Pembatal-Pembatal Keislaman
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik dan
mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya?” (QS. an-Nisa’ [4] : 48)
Dua kalimat syahadat
merupakan syarat paling mendasar bagi seseorang untuk memegang status sebagai
seorang muslim. Dua kalimat syahadat ini dapat batal dikarenakan beberapa hal,
beberapa hal tersebut disebut dengan pembatal-pembatal keislaman. Para ulama menjelaskan
bahwa pembatal-pembatal keislaman itu banyak dan mereka biasanya menuliskan
dalam kitab-kitab mereka dalam sebuah bab khusus yaitu bab Murtad. Para ulama menjelaskan
bahwa pembatal-pembatal keislaman itu setidaknya ada 10 perkara. 10 pembatal keislaman
tersebut adalah:
1.
Syirik yaitu menyekutukan Allah dalam Rububiyyah, Uluhiyyah
serta Asma wa Sifat-Nya. Syirik merupakan dosa paling besar dan tidak bisa
diampuni jika pelakunya mati dalam keadaan belum bertaubat dari dosa syirik
tersebut. Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman:
إِنَّ اللَّهَ
لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاء
“Sesungguhnya
Allah tidak mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa selain itu bagi siapa
yang dikehendaki-Nya?”[1]
2.
Barangsiapa menjadikan
perantara-perantara antara dirinya dengan Allah di mana dia berdoa kepada mereka, meminta syafaat
kepada mereka, dan bertawakkal kepada mereka, maka dia kafir berdasarkan ijma’.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ
اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا
إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ
يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
“Dan orang-orang yang mengambil wali
(pelindung) selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan
supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.”
Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka
berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang
pendusta dan sangat kufur.”[2]
قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُم مِّن دُونِهِ فَلَا يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ
عَنكُمْ وَلَا تَحْوِيلًا أُولَٰئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ
الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ
عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
“Katakanlah: ‘Panggillah mereka yang kamu anggap
(sekutu) selain Allah, maka tidaklah mereka memiliki kekuasaan untuk
menghilangkan bahaya darimu dan tidak pula dapat memindahkannya.’ Yang mereka
seru itu mencari sendiri jalan yang lebih dekat menuju Rabb-nya, dan mereka
mengharapkan rahmat serta takut akan adzab-Nya. Sesungguhnya adzab Rabb-mu
adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.”[3]
3.
Barangsiapa yang
tidak mengkafirkan orang-orang kafir, ragu akan kekafiran mereka, atau membenarkan keyakinan mereka, maka dia
kafir berdasarkan ijma’. Karena sesungguhnya hanya Islam agama yang diridhai disisi Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
Sedangkan
yang dimaksud orang kafir adalah Ahlul Kitab dan orang-orang Musyrik,
sebagaimana firman Allah subhanahu wa
ta’ala:
إِنَّ الَّذِينَ
كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ
فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ .
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni Ahlul Kitab dan orang-orang yang
musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu
adalah seburuk-buruk makhluk.”[5]
Ahlul kitab
adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani menurut jumhur ulama, sebagaimana firman
Allah subhanahu wa ta’ala:
الَّذِينَ
آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ وَإِنَّ
فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani)
yang telah Kami beri al-Kitab (Taurat
dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan
sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal
mereka mengetahui.”[6]
Mengenai ayat di atas, al-Imam
ath-Thabari rahimahullah menjelaskan:
يقول جل ثناؤه وإنّ طائفةً من الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ
وهُمُ اليهود والنصارى وكان مجاهد يقول هم أهل الكتاب
“Allah yang Maha Agung dan Terpuji berfirman: “Orang-orang yang telah Kami beri al-Kitab” mereka adalah Yahudi dan Nashrani. Mujahid berkata: “Mereka (Yahudi dan Nashrani) adalah Ahlul Kitab.”[7]
Dan termasuk Ahlul kitab adalah Majusi menurut
pendapat yang paling kuat. Sedangkan Shabi’in bukanlah termasuk Ahlul kitab
karena tidak ada dalil kuat yang melandasinya. Sedangkan orang-orang musyrik
adalah semua yang menyekutukan Allah dalam Rububiyyah, Uluhiyyah serta Asma wa Sifat-Nya termasuk di dalamnya Ahlul Kitab, penyembah berhala seperti Hindu, Budha, Animisme, Dinamisme dan juga kaum mulhid (atheis).
4.
