Najis Mughallazhah

“Mughallazhah yaitu najis dari anjing, babi beserta anak-anaknya.” (Matan Safinah an-Najah, hal. 27)


Najis Mughallazhah adalah najis yang berasal dari anjing, babi beserta anak-anaknya baik hasil peranakan anjing, peranakan babi, persilangan antara keduanya jika memungkinkan maupun persilangan dengan hewan lain yang suci jika memungkinkan. asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah:

المغلظة نجاسة الكلب ، والخنزير ، وفرع أحدهما

“Mughallazhah yaitu najis dari anjing, babi beserta anak-anaknya.”[1]

Jika suatu benda suci terkena salah satu dari dua hewan ini yakni anjing dan babi baik bersentuhan kulit, keringat, air liur, darah, daging, organ tubuhnya, kotoran dan salah satu benda tersebut dalam keadaan basah, maka benda tersebut hukumnya menjadi najis mughallazhah. asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah dalam Kasyifah as-Saja’ menjelaskan setidaknya ada empat benda yang termasuk najis mughallazhah, diantaranya adalah:

  • Anjing

Segala macam jenis anjing dan keturunannya adalah najis mughallazhah. Kenajisan anjing terdapat pada seluruh tubuhnya baik organ luar tubuhnya yang tampak maupun organ dalam tubuhnya. al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata:

مذهبنا أن الكلاب كلها نجسة، المُعَلَّم وغيره، الصغير والكبير، وبه قال الأوزاعي وأبو حنيفة وأحمد وإسحاق وأبو ثور وأبو عبيد

“Madzhab kami, mengatakan bahwa anjing seluruh bagiannya adalah najis, sama ada anjing terlatih atau bukan, kecil ataupun besar. Pendapat ini juga dikatakan oleh al-Awza’i, Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal, Ishaq, Abu Tsaur dan Abu Ubaid.”[2]

asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah berkata:

كلب ولو معلماً للصيد أو الحراسة أو نحوهما.

“Anjing adalah najis, walaupun anjing yang dilatih untuk berburu, menjaga rumah atau selainnya.”[3]

Dalil yang melandasi akan najisnya anjing adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

طُهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولاَهُنَّ بِالتُّرَابِ

“Cara menyucikan bejana di antara kalian apabila dijilat anjing adalah dicuci sebanyak tujuh kali dan awalnya dengan tanah.”[4]

Suatu benda disucikan disebabkan oleh beberapa keadaan, yaitu najis, hadats atau untuk dimuliakan. Hukum asal dari bejana adalah suci. Ketika suatu bejana telah dijilat anjing dan diperintahkan untuk disucikan, maka ada tiga kemungkinan yaitu karena najis, hadats atau untuk dimuliakan. Suatu bejana tidak mungkin terkena hadats dan tidak mungkin pula disucikan dalam rangka memuliakannya. Maka sudah dipastikan bahwa bejana tersebut terkena najis, maka hal tersebut menunjukan bahwa anjing yang menjilat bejana tersebut adalah najis. asy-Syaikh Zakariyya al-Anshari rahimahullah berkata:

والكلب ولو معلما لخبر الصحيحين إذا ولغ الكلب في إناء أحدكم فليرقه ثم ليغسله سبع مرات ولخبر مسلم طهور إناء أحدكم إذا ولغ فيه الكلب أن يغسله سبع مرات أولاهن بالتراب وجه الدلالة أن الماء لو لم يكن نجسا لما أمر بإراقته لما فيها من إتلاف المال المنهي عن إضاعته وأن الطهارة إما عن حدث أو نجس ولا حدث على الإناء فتعينت طهارة النجس فثبت نجاسة فمه وهو أطيب أجزائه بل هو أطيب الحيوان نكهة لكثرة ما يلهث فبقيتها أولى

“Dan anjing adalah najis walaupun terlatih karena ada dua hadits sahih: “Jika anjing menjilat bejana salah seorang kalian, maka tumpahkanlah dan cuicilah tujuh kali”, dan juga hadits Muslim: “Sucinya bejana di antara kalian yaitu apabila anjing menjilatnya adalah dengan dicuci tujuh kali dan awalnya dengan tanah.” Sisi pendalilannya adalah sesungguhnya air itu tidak menjadi najis, maka niscaya tidak akan diperintahkan menumpahkannya karena termasuk membuang harta yang terlarang untuk dihilangkan. Dan sesungguhnya bersuci itu adakalanya karena sebab hadats atau najis, sedangkan tidak ada istilah hadats pada bejana, maka menjadi nyata bahwa itu adalah membersihkan dari najis. Maka nyatalah kenajisan mulut anjing tersebut, dan mulut adalah anggota tubuh yang paling bagus bahkan ia paling bagusnya bau mulut hewan karena seringnya menjulurkan lidahnya, maka anggota tubuh lainnya lebih utama (untuk dihukumi najis).”[5]

