut adalah pendapat Ahlussunnah dan
Ashhabul Hadits yang mengatakan bahwa Allah tidak bersifat mempunyai badan
(seperti makhluk), dan tidak pula Dia menyerupai sesuatupun (dari makhluk-Nya).
Dan bahwasannya Dia berada di atas ‘Arsy sebagaimana firman-Nya, الرَّحْمَنُ
عَلَى العَرْشِ اسْتَوَى “Yang Maha Pengasih bersemayam di atas ‘Arsy.”
Kami tidak mendahului Allah dengan satu perkataanpun tentangnya, namun kami
mengatakan bahwa Allah bersemayam tanpa menanyakan bagaimananya. Dan
bahwasannya Allah mempunyai dua tangan sebagaimana firman-Nya: خَلَقْتُ
بِيَدَيَّ “Kepada yang
telah Kuciptakan dengan kedua tangan-Ku.”
Dan bahwasannya Allah turun ke langit dunia sebagaimana yang terdapat dalam
hadits.”
8.
al-Imam Abu
al-Qasim al-Lalikai rahimahullah
Dalam kitab Syarh Ushul I’tiqad Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah, al-Imam
al-Lalikai rahimahullah berkata:
سياق ما روي في قوله تعالى الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ
اسْتَوَى وأن الله على عرشه في السماء وقال عز وجل إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ
الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ وقال أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي
السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الأَرْضَ وقال وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ
عِبَادِهِ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُمْ حَفَظَةً فدلت هذه الآية أنه تعالى في السماء
وعلمه بكل مكان من أرضه وسمائه .
“Penjelasan mengenai apa yang telah
diriwayatkan dalam firman Allah ta’ala, الرَّحْمَنُ
عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى “Yang Maha Pengasih bersemayam di atas ‘Arsy.”
Dan bahwasanya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya di langit. Allah ‘azza wa jalla
berfirman, إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ
الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ “Kepada-Nya-lah
naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shalih dinaikan-Nya.”
Dan firman-Nya Ta‘āla: ‘Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit
bahwa Dia akan menjungkir-balikkan bumi bersama kamu.’.
Dan firman-Nya, أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الأَرْضَ “Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas
semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga.”
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwasanya Allah ta’ala berada di langit dan ilmu-Nya
meliputi seluruh tempat di bumi-Nya dan langit-Nya.”
9.
al-Imam Abu
Utsman ash-Shabuni rahimahullah
al-Imam Abu Utsman ash-Shabuni rahimahullah di dalam karya beliau Aqidah
as-Salaf Ashab al-Hadits berkata:
ويعتقد أصحاب الحديث ويشهدون أن الله سبحانه وتعالى فوق
سبع سمواته على عرشه مستوٍ ، كما نطق به كتابه في قوله عز وجل في سورة يونس :
إِنَّ رَبَّكُمُ اللّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ
أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ .
“Para ahli hadits berkeyakinan dan
bersaksi bahwasannya Allah subhanahu wa ta’ala berada di atas tujuh langit, di
atas ‘Arsy-Nya sebagaimana tertuang dalam Kitab-Nya dalam surat Yunus, إِنَّ
رَبَّكُمُ اللّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ
ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan
langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy untuk
mengatur segala urusan.”
10.
al-Imam
al-Haramain al-Juwaini rahimahullah
Dari Abu Ja’far
bin Abi ‘Ali al-Hamadani al-Hafidz, ia berkata :
سمعت أبا المعالي الجويني وقد سُئل عن قوله تعالى :
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى . فقال : كان الله ولا عرش وجعل يتخبط في
الكلام . فقلت : قد علمنا ما أشرت إليه ، فهل عندك للضرورات من حيلة . فقال : ما
تريد بهذا القول وما تعني بهذه الإشارة?، فقلت : ما قال عارف قط : يا رباه إلا قبل
أن يتحرك لسانه ، قام من باطنه قصد لا يلتفت يمنة ولا يسرة يقصد الفوق، فهل لهذا
القصد الضروري عندك من حيلة . فنبئنا نتخلص من الفوق والتحت . وبكيت ، وبكى الخلق
، فضرب الأستاذ بكمه على السرير وصاح : يا للحيرة ، ونزل ، ولم يجبني إلا : يا
حبيبي الحيرة الحيرة ، والدهشة الدهشة . فسمعت بعد ذلك أصحابه يقولون : سمعناه
يقول : حيرني الهمداني .
