Pembatal-Pembatal Keislaman

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya?” (QS. an-Nisa’ [4] : 48)


Dua kalimat syahadat merupakan syarat paling mendasar bagi seseorang untuk memegang status sebagai seorang muslim. Dua kalimat syahadat ini dapat batal dikarenakan beberapa hal, beberapa hal tersebut disebut dengan pembatal-pembatal keislaman. Para ulama menjelaskan bahwa pembatal-pembatal keislaman itu banyak dan mereka biasanya menuliskan dalam kitab-kitab mereka dalam sebuah bab khusus yaitu bab Murtad. Para ulama menjelaskan bahwa pembatal-pembatal keislaman itu setidaknya ada 10 perkara. 10 pembatal keislaman tersebut adalah:

1.          Syirik yaitu menyekutukan Allah dalam Rububiyyah, Uluhiyyah serta Asma wa Sifat-Nya. Syirik merupakan dosa paling besar dan tidak bisa diampuni jika pelakunya mati dalam keadaan belum bertaubat dari dosa syirik tersebut. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاء

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya?”[1]

2.         Barangsiapa menjadikan perantara-perantara antara dirinya dengan Allah di mana dia berdoa kepada mereka, meminta syafaat kepada mereka, dan bertawakkal kepada mereka, maka dia kafir berdasarkan ijma’. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ

Dan orang-orang yang mengambil wali (pelindung) selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat kufur.”[2]

قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُم مِّن دُونِهِ فَلَا يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنكُمْ وَلَا تَحْوِيلًا أُولَٰئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا

“Katakanlah: ‘Panggillah mereka yang kamu anggap (sekutu) selain Allah, maka tidaklah mereka memiliki kekuasaan untuk menghilangkan bahaya darimu dan tidak pula dapat memindahkannya.’ Yang mereka seru itu mencari sendiri jalan yang lebih dekat menuju Rabb-nya, dan mereka mengharapkan rahmat serta takut akan adzab-Nya. Sesungguhnya adzab Rabb-mu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.”[3]

3.         Barangsiapa yang tidak mengkafirkan orang-orang kafir, ragu akan kekafiran mereka, atau membenarkan keyakinan mereka, maka dia kafir berdasarkan ijma’. Karena sesungguhnya hanya Islam agama yang diridhai disisi Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

 “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.[4]

Sedangkan yang dimaksud orang kafir adalah Ahlul Kitab dan orang-orang Musyrik, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ .

Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni Ahlul Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.”[5]

Ahlul kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani menurut jumhur ulama, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:

الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.[6]

Mengenai ayat di atas, al-Imam ath-Thabari rahimahullah menjelaskan:

يقول جل ثناؤه وإنّ طائفةً من الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ وهُمُ اليهود والنصارى وكان مجاهد يقول هم أهل الكتاب

“Allah yang Maha Agung dan Terpuji berfirman: Orang-orang yang telah Kami beri al-Kitab mereka adalah Yahudi dan Nashrani. Mujahid berkata: Mereka (Yahudi dan Nashrani) adalah Ahlul Kitab.[7]

Dan termasuk Ahlul kitab adalah Majusi menurut pendapat yang paling kuat. Sedangkan Shabi’in bukanlah termasuk Ahlul kitab karena tidak ada dalil kuat yang melandasinya. Sedangkan orang-orang musyrik adalah semua yang menyekutukan Allah dalam Rububiyyah, Uluhiyyah serta Asma wa Sifat-Nya termasuk di dalamnya Ahlul Kitab, penyembah berhala seperti Hindu, Budha, Animisme, Dinamisme dan juga kaum mulhid (atheis).

4.         Barangsiapa yang meyakini bahwa selain petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih sempurna daripada petunjuk beliau, atau selain hukum beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih baik daripada hukum beliau seperti orang-orang yang lebih mendahulukan hukum thaghut daripada hukum beliau, maka dia kafir. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang telah diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.[8]

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Apakah hukum Jahiliyyah yang mereka kehendaki? Dan (hukum) siapakah yang lebih daripada (hukum) Allah bagi orang-orang  yang yakin?”[9]

5.         Barangsiapa membenci apa pun dari apa yang dibawa Rasulullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam meskipun mengerjakannya, maka ia kafir. Dalilnya adalah firman-Nya:

وَالَّذِينَ كَفَرُوا فَتَعْسًا لَّهُمْ وَأَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ

“Dan orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menghapus amal-amal mereka. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang di-turunkan Allah (al-Qur’an), lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.”[10]

6.         Barangsiapa yang mengolok-olok apa pun dari agama Allah, termasuk di dalamnya mengolok-olok Allah subhanahu wa ta’ala, mengolok-olok Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengolok-olok syari’at Islam, atau pahala-Nya, atau siksa-Nya maka dia kafir. Dalilnya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:

قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِؤُونَ لاَ تَعْتَذِرُواْ قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ

“Katakanlah: “Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kalian mengolok-ngolok. Tidak perlu meminta maaf karena sungguh kalian telah kafir setelah kalian beriman.”[11]

