Bicara Yang Baik Atau Diam !!!

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah berkata yang baik atau (kalau tidak) diamlah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)


Seorang pujangga Arab pernah berkata, “Lidah itu lebih tajam dari ujung tombak yang terhunus.” Atau barangkali, sebagian kita ada yang berfikir lebih dari apa yang diperumpamakan pujangga Arab itu. Bahwa sebilah ujung tombak belumlah memadai untuk melukiskan perihnya lidah. Bisa jadi, kejahatan lewat lidah itu memiliki daya penghancur layaknya sebuah dinamit yang mampu meluluhlantahkan satu bangunan megah atau lebih kuat daripada bom atom yang menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki.

Begitulah, betapa tutur kata yang keluar dari sepotong lidah bisa lebih menyakitkan ketimbang benda-benda tajam lainnya. Ia bukan sekedar sebaris kalimat yang meluncur dari mulut kita, lalu hilang bersama angin. Tapi juga sederet makna dan pesan yang bisa ditangkap oleh setiap orang dengan segala tafsirnya. Dan kemudian, ia menyelinap ke dalam sanubari sang pendengar. Ada yang terluka karena kata-kata yang kita sampaikan, ada pula yang merasa dibahagiakan.

Persoalannya kita tidak tahu, apakah kata yang kita ucapkan itu menyakitkan atau meneduhkan? Kata-kata itu mbrojol keluar begitu saja, entah dalam perbincangan sehari-hari, diskusi atau pun dalam sekedar senda gurau belaka. Bagi kita yang bertutur, mungkin tidak jadi masalah, namun belum tentu bagi orang yang mendengar.

Bagi mereka, sejumlah kata yang melukai akan memiliki pengaruh yang luar biasa. Mulai dari orang yang menerimanya dengan tangis, dendam kesumat, sumpah serapah, kutukan, merasa terhina, baku hantam, putus apa, sampai pembunuhan sekalipun. Karena itu, pernahkan kita merenungkan dampak-dampak tersebut di hati mereka? Pernahkah kita membayangkan sakitnya berada dalam posisi mereka?

Dari sini nampak, bahwa kejahatan lidah lebih berbisa dari sekadar bisa ular. Ia bahkan menjadi tempat segala keburukan bermuara. Tak aneh, bila salah seorang ulama tassawuf Al-Harits Al-Muhasibi rahimahullah dalam buku Adabun Nufus berkomentar, “Janganlah lengah soal lidah, sebab ia bagaikan seekor hewan buas berbahaya yang mangsa pertamanya adalah pemiliknya sendiri. Tutuplah pintu omonganmu sekuat-kuatnya. Jangan membukanya kecuali jika harus membukanya. Jika engkau membukannya, maka hati-hatilah. Penuhi kebutuhanmu untuk berbicara sekadarnya saja dan tutup lagi pintu lisan itu.”

Oleh karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyodorkan ‘diam’ sebagai solusinya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah berkata yang baik atau (kalau tidak) diamlah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dari sinilah, diam menjadi teramat penting maknanya. Dengan diam, kita belajar menyaring kata sesuai porsi dan keperluannya. Dan, sekiranya kita harus mengeluarkan kata-kata, sebaiknya sederet kalimat yang kita lahirkan telah tersaring menjadi sebuah ungkapan yang benar-benar berfaedah. Begitu pula, dalam bersenda gurau. 

Dengan cara ini, kita tidak hanya menjadi penutur yang baik, tapi juga pendengar yang bijak. Jika tidak, maka bersiap-siaplah memasuki pintu neraka sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan kepada Mu'adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, Tidak mungkin manusia akan terus di dalam neraka kecuali karena hasil panen lidah mereka.

0 Comment for "Bicara Yang Baik Atau Diam !!!"

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top