“Aku mendengar Abu al-Ma’ali
al-Juwaini ditanya tentang firman Allah, الرَّحْمَنُ
عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى “Yang Maha Pengasih bersemayam di atas ‘Arsy.”
Ia berkata, “Allah ada tanpa adanya ‘Arsy” Dan mulai berbicara dengan
pembicaraan yang kacau (untuk menolak istiwa’nya Allah di atas ‘Arsy-Nya) Aku
berkata, “Wahai Guru, kami telah paham apa yang engkau maksudkan. Tapi apakah
engkau memiliki jawaban untuk kemestian-kemestian yang harus terjadi itu?” Ia
berkata, “Apa yang engkau inginkan dengan ucapanmu? Apa yang engkau maksudkan?”
Aku berkata, “Tidaklah seseorang berdoa dengan mengucapkan, “Ya Rabb” sebelum
ia menggerakkan lisannya, keluarlah dari batinnya satu kehendak yang tidak akan
menoleh ke kanan dan ke kiri, namun dia mengarah ke atas. Apakah engkau
memiliki jawaban untuk sebuah kehendak dan tujuan yang mesti terjadi seperti
ini?” Beritakanlah kepada kami agar kami terlepas dari persoalan (Allah berada)
di atas atau di bawah.” Aku pun menangis, dan orang-orang pun menangis. Sang
Guru pun memukulkan lengannya di kursinya dan berteriak, “Oohh.. Alangkah
membingungkan (persoalan ini).” Ia pun turun dan tidak menjawab pertanyaanku
kecuali mengatakan: “Oh kekasihku, membingungkan… membingungkan…” Setelahnya
aku mendengar sahabat-sahabatnya mengatakan, “Kami mendengar ia berkata,
“al-Hamadani telah membuat aku bingung.”
Akhirnya Imam al-Haramain al-Juwaini rahimahullah pun mendapatkan
hidayah Allah subhanahu wa ta’ala dan kembali ke jalan yang benar.
Semoga saudara-saudara kita yang tersesat bisa mengikuti jejak beliau. Amiin.
11.
al-Imam
al-Baghawi rahimahullah
al-Imam al-Baghawi rahimahullah berkata:
وأولت المعتزلة الاستواء بالاستيلاء ، وأما أهل السنة
فيقولون : الاستواء على العرش صفة لله تعالى ، بلا كيف ، يجب على الرجل الإيمان به
، ويكل العلم فيه إلى الله عز وجل .
“Kaum mu'tazilah mentakwil sifat
al-istiwa' dengan al-istila' (menguasai), adapun Ahlussunnah maka mereka
berkata, “Beristiwa’ di atas 'Arsy merupakan sifat Allah, tanpa ditanyakan
bagaimananya, wajib bagi seseorang untuk beriman akan hal ini dan menyerahkan
ilmu bagaimananya kepada Allah.”
12. al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah
al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam kitab tafsirnya, beliau berkata:
وأما قوله تعالى : ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
فللناس في هذا المقام مقالات كثيرة جدا ، ليس هذا موضع بسطها ، وإنما يُسلك في هذا
المقام مذهب السلف الصالح : مالك ، والأوزاعي ، والثوريوالليث بن سعد ، والشافعي ،
وأحمد بن حنبل ، وإسحاق بن راهويه وغيرهم ، من أئمة المسلمين قديما وحديثا ، وهو
إمرارها كما جاءت من غير تكييف ولا تشبيه ولا تعطيل .
“Sedangkan firman Allah ta’ala, ثُمَّ
اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ “Kemudian Dia beristiwa’ di atas ‘Arsy”,
maka orang-orang dalam masalah ini mempunyai pendapat yang sangat banyak. Dan
ini bukanlah tempat untuk menjabarkannya. Pendapat inilah yang ditempuh
oleh mazhabnya as-Salaf ash-Shalih yaitu Malik, al-Auza’i, Sufyan ats-Tsauri,
al-Laits bin Sa’ad, asy-Syafi’i,
Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahuyah dan imam-imam kaum muslimin baik yang
dahulu dan sekarang, yakni membiarkannya tanpa takyif, tasybih dan ta’thil.”