Barangsiapa yang
meyakini bahwa selain petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih
sempurna daripada
petunjuk beliau, atau selain hukum beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
lebih baik daripada hukum beliau seperti orang-orang yang lebih mendahulukan
hukum thaghut daripada hukum beliau, maka dia kafir. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ
اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut
apa yang telah diturunkan
Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”[8]
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ
مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Apakah hukum Jahiliyyah yang mereka kehendaki? Dan
(hukum) siapakah yang lebih daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”[9]
5.
Barangsiapa
membenci apa pun dari apa yang dibawa Rasulullâh shallallahu
‘alaihi wa sallam meskipun
mengerjakannya, maka ia kafir. Dalilnya adalah firman-Nya:
وَالَّذِينَ
كَفَرُوا فَتَعْسًا لَّهُمْ وَأَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا
مَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
“Dan orang-orang yang kafir,
maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menghapus amal-amal mereka. Yang
demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang
di-turunkan Allah (al-Qur’an), lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala)
amal-amal mereka.”[10]
6.
Barangsiapa yang
mengolok-olok apa pun
dari agama Allah, termasuk di dalamnya mengolok-olok Allah subhanahu wa ta’ala, mengolok-olok Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengolok-olok syari’at Islam, atau pahala-Nya, atau siksa-Nya maka dia kafir. Dalilnya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:
قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِؤُونَ لاَ
تَعْتَذِرُواْ قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Katakanlah:
“Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kalian mengolok-ngolok.
Tidak perlu meminta maaf karena sungguh kalian telah kafir setelah kalian
beriman.”[11]
7.
Sihir. Barangsiapa yang
melakukannya atau ridha terhadapnya maka dia kafir.
Dalilnya adalah firman-Nya:
وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولاَ إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ
فَلاَ تَكْفُرْ
“Keduanya
tidak mengajari seorangpun kecuali mengatakan: kami hanyalah fitnah maka
janganlah kamu kafir.”[12]
8.
Menolong
orang-orang musyrik dan
membantu mereka dalam melawan kaum muslimin. Dalilnya adalah firman-Nya:
وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَهْدِي
الْقَوْمَ الظَّالِمِين
“Siapa dari
kalian yang berloyal kepada mereka maka ia bagian dari mereka. Sesungguhnya Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zhalim.”[13]
9.
Barangsiapa yang
meyakini bahwa sebagian manusia tidak wajib mengikuti Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan ia
boleh keluar dari syariat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
sebagaimana Nabi Khidhir ‘alaihis salam keluar dari syariat Nabi Musa ‘alaihis salam, maka dia kafir. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah menerangkan jika
seandainya Nabi Musa ‘alaihis salam
hidup pada zamannya, maka Nabi Musa ‘alaihis
salam tentu akan mengikuti syari’at beliau. Maka tak layak ada seseorang
yang boleh keluar dari syariat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Karena sekelas Nabi Musa ‘alaihis salam
yang seorang nabi dan rasul saja tidak diperbolehkan seandainya Nabi Musa ‘alaihis salam hidup pada zaman
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
لَوْ كَانَ مُوسَى حَيًّا بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ مَا حَلَّ لَهُ إِلا أَنْ يَتَّبِعَنِي
10. Berpaling dari agama Allah dengan tidak mempelajarinya atau mengamalkannya.
Dalilnya firman-Nya:
وَمَنْ
أَظْلَمُ مِمَّن ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ
مُنتَقِمُونَ
“Dan siapakah yang lebih zhalim
daripada seseorang yang dibacakan kepadanya ayat-ayat Rabb-nya lalu dia
berpaling darinya. Sesungguhnya Kami akan menghukum orang-orang pendosa.”[15]
Tidak ada perbedaan dalam pembatal-pembatal ini antara orang yang bercanda,
serius, atau takut kecuali orang yang dipaksa. Semua pembatal ini termasuk perkara besar yang perlu
diwaspadai dan termasuk perkara yang sering terjadi. Wajib bagi setiap muslim
untuk mewaspadainya dan takut menimpa dirinya. Namun perlu diperhatikan pula
bahwa dalam masalah takfir (pengkafiran) maka tidaklah bisa dilakukan secara
serampangan sebagaimana yang dilakukan oleh Khawarij, ada banyak
kriteria-kriteria yang harus terpenuhi dan perlu pembahasan khusus dalam
permasalahan ini. Kita berlindung kepada Allah dari mendapatkan kemurkaan-Nya
dan pedihnya siksa-Nya. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
Referensi
- al-Qur’an al-Kariim
- al-Imam Abu ‘Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. al-Musnad. 1416 H. Dar al-Hadits Kairo.
- al-Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari. Tafsir ath-Thabari Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil al-Qur’an. 1420 H. Muassasah ar-Risaalah Nasyirun Damaskus.