“Aku dahulu
pernah bermain boneka di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku memiliki
beberapa sahabat yang biasa bermain bersamaku. Ketika Rasululah shallallahu
‘alaihi wa sallam masuk dalam rumah, mereka pun bersembunyi dari beliau. Lalu
beliau menyerahkan mainan padaku satu demi satu lantas mereka pun bermain
bersamaku.” (HR. Al-Bukhari no. 6130)
Mayoritas ulama berpendapat
bahwa membuat gambar dan patung itu haram kecuali untuk boneka (mainan
anak-anak).
Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah
menukil akan kebolehan tersebut dan ia katakan bahwa ini adalah pendapat
mayoritas ulama. Begitu pula Imam An-Nawawi rahimahullah mengikuti
pendapat ini dalam Syarh Muslim. Beliau berkata bahwa dikecualikan dari
larangan gambar atau patung yaitu jika dimaksudkan untuk boneka anak-anak
karena ada dalil yang menunjukkan keringanan hal ini.
Kebolehan di sini terserah
mainan tersebut dalam bentuk manusia atau hewan, baik berbentuk tiga dimensi
ataukah tidak, begitu pula yang berbentuk imajinasi yang tidak ada wujud
aslinya seperti kuda yang memiliki sayap.
Namun ulama madzhab Hambali
memberikan syarat kebolehannya jika tidak ada kepala atau anggota badannya
tidak sempurna sehingga tidak dianggap bernyawa. Sedangkan ulama lainnya tidak
mempersyaratkan seperti itu.
Jumhur ulama berdalil dengan
pengecualian di atas berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dimana
ia berkata:
كُنْتُ
أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم وَكَانَ لِى
صَوَاحِبُ يَلْعَبْنَ مَعِى، فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا
دَخَلَ يَتَقَمَّعْنَ مِنْهُ، فَيُسَرِّبُهُنَّ إِلَىَّ فَيَلْعَبْنَ مَعِى
“Aku dahulu pernah bermain boneka di sisi Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku memiliki beberapa sahabat yang biasa bermain
bersamaku. Ketika Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk dalam rumah,
mereka pun bersembunyi dari beliau. Lalu beliau menyerahkan mainan padaku satu
demi satu lantas mereka pun bermain bersamaku.” (HR. Al-Bukhari no. 6130)
Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah
menyebutkan: “Para ulama berdalil dengan hadits ini akan bolehnya gambar (atau
patung atau boneka) berwujud perempuan dan bolehnya mainan untuk anak
perempuan. Hadits ini adalah pengecualian dari keumumann hadits yang melarang
membuat tandingan yang serupa dengan ciptaan Allah. Kebolehan ini ditegaskan
oleh Al-Qadhi ‘Iyadh dan beliau katakan bahwa inilah pendapat mayoritas ulama.”
(Fathul Bari, Jilid 10 hal. 527)
Sedangkan Ibnu Hajar Al-Asqalani
rahimahullah berpendapat bahwa kebolehan bermain dengan boneka seperti
ini telah mansukh (dihapus). Namun hadits ‘Aisyah lainnya menunjukkan bahwa
klaim mansukh tersebut tidaklah tepat.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan:
قَدِمَ
رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ غَزْوَةِ تَبُوكَ أَوْ
خَيْبَرَ وَفِى سَهْوَتِهَا سِتْرٌ فَهَبَّتْ رِيحٌ فَكَشَفَتْ نَاحِيَةَ
السِّتْرِ عَنْ بَنَاتٍ لِعَائِشَةَ لُعَبٍ فَقَالَ مَا هَذَا يَا عَائِشَةُ. قَالَتْ بَنَاتِى. وَرَأَى بَيْنَهُنَّ فَرَسًا لَهُ
جَنَاحَانِ مِنْ رِقَاعٍ فَقَالَ مَا هَذَا الَّذِى أَرَى
وَسْطَهُنَّ. قَالَتْ فَرَسٌ. قَالَ وَمَا هَذَا الَّذِى عَلَيْهِ. قَالَتْ
جَنَاحَانِ. قَالَ فَرَسٌ لَهُ جَنَاحَانِ. قَالَتْ أَمَا سَمِعْتَ أَنَّ
لِسُلَيْمَانَ خَيْلاً لَهَا أَجْنِحَةٌ قَالَتْ فَضَحِكَ حَتَّى رَأَيْتُ نَوَاجِذَهُ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
tiba dari perang Tabuk atau Khaibar, sementara kamar ‘Aisyah ditutup dengan
kain penutup. Ketika ada angin yang bertiup, kain tersebut tersingkap hingga
mainan boneka ‘Aisyah terlihat. Beliau lalu bertanya, “Wahai ‘Aisyah, apa ini?”
‘Aisyah menjawab, “Itu mainan bonekaku.” Lalu beliau juga melihat patung kuda
yang mempunyai dua sayap. Beliau bertanya, “Lalu suatu yang aku lihat di
tengah-tengah boneka ini apa?” ‘Aisyah menjawab, “Boneka kuda.” Beliau bertanya
lagi, “Lalu yang ada di bagian atasnya itu apa?” ‘Aisyah menjawab, “Dua sayap.”
Beliau bertanya lagi, “Kuda mempunyai dua sayap!” ‘Aisyah menjawab, “Tidakkah engkau
pernah mendengar bahwa Nabi Sulaiman mempunyai kuda yang punya banyak sayap?”
‘Aisyah berkata, “Beliau lalu tertawa hingga aku dapat melihat giginya.” (HR.
Abu Daud no. 4932 dan An-Nasai
dalam Al-Kubro
no. 890)
Hadits ini diceritakan setelah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pulang dari perang Tabuk. Ini sudah
menunjukkan bahwa hadits ini tidak dimansukh (dihapus) karena datangnya
belakangan.
Ulama Syafi’iyah, Malikiyah dan
Hambali beralasan dengan pengecualian tersebut bahwa mainan tadi dibolehkan
karena ada hajat untuk mendidik anak. Ini berarti, jika tujuannya hanya sekedar
dipajang di rumah, maka tentu tidak dibolehkan karena ada bahasan sendiri
tentang hukum memajang gambar.
Dari penjelasan di atas,
berarti dibolehkan boneka untuk mainan anak perempuan dalam rangka mendidik
mereka supaya anak perempuan bisa jadi lebih penyayang. Namun aman dan lebih
selamat, boneka tersebut tanpa wujud yang sempurna, tanpa kepala atau wajahnya
dihilangkan. Wallahu a’lam. Hanya Allah subhanahu wa ta’ala yang
memberi taufik dan hidayah. Semoga bermanfaat.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
0 Comment for "Hukum Boneka"