7.          Sihir. Barangsiapa yang melakukannya atau ridha terhadapnya maka dia kafir. Dalilnya adalah firman-Nya:

وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولاَ إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلاَ تَكْفُرْ

“Keduanya tidak mengajari seorangpun kecuali mengatakan: kami hanyalah fitnah maka janganlah kamu kafir.”[12]

8.         Menolong orang-orang musyrik dan membantu mereka dalam melawan kaum muslimin. Dalilnya adalah firman-Nya:

وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِين

“Siapa dari kalian yang berloyal kepada mereka maka ia bagian dari mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zhalim.”[13]

9.         Barangsiapa yang meyakini bahwa sebagian manusia tidak wajib mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ia boleh keluar dari syariat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana Nabi Khidhir ‘alaihis salam keluar dari syariat Nabi Musa ‘alaihis salam, maka dia kafir. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah menerangkan jika seandainya Nabi Musa ‘alaihis salam hidup pada zamannya, maka Nabi Musa ‘alaihis salam tentu akan mengikuti syari’at beliau. Maka tak layak ada seseorang yang boleh keluar dari syariat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena sekelas Nabi Musa ‘alaihis salam yang seorang nabi dan rasul saja tidak diperbolehkan seandainya Nabi Musa ‘alaihis salam hidup pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَوْ كَانَ مُوسَى حَيًّا بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ مَا حَلَّ لَهُ إِلا أَنْ يَتَّبِعَنِي


Seandainya Musa di tengah kalian, maka tidak ada kebebasan baginya kecuali harus mengikutiku.”[14]

10.     Berpaling dari agama Allah dengan tidak mempelajarinya atau mengamalkannya. Dalilnya firman-Nya:

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ مُنتَقِمُونَ

“Dan siapakah yang lebih zhalim daripada seseorang yang dibacakan kepadanya ayat-ayat Rabb-nya lalu dia berpaling darinya. Sesungguhnya Kami akan menghukum orang-orang pendosa.”[15]

Tidak ada perbedaan dalam pembatal-pembatal ini antara orang yang bercanda, serius, atau takut kecuali orang yang dipaksa.  Semua pembatal ini termasuk perkara besar yang perlu diwaspadai dan termasuk perkara yang sering terjadi. Wajib bagi setiap muslim untuk mewaspadainya dan takut menimpa dirinya. Namun perlu diperhatikan pula bahwa dalam masalah takfir (pengkafiran) maka tidaklah bisa dilakukan secara serampangan sebagaimana yang dilakukan oleh Khawarij, ada banyak kriteria-kriteria yang harus terpenuhi dan perlu pembahasan khusus dalam permasalahan ini. Kita berlindung kepada Allah dari mendapatkan kemurkaan-Nya dan pedihnya siksa-Nya. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ


[1] QS. an-Nisa [4] : 48
[2] QS. az-Zumar [39] : 3
[3] QS. al-Isra’ [17] : 56-57
[4] QS. Ali ‘Imran [3] : 19
[5] QS. al-Bayyinah [98] : 6
[6] QS. al-Baqarah [2] : 146
[7] Tafsir ath-Thabari, Juz 3 hal. 188
[8] QS. al-Maidah [5] : 44
[9] QS. al-Maidah [5] : 50
[10] QS. Muhammad [47] : 8-9
[11] QS. at-Taubah [9]: 65-66
[12] QS. al-Baqarah [2]: 102
[13] QS. al-Ma’idah [5] : 51
[14] HR. Ahmad no. 14565
[15] QS. as-Sajdah [32]: 22


Referensi

  • al-Qur’an al-Kariim
  • al-Imam Abu ‘Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. al-Musnad. 1416 H. Dar al-Hadits Kairo.
  • al-Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari. Tafsir ath-Thabari Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil al-Qur’an. 1420 H. Muassasah ar-Risaalah Nasyirun Damaskus.

Keutamaan Syahadat

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka menyatakan bahwa tidak ada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah.” (HR. al-Bukhari no. 25 dan Muslim no. 22)


Melanjutkan pembahasan mengenai syahadat. Pada kesempatan kali ini, penulis akan membahas mengenai keutamaan syahadat. Syahadat adalah kalimat yang sangat agung. Kalimat inilah yang menjadi landasan paling dasar dalam dakwah Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka menyatakan bahwa tidak ada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah.”[1]

al-Imam Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah berkata:

كلمة التوحيد لها فضائل عظيمة ، لا يمكن ها هنا استقصاؤها

“Kalimat tauhid (yaitu syahadat) memiliki keutamaan yang sangat agung serta tidak mungkin bisa dihitung.”[2]

Kalimat Tauhid atau Syahadat memiliki banyak sekali fadhilah atau keutamaan. Beberapa keutamaan atau fadhilah dari syahadat antara lain:

  • Kalimat Tauhid Merupakan kunci surga

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ دَخَلَ الجَنَّةَ

“Barangsiapa yang akhir perkataannya sebelum meninggal dunia adalah ‘laa ilaha illallah’, maka dia akan masuk surga.”[3]

مَنْ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَابْنُ أَمَتِهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ وَأَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ وَأَنَّ النَّارَ حَقٌّ أَدْخَلَهُ اللَّهُ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةِ شَاءَ

