Bantahan Syubhat Yang Menolak Bahwa Orangtua Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam Adalah Kafir

“Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka.” (HR. Muslim no. 203)


Sebagian orang-orang yang datang belakangan menolak ’aqidah bahwa orangtua Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah kafir dan masuk neraka dimana mereka membuat khilaf setelah adanya ijma’ (tentang kekafiran kedua orang tua Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam). Mereka mengklaim bahwa kedua orang tua beliau termasuk ahli surga. Yang paling menonjol dalam membela pendapat ini adalah Al-Hafizh As-Suyuthi. Ia telah menulis beberapa judul khusus yang membahas tentang status kedua orang tua Nabi seperti : Masaalikul Hunafaa fii Waalidayal Musthafaa, At-Ta’dhiim wal Minnah fii Anna Abawai Rasuulillah fil Jannah, As-Subulul Jaliyyah fil Aabaail ’Aliyyah, dan lain-lain. Kemudian setelah itu muncul pula orang-orang jahil yang menolak dengan berbagai alasan dan dalih dan menolak serta mendustakan dalil-dalil yang matsur shahih dan sharih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Bantahan terhadap Syubuhat

1. Mereka menganggap bahwa kedua orang tua nabi termasuk ahli fatrah sehingga mereka dimaafkan.

Bantahan:

Definisi fatrah menurut bahasa kelemahan dan penurunan (Lisanul ’Arab oleh Ibnul Mandzur 5/43). Adapun secara istilah, maka fatrah bermakna tenggang waktu antara dua orang Rasul, dimana ia tidak mendapati Rasul pertama dan tidak pula menjumpai Rasul kedua” (Jam’ul Jawaami’ 1/63). Hal ini seperti selang waktu antara Nabi Nuh dan Idris ‘alaihimas salam serta seperti selang waktu antara Nabi ‘Isa ‘alaihis salam dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Definisi ini dikuatkan oleh firman Allah subhanahu wa ta’ala:

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ عَلَى فَتْرَةٍ مِنَ الرُّسُلِ أَنْ تَقُولُوا مَا جَاءَنَا مِنْ بَشِيرٍ وَلا نَذِيرٍ

“Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syariat Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul, agar kamu tidak mengatakan: “Tidak datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan.” (QS. Al-Maidah : 19)

Ahli fatrah terbagi menjadi dua macam:

  1. Yang telah sampai kepadanya ajaran Nabi.

  1. Yang tidak sampai kepadanya ajaran/dakwah Nabi dan dia dalam keadaan lalai.

Golongan pertama di atas dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama, Yang sampai kepadanya dakwah dan dia bertauhid serta tidak berbuat syirik. Maka mereka dihukumi seperti ahlul-islam/ahlul-iman. Contohnya adalah Waraqah bin Naufal, Qus bin Saa’idah, Zaid bin ’Amr bin Naufal, dan yang lainnya. Kedua, Yang tidak sampai kepadanya dakwah namun ia merubah ajaran dan berbuat syirik. Golongan ini tidaklah disebut sebagai ahlul-islam/ahlul iman. Tidak ada perselisihan di antara ulama bahwa mereka merupakan ahli neraka. Contohnya adalah ’Amr bin Luhay, Abdullah bin Ja’dan, shahiibul mihjan, kedua orang tua Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Thalib, dan yang lainnya. Golongan kedua, maka mereka akan diuji oleh Allah kelak di hari kiamat.

Kedua orang tua Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memang termasuk ahli fatrah, namun telah sampai kepada mereka dakwah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Maka, mereka tidaklah dimaafkan akan kekafiran mereka sehingga layak sebagai ahli neraka.

2. Hadits-hadits yang menceritakan tentang dihidupkannya kembali kedua orang tua Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ke dunia, lalu mereka beriman kepada ajaran beliau.

Bantahan:

Di antara hadits-hadits tersebut adalah:

عن عائشة رضي الله عنها قالت: حج بنا رسول الله حجة الوداع ، فمرّ بي على عقبة الحجون وهو باكٍ حزين مغتم فنزل فمكث عني طويلاً ثم عاد إلي وهو فرِحٌ مبتسم ، فقلت له فقال : ذهبت لقبر أمي فسألت الله أن يحييها فأحياها فآمنت بي وردها الله

“Dari ’Aisyah radhiyallahu ’anha ia berkata: ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan haji bersama kami dalam haji wada’. Beliau melewati satu tempat yang bernama Hajun dalam keadaan menangis dan sedih. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam turun dan menjauh lama dariku kemudian kembali kepadaku dalam keadaan gembira dan tersenyum. Maka akupun bertanya kepada beliau (tentang apa yang terjadi), dan beliau pun menjawab: ”Aku pergi ke kuburan ibuku untuk berdoa kepada Allah agar Ia menghidupkannya kembali. Maka Allah pun menghidupkannya dan mengembalikan ke dunia dan beriman kepadaku.” (HR. Ibnu Syahin dalam An-Nasikh wal-Mansukh no. 656, Al-Jauzaqani dalam Al-Abathil 1/222, dan Ibnul Jauzi dalam Al-Maudlu’at 1/283-284)

Hadits ini tidak shahih karena perawi yang bernama Muhammad bin Yahya Az-Zuhri dan Abu Zinaad. Tentang Abu Zinaad, maka telah berkata Yahya bin Ma’in: Ia bukanlah orang yang dijadikan hujjah oleh Ashhaabul-Hadiits, tidak ada apapanya”. Ahmad berkata: “Orang yang goncang haditsnya (mudhtharibul hadits)”. Berkata Ibnul Madini: “Menurut para shahabat kami ia adalah seorang yang dla’if”. Ia juga berkata pula: “Aku melihat Abdurrahman bin Mahdi menulis haditsnya”. An-Nasa’i berkata: “Haditsnya tidak boleh dijadikan hujjah”. Ibnu ’Adi berkata: “Ia termasuk orang yang ditulis haditsnya”. Ringkasnya, maka ia termasuk perawi yang ditulis haditsnya namun riwayatnya sangat lemah jika ia bersendirian.