Madzhab Syafi’i menyatakan bahwa seluruh anggota tubuh dari anjing adalah najis. logika yang digunakan adalah jika air liur anjing dihukumi sebagai najis, maka jelas bagian tubuh yang lainnya pun najis karena air liur itu berasal dari bagian tubuh anjing. Selain itu terdapat riwayat dari Maimunah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:


أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَصْبَحَ يَوْمًا وَاجِمًا فَقَالَتْ مَيْمُونَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَقَدِ اسْتَنْكَرْتُ هَيْئَتَكَ مُنْذُ الْيَوْمِ ‏.‏ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ‏ إِنَّ جِبْرِيلَ كَانَ وَعَدَنِي أَنْ يَلْقَانِي اللَّيْلَةَ فَلَمْ يَلْقَنِي أَمَ وَاللَّهِ مَا أَخْلَفَنِي‏ ‏.‏ قَالَ فَظَلَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَهُ ذَلِكَ عَلَى ذَلِكَ ثُمَّ وَقَعَ فِي نَفْسِهِ جِرْوُ كَلْبٍ تَحْتَ فُسْطَاطٍ لَنَا فَأَمَرَ بِهِ فَأُخْرِجَ ثُمَّ أَخَذَ بِيَدِهِ مَاءً فَنَضَحَ مَكَانَهُ فَلَمَّا أَمْسَى لَقِيَهُ جِبْرِيلُ فَقَالَ لَهُ قَدْ كُنْتَ وَعَدْتَنِي أَنْ تَلْقَانِي الْبَارِحَةَ‏ ‏.‏ قَالَ أَجَلْ وَلَكِنَّا لاَ نَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلاَ صُورَةٌ ‏.‏ فَأَصْبَحَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَئِذٍ فَأَمَرَ بِقَتْلِ الْكِلاَبِ حَتَّى إِنَّهُ يَأْمُرُ بِقَتْلِ كَلْبِ الْحَائِطِ الصَّغِيرِ وَيَتْرُكُ كَلْبَ الْحَائِطِ الْكَبِيرِ

“Sesungguhnya pada suatu pagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kelihatan diam karena susah dan sedih. Maimunah berkata: “Wahai Rasulullah, Aku heran melihat sikap Anda sehari ini. Apa yang telah terjadi?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Jibril berjanji akan datang menemuiku malam tadi, ternyata dia tidak datang. Ketahuilah, dia pasti tidak menyalahi janji denganku!” Demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa kelihatan susah dan sedih sehari itu. Kemudian beliau melihat seekor anak anjing di bawah tempat tidur kami, lalu beliau menyuruh keluarkan anak anjing itu. Kemudian diambilnya air lalu dipercikinya (bekas-bekas) tempat anjing itu. Ketika hari sudah petang, Jibril datang menemui beliau. Kata beliau kepada Jibril: “Anda berjanji akan datang pagi-pagi.” Jibril menjawab; “Benar, tetapi kami tidak dapat masuk ke rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar-gambar.” Pada pagi harinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan supaya membunuh semua anjing, sampai anjing penjaga kebun yang sempit, tetapi beliau membiarkan anjing penjaga kebun yang luas.”[6]

Dari hadits di atas bisa kita ambil sebuah kesimpulan, jika diketahui bahwa seandainya anjing itu tidak najis, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan memercikkan bekas-bekas tempat anjing tersebut dengan air. Karena beliau melakukan hal tersebut, maka ini menjadi suatu indikasi bahwa anjing adalah najis seluruh tubuhnya dan ini adalah pendapat terkuat dalam madzhab Syafi’i.

Namun untuk anjing laut, maka hukumnya suci karena anjing laut merupakan hewan laut, dan hukum hewan laut semuanya adalah suci dan halal dikonsumsi, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:

أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ

“Dihalalkan bagimu buruan laut dan makanan yang ada di laut.”[7]

Nama-nama binatang laut yang biasa disebut sebagai singa laut, anjing laut, ular laut, babi laut dan lain-lainnya hanyalah sebutan saja, yang hakikatnya tidak seperti binatang-binatang serupa yang hidup di darat. Sehingga tidak bisa dihukumi seperti hukum binatang-binatang di darat hanya karena kebetulan namanya sama.

