“Kadang, karena ego diri, sudut pandang jatuh
tidak pas pada posisinya. Biarkan yang lain bersuara beda. Karena boleh jadi,
itulah tasbih mereka.”
Di
sebuah tempat di tepian hutan, seorang santri tengah menyiapkan tempat untuk
salat malam. Ia sapu debu dan dedaunan kering yang tercecer di sekitar ruangan
salat. Sesaat kemudian, sajadah pun terhampar mengarah kiblat. Hujan yang mulai
reda menambah keheningan malam.
"Bismillah,"
suara sang santri mengawali salat. Tapi, "Kung…kung…kung!" Suara
nyaring bersahut-sahutan seperti mengoyak kekhusyukan si santri. Ia pun menoleh
ke arah jendela. "Ah, suara kodok itu lagi!" ucapnya membatin.
Sudah
beberapa kali ia ingin memulai salat malam, selalu saja suara kodok
meng-kungkung bersahut-sahutan. Tentu saja, itu sangat mengganggu. Masak, salat
malam yang mestinya begitu khusyuk, yang tertangkap selalu wajah kodok. Mata
yang bulat, leher dan kepala menyatu dan meruncing di mulut, serta gelembung di
bagian leher yang menghasilkan nada begitu tinggi: kung!
"Astaghfirullah!
Gimana bisa khusyuk," ucap sang santri sambil membuka jendela kamarnya. Ia
menjulurkan kepalanya keluar jendela sambil menatap tajam ke arah genangan air
persis di samping jendela. Tapi, beberapa kodok tetap saja berteriak-teriak.
Mereka seperti tak peduli dengan sindiran ‘halus’ si santri.
Hingga
akhirnya, "Diaaaam!!!" Si santri berteriak keras. Lebih keras dari
teriakan kodok. Benar saja. Teriakan santri membuat kodok tak lagi bersuara.
Mereka diam. Mungkin, kodok-kodok tersadar kalau mereka sedang tidak disukai.
Bahkan mungkin, terancam. "Nah, begitu lebih baik," ucap si santri
sambil menutup jendela.
Ia pun
kembali mengkhusyukkan hatinya tertuju hanya pada salat. Kuhadapkan wajahku
hanya kepada Allah, Pencipta langit dan bumi. Tapi, "Kung…kung…kung!"
Kodok-kodok itu kembali berteriak bersahut-sahutan. Spontan, sang santri
kembali menghentikan salatnya.
Kali ini,
ia tidak segera beranjak ke arah jendela. Ia cuma menatap jendela yang tertutup
rapat. Sang santri seperti menekuri sesuatu. Lama…, ia tidak melakukan apa pun
kecuali terpekur dalam diamnya.
"Astaghfirullah,"
suara sang santri kemudian. "Kenapa kuanggap teriakan kodok-kodok itu
sebagai gangguan. Boleh jadi, mereka sedang bernyanyi mengiringi malam yang
sejuk ini. Atau bahkan, kodok-kodok itu pun sedang bertasbih seperti tasbihku
dalam salat malam.
Astaghfirullah,"
ucap sang santri sambil menarik nafas dalam. Dan, ia pun memulai salatnya
dengan begitu khusyuk. Khusyuuuk…sekali. Begitu pun dengan kodok-kodok:
"Kung…kung…kung!"
Kadang,
karena ego diri, sudut pandang jatuh tidak pas pada posisinya. Biarkan yang
lain bersuara beda. Karena boleh jadi, itulah tasbih mereka.
0 Comment for "Kodok"