Adapun Muhammad bin Yahya Az-Zuhri, maka Ad-Daruquthni berkata: “Matruk”. Ia juga berkata: “Munkarul-Hadits, ia dituduh memalsukan hadits.” (Lisanul Mizan, 4/234)

Dengan melihat kelemahan itu, maka para ahli hadits menyimpulkan sebagai berikut: Ibnul Jauzi dalam Al-Maudlu’at (1/284) berkata: ”Palsu tanpa ragu lagi”. Ad-Daruquthni dalam Lisaanul Mizan (biografi ’Ali bin Ahmad Al-Ka’by): ”Munkar lagi bathil”. Ibnu ’Asakir dalam Lisanul Mizan (4/111): ”Hadits munkar”. Adz-Dzahabi berkata (dalam biografi ’Abdul Wahhab bin Musa): ”Hadits ini adalah dusta.”

عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إذا كان يوم القيامة شفعت لأبي وأمي وعمي أبي طالب وأخ لي كان في الجاهلية

“Dari Ibnu ’Umar radhiyallahu ‘anhuma ia berkata: Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: ”Pada hari kiamat nanti aku akan memberi syafa’at kepada ayahku, ibuku, pamanku Abu Thalib, dan saudaraku di waktu Jahiliyyah.” (HR. Tamam Ar-Razi dalam Al-Fawaaid 2/45)

Hadits ini adalah palsu karena rawi yang bernama Al-Waliid bin Salamah. Ia adalah pemalsu lagi ditinggalkan haditsnya. (Al-Majruhiin oleh Ibnu Hibban 3/80 dan Mizaanul I’tidaal oleh Adz-Dzahabi 4/339). Pembahasan selengkapnya hadits ini dapat dibaca dalam Silsilah Al-Ahaadits Adh-Dha’iifah wal Ma’udhu’ah oleh Asy-Syaikh Al-Albani no. 322.

عن علي مرفوعاً : « هبط جبريل علي فقال إن الله يقرئك السلام ويقول إني حرمت النار على صلبٍ أنزلك وبطنٍ حملك وحجرٍ كفلك »

“Dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu secara marfu’: ”Jibril turun kepadaku dan berkata: ’Sesungguhnya Allah mengucapkan salaam dan berfirman: Sesungguhnya Aku haramkan neraka bagi tulang rusuk yang telah mengeluarkanmu (yaitu Abdullah), perut yang mengandungmu (yaitu Aminah), dan pangkuan yang merawatmu (yaitu Abu Thalib).” (HR. Al-Jauzaqani dalam Al-Abaathil 1/222-223 dan Ibnul Jauzi dalam Al-Maudhu’at 1/283)

Hadits ini adalah palsu (maudlu’) tanpa ada keraguan sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Jauzi dalam Al-Maudhu’at (1/283) dan Adz-Dzahabi dalam Ahaadiitsul-Mukhtarah no. 67.

Dan hadits lain yang senada yang tidak lepas dari status sangat lemah, munkar, atau palsu.

3. Hadits-hadits yang menjelaskan tentang kafirnya kedua orang tua Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dinasakh (dihapus) oleh hadits-hadits yang menjelaskan tentang berimannya kedua orang tua beliau.

Bantahan:

Klaim nasakh hanyalah diterima bila nash naasikh (penghapus) berderajat shahih. Namun, kedudukan haditsnya yang dianggap naasikh adalah sebagaimana yang kita lihat (sangat lemah, munkar, atau palsu). Maka bagaimana bisa diterima hadits shahih di-nasakh oleh hadits yang kedudukannya sangat jauh di bawahnya ? Itu yang pertama. Adapun yang kedua, nasakh hanyalah ada dalam masalah-masalah hukum, bukan dalam masalah khabar. Walhasil, anggapan nasakh adalah anggapan yang sangat lemah.

Pada akhirnya, orang-orang yang menolak hal ini berhujjah dengan dalil-dalil yang sangat lemah. Penyelisihan dalam perkara ini bukan termasuk khilaf yang diterima dalam Islam (karena tidak didasari oleh hujjah yang kuat). Orang-orang Syi’ah berada pada barisan terdepan dalam memperjuangkan pendapat bathil ini. Di susul kemudian sebagian habaaib (orang yang mengaku keturunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) dimana mereka menginginkan atas pendapat itu agar orang berkeyakinan tentang kemuliaan kedudukan mereka sebagai keturunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hakekatnya, motif dua golongan ini adalah sama. Kultus individu.

Keturunan Nabi adalah nasab yang mulia dalam Islam. Akan tetapi hal itu bukanlah jaminan -sekali lagi- bahwa mereka akan dimasukkan ke dalam surga dan selamat dari api neraka. Allah hanya akan menilai seseorang -termasuk mereka yang mengaku memiliki nasab mulia- dari amalnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَمَنْ بَطَأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

“Barangsiapa yang lambat amalnya, maka kemuliaan nasabnya tidak bisa mempercepatnya”  (HR. Muslim, Lihat Arba’in An-Nawawiyyah, no. 36)

Kesimpulan: Kedua orang tua Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah meninggal dalam keadaan kafir. Wallahu a’lam.

0 Comment for "Bantahan Syubhat Yang Menolak Bahwa Orangtua Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam Adalah Kafir"

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top