  • Babi

Segala macam jenis babi dan keturunannya adalah najis mughallazhah. Dalil yang menjelaskan mengenai kenajisan babi adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:

أَوْ لَحْمَ خِنْزِيْرٍ فَإِنَّهُ رِجْسُ

“atau daging babi, karena semua itu kotor.”[8]

Ulama berselisih pendapat mengenai kata rijs (رِجْسُ) yang bermakna kotor atau najis, apakah kembali kepada lahm (daging) atau kepada khinzir (babi). Jika seandainya kata tersebut dikembalikan kepada daging, maka yang najis adalah dagingnya saja. Akan tetapi jika kata tersebut dikembalikan kepada babi, maka yang najis adalah babinya secara menyeluruh yaitu seluruh bagian tubuh baik hidup maupun mati, dan madzhab Syafi’i menyatakan bahwa kata rijs (رِجْسُ) yang bermakna kotor atau najis dalam ayat tersebut dikembalikan kepada babi (khinzir).

Dalil lain yang digunakan oleh madzhab Syafi’i dalam menyatakan bahwa babi itu najis adalah dengan al-Qiyas al-Aulawi (القياس الأولوي). Babi diqiyaskan dengan anjing. Jika anjing saja sudah dikategorikan sebagai najis mughallazhah, maka babi lebih buruk dari anjing karena kehidupan babi lebih buruk dan jorok daripada anjing. al-Imam asy-Syairazi rahimahullah berkata:

وأما الخنزير فهو نجس لأنه أسوأ حالاً من الكلب لأنه مندوب إلى قتله من غير ضرر فيه ومنصوص على تحريمه، فإذا كان الكلب تجساً قالخنزير أولى . واما ما تولد منهما أو من أحدهما فنجس لانه مخلوق من نجس فكان مثله .

“Adapun babi adalah binatang najis karena kondisinya lebih buruk dari anjing, di samping itu dianjurkan untuk dibunuh bukan karena ia membahayakan, dan telah disebutkan oleh nash keharamannya. Jika anjing saja najis maka babi lebih najis. Sedangkan sesuatu yang lahir dari babi dan anjing atau salah satu dari keduanya adalah najis karena merupakan makhluk yang berasal dari yang najis, karenannya status hukumnya adalah sama,”[9]

asy-Syaikh Zakariyya al-Anshari rahimahullah berkata:

وندب إراقة سؤر الكلب أي باقي ما ولغ فيه فورا لخبر مسلم إذا ولغ الكلب في إناء أحدكم فليرقه وليغسله سبعا أولاهن بالتراب ويقاس بالكلب الخنزير

“Disunahkan menumpahkan air liur anjing dengan segera, artinya menumpahkan sisa sesuatu yang dijilati anjing karena berdasarkan hadits riwayat Muslim yang menyatakan: “Apabila anjing menjilati wadah atau bejana salah satu di antara kalian maka tumpahkanlan dan cucilah tujuh kali, salah satunya dengan debu.”’ Status (kenajisan) babi diqiyaskan dengan status kenajisan anjing.”[10]

  • Hewan silangan anjing atau babi

Apabila anjing atau babi disilangkan dengan hewan lainnya yang suci semisal kucing atau kambing dan menghasilkan keturunan, maka anak hasil persilangan tersebut dihukumi najis mughallazhah. Termasuk pada era modern saat ini adalah rekayasa genetika atau modifikasi genetika yang merupakan suatu proses penyisipan DNA baru secara manual kepada suatu organisme, maka jika DNA dari anjing atau babi disisipkan kepada hewan suci lain, maka hewan tersebut menjadi najis. asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah berkata:

فرع كل منهما مع غيره .

“Anakan silangan anjing atau babi dengan selainnya.”[11]

asy-Syaikh al-Khathib asy-Syarbini rahimahullah berkata:

وما تولد منهما أي من جنس كل منهما أو من أحدهما مع الآخر أو مع غيره من الحيوانات الطاهرة ولو آدميا كالمتولد بين ذئب وكلبة تغيبا للنجاسة لتولده منهما

“Dan apa yang dilahirkan oleh keduanya, yakni berupa jenis keduanya atau salah satu disilang dengan lainnya atau disilang dengan hewan-hewan yang suci, seperti peranakan dari anjing dan serigala, maka hukumnya najis yaitu berdasarkan najis yang lebih banyak, oleh karena ia dilahirkan dari anjing.”[12]

al-Imam al-Ghazali rahimahullah berkata:

وما يتولد من الكلب والخنزير, أو من أحدهما وحيوان طاهر فله حكمهما في بطلان البيع .