13. al-Imam Abu Nu’aim al-Ashbahani rahimahullah
al-Imam Abu Nu’aim al-Ashbahani rahimahullah berkata:
وأن الأحاديث التي ثبتت في العرش واستواء الله عليه
يقولون بها ، ويثبتونها من غير تكييف ولا تمثيل ، وأن الله بائن من خلقه ، والخلق
بائنون منه ، لا يحل فيهم ولا يمتزج بهم ، وهو مستو على عرشه في سمائه دون أرضه .
“Dan bahwasanya telah jelas hadits-hadits
yang menyebutkan tentang ‘Arsy dan istiwa’nya Allah di atasnya yaitu tanpa
melakukan takyif dan tamtsil, dan sesungguhnya Allah terpisah dari makhluk-Nya
dan makhluk pun terpisah dari-Nya, Allah tidak menempatinya juga tidak menyatu
dengannya dan Dia beristiwa’ di atas ‘Arsy-Nya di atas langit-Nya bukan di
bumi-Nya.”
14. al-Imam al-Baihaqi rahimahullah
al-Imam al-Baihaqi rahimahullah dalam kitabnya al-I’tiqad wa
al-Hidayah ilaa Sabil ar-Rasyad berkata:
وقال أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ وأراد من فوق
السماء ، كما قال وَلَأُصَلِّبَنَّكُمْ فِي جُذُوعِ النَّخْلِ يعني على جذوع النخل
، وقال فَسِيحُوا فِي الْأَرْضِ يعني على الأرض ، وكل ما علا فهو سماء ، والعرش
أعلى السماوات ، فمعنى الآية والله أعلم : أأمنتم من على العرش ، كما صرح به في
سائر الآيات .
“Dan Allah ta’ala berfirman, أَمِنْتُمْ
مَنْ فِي السَّمَاءِ “Apakah kalian merasa aman dari Dia yang di langit”,
dan maksudnya adalah Dia yang di atas langit sebagaimana firman Allah ta’ala, وَلَأُصَلِّبَنَّكُمْ
فِي جُذُوعِ النَّخْلِ “Dan sungguh aku akan menyalib kalian di pangkal
kurma”
yaitu di atas pangkal kurma. Dan Allah ta’ala berfirman, فَسِيحُوا
فِي الْأَرْضِ “Maka berjalanlah kalian di bumi”
maksudnya adalah di atas muka bumi. Dan setiap yang di atas maka dia adalah
sama’, dan ‘Arsy itu adalah yang paling tinggi dari semua yang di atas, maka
makna ayat itu wallahu a’lam adalah, “Apakah kalian merasa aman dari Dia yang
di atas ‘Arsy?” sebagaimana telah jelas tentang hal tersebut dalam banyak
ayat-ayat.”
15.
al-Imam
adz-Dzahabi rahimahullah
al-Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata:
مقالة السلف وأئمة السنة ؛ بل والصحابة والله ورسوله
والمؤمنون ، أن الله عز وجل في السماء ، وأن الله على العرش ، وأن الله فوق
سماواته ، وأنه ينزل إلى السماء الدنيا ، وحجتهم على ذلك النصوص والآثار .
“Ucapan para salaf dan imam-imam
Sunnah bahkan para sahabat, Allah, Rasul-Nya dan seluruh kaum mukmin,
bahwasanya Allah ‘azza wa jalla di langit, dan bahwasanya Allah di atas ‘Arsy,
dan bahwasanya pula Allah di atas langit-langit-Nya, dan sesungguhnya Dia turun
ke langit dunia. Hujah-hujah mereka adalah hadits-hadits dan atsar-atsar yang
sangat banyak.”
Bahkan beliau menulis sebuah kitab berjudul al-‘Uluw lil ‘Aliyy
al-Ghaffar yang berisi dalil-dalil dari al-Qur’an, as-Sunnah, atsar para
salaf hingga ulama-ulama yang menyatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala
bersemayam di atas ‘Arsy di atas langit-Nya.