Barangsiapa mengucapkan saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya, dan (bersaksi) bahwa Isa adalah hamba Allah dan anak dari hamba-Nya, dan kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam serta Ruh dari-Nya, dan (bersaksi pula) bahwa surga adalah benar adanya dan neraka pun benar adanya, maka Allah pasti akan memasukkannya ke dalam surga dari delapan pintu surga yang mana saja yang dia kehendaki.”[4]

  • Kalimat Tauhid merupakan pembebas dari api neraka

Diriwayatkan, suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar muadzin mengucapkan ‘Asyhadu an laa ilaha illallah’. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan pada muadzin tadi:

خَرَجْتَ مِنَ النَّارِ

“Engkau terbebas dari neraka.”[5]

  • Kalimat Tauhid adalah kalimat paling utama yang dapat menghapuskan dosa-dosa

Abu Dzar al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu berkata:

قُلْتُ ياَ رَسُوْلَ اللهِ كَلِّمْنِي بِعَمَلٍ يُقَرِّبُنِي مِنَ الجَنَّةِ وَيُبَاعِدُنِي مِنَ النَّارِ، قَالَ إِذاَ عَمَلْتَ سَيِّئَةً فَاعْمَلْ حَسَنَةً فَإِنَّهَا عَشْرَ أَمْثَالِهَا، قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ مِنَ الْحَسَنَاتِ ، قَالَ هِيَ أَحْسَنُ الحَسَنَاتِ وَهِيَ تَمْحُوْ الذُّنُوْبَ وَالْخَطَايَا

“Katakanlah padaku wahai Rasulullah, ajarilah aku amalan yang dapat mendekatkanku pada surga dan menjauhkanku dari neraka.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila engkau melakukan kejelekan (dosa), maka lakukanlah kebaikan karena dengan melakukan kebaikan itu engkau akan mendapatkan sepuluh yang semisal.” Lalu Abu Dzar berkata lagi: “Wahai Rasulullah, apakah ‘laa ilaha illallah’ merupakan kebaikan?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kalimat itu merupakan kebaikan yang paling utama. Kalimat itu dapat menghapuskan berbagai dosa dan kesalahan.”[6]

  • Kalimat Tauhid adalah dzikir yang paling utama

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَفْضَلُ الذِّكْرِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ

“Dzikir yang paling utama adalah ‘laa ilaha illallah’.”[7]

  • Kalimat Tauhid adalah amal yang paling banyak ganjarannya, menyamai pahala memerdekakan budak dan merupakan pelindung dari gangguan setan

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ ، وَلَهُ الْحَمْدُ ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ . فِى يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ ، كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشْرِ رِقَابٍ ، وَكُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ ، وَمُحِيَتْ عَنْهُ مِائَةُ سَيِّئَةٍ ، وَكَانَتْ لَهُ حِرْزًا مِنَ الشَّيْطَانِ يَوْمَهُ ذَلِكَ حَتَّى يُمْسِىَ ، وَلَمْ يَأْتِ أَحَدٌ بِأَفْضَلَ مِمَّا جَاءَ بِهِ ، إِلاَّ أَحَدٌ عَمِلَ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ

Barangsiapa mengucapkan laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ala kulli syai-in qadir’ (tidak ada tuhan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya kerajaan dan segala pujian. Dia-lah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu) dalam sehari sebanyak 100 kali, maka baginya sama dengan sepuluh budak (yang dimerdekakan), dicatat baginya 100 kebaikan, dihapus darinya 100 kejelekan, dan dia akan terlindung dari setan pada siang hingga sore harinya, serta tidak ada yang lebih utama darinya kecuali orang yang membacanya lebih banyak dari itu.”[8]

Selain lima hal di atas, masih sangat banyak fadhilah dari syahadat yang tidak bisa penulis cantumkan disini. Demikianlah penjelasan mengenai rukun Islam yang pertama yaitu dua kalimat syahadat. Semoga Allah memudahkan kita dalam memahaminya. Nasyhadu an laa ilaha illallahu wa anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluh, wa shallallahu ‘alaa sayyidina Muhammad, wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ


[1] HR. al-Bukhari no. 25 dan Muslim no. 22
[2] Kalimah al-Ikhlash, hal. 52
[3] HR. Abu Dawud no. 3116
[4] HR. al-Bukhari no. 3252 dan Muslim no. 28
[5] HR. Muslim no. 382
[6] Kalimah al- Ikhlas, hal. 55
[7] HR. at-Tirmidzi no. 3383
[8] HR. al-Bukhari no. 3293 dan Muslim no. 2691



Referensi

  • al-Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ism’ail al-Ju’fi al-Bukhari. Shahih al-Bukhari. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah at-Tirmidzi. Jami’ at-Tirmidzi. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi. Shahih Muslim. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi as-Sijistani. Sunan Abu Dawud. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam al-Hafizh Abu al-Faraj Zainuddin ‘Abdurrahman bin Rajab al-Baghdadi al-Hanbali. Kalimah al-Ikhlash wa Tahqiq Ma’naha. 1399 H. al-Maktab al-Islami Damaskus.

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top