“Apa yang dilahirkan dari anjing dan babi atau dari salah satunya dengan hewan yang suci, maka hukumnya seperti keduanya (anjing dan babi) dalam hal tidak bolehnya berjual beli.”[13]

  • Air mani anjing, babi atau persilangan anjing atau babi

Air mani dari hewan yang suci maka hukumnya suci. Karena air mani tersebut merupakan cikal bakal kejadian hewan yang suci. hal ini diqiyaskan dengan air mani  manusia, dimana air mani manusia adalah suci karena merupakan cikal bakal manusia. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

أَوَلَمْ يَرَ الْإِنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ نُطْفَةٍ

“Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani).”[14]

Namun jika air mani tersebut berasal dari hewan yang najis seperti anjing, babi atau hasil persilangan antara anjing atau babi dengan hewan yang suci, maka air maninya dihukumi najis. asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah berkata:

منيهما تبعا لأصله ، وهو البدن.

“Air mani dari anjing dan babi hukumnya seperti hukum asalnya yaitu seperti hukum tubuhnya.”[15]

Dari pembahasan diatas, bisa difahami bahwa najis mughallazhah adalah najis yang berasal dari anjing dan babi, atau berasal dari persilangan anjing atau babi dengan hewan suci, dan termasuk najis mughallazhah adalah air mani anjing, babi dan hewan persilangan anjing atau babi dengan hewan suci, kenajisan tersebut disebabkan bahwa air mani tersebut merupakan cikal bakal hewan najis dan juga merupakan bagian dari hewan najis tersebut, karena hal tersebut maka air maninya dihukumi najis. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ


[1] Matan Safinah an-Najah, hal. 27
[2] al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Juz 2 hal. 585
[3] Kasyifah as-Saja’, hal. 169
[4] HR. Muslim no. 279
[5] al-Ghurar al-Bahiyyah, Juz 1 hal. 111-112
[6] HR. Muslim no. 2105
[7] QS. al-Maidah [5] : 96
[8] QS. al-An’am [6] : 145
[9] al-Muhadzdzab, Juz 1 hal. 93
[10] Asna al-Mathalib, Juz 1 hal. 22
[11] Kasyifah as-Saja’, hal. 171
[12] al-‘Iqna, hal. 229-230
[13] al-Wasith, Juz 3 hal. 18
[14] QS. Yasin [36] : 77
[15] Kasyifah as-Saja’, hal. 171


Referensi

  • al-Qur’an al-Kariim
  • al-Imam Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi. Shahih Muslim. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali. al-Wasith fii al-Madzhab. 1417 H. Dar as-Salam Kairo.
  • al-Imam Abu Ishaq Ibrahim bin ‘Ali bin Yusuf al-Fayruzabadi asy-Syairazi. al-Muhadzdzab fii Fiqh al-Imam asy-Syafi'i. 1416 H. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah Beirut.
  • al-Imam Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf an-Nawawi. al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab. Maktabah al-Irsyad Jeddah.
  • asy-Syaikh Abu ‘Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi. Kasyifah as-Saja Syarh Safinah an-Naja. 1432 H. Dar Ibn Hazm Beirut.
  • asy-Syaikh Abu Yahya Zakariyya bin Muhammad bin Zakariyya al-Anshari. al-Ghurar al-Bahiyyah fi Syarh al-Bahjah al-Wardiyyah.1418 H. Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah Beirut
  • asy-Syaikh Abu Yahya Zakariyya bin Muhammad bin Zakariyya al-Anshari. Asna al-Mathalib Syarh Raudhah ath-Thalib. 1422 H. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah Beirut.
  • asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami. Matan Safinah an-Najah fii Maa Yajibu ‘alaa al-‘Abdi lii Maulah. 1430 H. Dar Ibn Hazm Beirut.
  • asy-Syaikh Syamsuddin Muhammad bin Muhammad al-Khathib asy-Syarbini. al-‘Iqna fii Hal al-Fazh Abi Syuja’. 1425 H. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah Beirut.

0 Comment for "Najis Mughallazhah"

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top