16. al-Imam an-Nawawi rahimahullah
al-Imam Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf an-Nawawi rahimahullah
berkata:
وأنه لو قال لا إله إلا الله الملك الذي في السماء ، أو
إلا ملك السماء ، كان مؤمنا ، قال الله تعالى أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ .
“Sesungguhnya jika dia berkata,
tidak ada tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah, Maha Raja yang berada di
langit atau kecuali raja langit, maka dia beriman. Allah ta’ala berfirman, أَأَمِنْتُمْ
مَنْ فِي السَّمَاءِ “Apakah kalian merasa aman dari Dia yang di langit.”
Sangat banyak sekali dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahihah yang
menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala berada di atas ‘Arsy di atas
langit, di atas seluruh makhluk-Nya. Demikian banyaknya dalil itu sehingga
tidak terhitung jumlahnya. al-Imam Abu ats-Tsana’ Mahmud al-Alusi asy-Syafi’i rahimahullah
menjelaskan:
وأنت تعلم أن مذهب السلف إثبات الفوقية لله تعالى كما نص
عليه الإمام الطحاوي وغيره ، واستدلوا لذلك بنحو ألف دليل .
“Dan engkau mengetahui bahwasanya
madzhab Salaf menetapkan ketinggian Allah ta’ala sebagaimana disebutkan oleh
al-Imam ath-Thahawi dan yang lainnya, mereka berdalil dengan sekitar 1000
dalil.”
Dari berbagai penjelasan di atas, maka pendapat yang menyatakan bahwa dzat
Allah ada dimana-mana atau Allah ada tanpa tempat dan arah atau Allah itu ada
dalam hati setiap hamba-Nya adalah pendapat yang keliru karena bertentangan
dengan al-Qur’an, as-Sunnah, atsar para salaf, ijma’ para ulama juga fitrah
manusia. Bahkan al-Imam Abu Hanifah rahimahullah dengan tegas
berpendapat bahwa seseorang yang tidak mengetahui di manakah Allah maka dia
jatuh dalam kekafiran, sebagaimana riwayat dari Abu Muthi’ al-Hakam bin
Abdillah al-Balkhi rahimahullah, beliau berkata:
سألت أبا حنيفة عمن يقول لا أعرف ربي في السماء أو في الأرض
فقال قد كفر لأن الله تعالى يقول الرحمن على العرش استوى وعرشه فوق سمواته فقلت إنه يقول أقول على العرش استوى ولكن قال لا
يدري العرش في السماء أو في الأرض قال إذا أنكر أنه في السماء فقد كفر رواها صاحب الفاروق
بإسناد عن أبي بكر بن نصير بن يحيى عن الحكم .
“Aku bertanya pada Abu Hanifah
mengenai perkataan seseorang yang menyatakan, “Aku tidak mengetahui di manakah
Rabbku, di langit ataukah di bumi?” Imam Abu Hanifah lantas mengatakan, “Orang
tersebut telah kafir karena Allah ta’ala sendiri berfirman, الرَّحْمَنُ
عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى “Yang
Maha Pengasih bersemayam di atas ‘Arsy.”
Dan ‘Arsy-Nya berada di atas langit.” Orang tersebut mengatakan lagi, “Aku
berkata bahwa Allah memang menetap di atas ‘Arsy.” Akan tetapi orang ini tidak
mengetahui di manakah ‘Arsy, di langit ataukah di bumi. Abu Hanifah lantas
mengatakan, “Jika orang tersebut mengingkari Allah di atas langit, maka dia
kafir.”
Demikianlah pembahasan mengenai perkataan-perkataan ulama madzhab asy-Syafi’I dalam
keyakinan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala bersemayam di atas ‘Arsy-Nya, di atas
langit ke tujuh. Semoga Allah subhanahu
wa ta’ala memudahkan kita dalam memahaminya. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
ar-Ra’du ‘ala al-Jahmiyyah, hal. 53
Maqalat al-Islamiyyin, hal. 260-261
‘Aqidah as-Salaf wa Ashhab al-Hadits, hal. 44
al-‘Uluw lil ‘Aliyy al-Ghaffar, hal. 259
Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Juz 3 hal. 426-427
al-I’tiqad wa al-Hidayah ilaa Sabil ar-Rasyad, hal.
116
Raudhah ath-Thalibin, Juz 10 hal. 85
Ruh al-Ma’ani, Juz 7 hal. 114
al-‘Uluw lil ‘Aliyy al-Ghaffar, hal. 135-136
Referensi
- al-Imam Abu ‘Utsman Isma’il bin ‘Abdurrahman
ash-Shabuni. ‘Aqidah as-Salaf wa Ashhab al-Hadits. 1423 H. Dar
al-Minhaj Kairo.
- al-Imam al-Hafizh Abu ‘Abdillah Syamsuddin
Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsman bin Qaimaz adz-Dzahabi. al-‘Uluw lil
‘Aliyy al-Ghaffar fii Idhah Shahih al-Akhbar wa Saqimuha. 1416 H.
Maktabah Adhwa’ as-Salaf Riyadh.
- al-Imam Abu Bakar Ahmad bin al-Husain bin ‘Ali
bin Musa al-Baihaqi. al-I’tiqad wa al-Hidayah ilaa Sabil ar-Rasyad.
1420 H. Dar al-Fadhilah Kairo.
- al-Imam Abu al-Hasan ‘Ali bin Isma’il bin
‘Abdullah bin Abu Musa al-‘Asy’ari. al-Ibanah ‘an Ushul ad-Diyanah.
Dar Ibn Zaidun Beirut.
- al-Imam Abu Sa’id ‘Utsman bin Sa’id ad-Darimi. ar-Ra’du
‘ala al-Jahmiyyah. 1431 H. al-Maktabah al-Islamiyyah Kairo.
- al-Imam Abu al-Hasan ‘Ali bin Isma’il bin
‘Abdullah bin Abu Musa al-‘Asy’ari. Maqalat al-Islamiyyin wa Ikhtilaf
al-Mushallin. 1369 H. Maktabah an-Nahdlah al-Mishriyyah Kairo.
- al-Imam Abi Sa’id ‘Utsman bin Sa’id ad-Darimi. Naqdh
al-Imam Abi Sa’id ‘Utsman bin Sa’id ‘alaa al-Mirisi al-Jahmi al-‘Anid fii
maa Iftira ‘alaa Allah ‘Azza wa Jalla min at-Tauhid. 1433 H.
al-Maktabah al-Islamiyyah Kairo.
- al-Imam Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf an-Nawawi.
Raudhah ath-Thalibin wa ‘Umdah al-Muftin. 1412 H. al-Maktab
al-Islamiy Beirut.
- al-Imam Abu Fadhl Syihabuddin as-Sayyid Mahmud
al-Alusi al-Baghdadi. Ruh al-Ma’ani fii Tafsir al-Quran al-‘Azhim wa
as-Sab’ al-Matsani. Dar Ihya' at-Turats al-'Arabi Beirut
- al-Imam Abu Ibrahim Isma’il bin Yahya bin Isma’il
al-Muzani. Isma’il bin Yahya al-Muzani wa Risalah Syarh as-Sunnah.
1415 H. Maktabah al-Ghuraba’ al-Atsariyyah Madinah.
- al-Imam Abu al-Qasim Hibatullah bin al-Hasan bin
Manshur ar-Razi ath-Thabari al-Lalika’i. Syarh Ushul I’tiqad Ahl
as-Sunnah wa al-Jama’ah. Dar al-Bashirah al-Iskandariyyah.
- al-Imam Abu Muhammad al-Husain bin Mas'ud
al-Baghawi. Tafsir al-Baghawi Ma'alim at-Tanzil. 1409 H. Dar
Thayyibah Riyadh.
- al-Hafizh Abu al-Fida’ Isma’il bin ‘Umar bin
Katsir al-Qurasyi ad-Dimsyaqi. Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim (Tafsir Ibnu
Katsir). 1420 H. Dar Thayyibah Riyadh.
- al-Imam Abu Bakar ‘Abdullah bin az-Zubair
al-Humaidi. Ushul as-Sunnah. 1418 H. Dar Ibn al-Atsir Kuwait.
- al-Imam Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin
Khuzaimah. Kitab at-Tauhid wa Itsbat Shifat ar-Rabb ‘Azza wa Jalla.
1408 H. Dar ar-Rasyid Riyadh.