Di Manakah Allah?

“Yang Maha Pengasih bersemayam di atas ‘Arsy.” (QS. Thaha [20] : 5)


Pada kesempatan kali ini penulis akan membahas mengenai sebuah pertanyaan yang menjadi sebuah pembeda atau pembatas antara Ahlussunnah dan Ahlul Bid’ah yaitu pertanyaan di manakah Allah? Penulis akan membahas mengenai pertanyaan di manakah Allah serta dalil-dalil yang melandasi jawaban akan pertanyaan tersebut baik dari al-Qur’an, as-Sunnah maupun atsar para Salaf ash-Shalih.

Di manakah Allah? Ini adalah sebuah pertanyaan yang sering muncul di kalangan umat Muslim dan jawaban yang diberikan pun bermacam-macam, berbeda-beda antara seorang Muslim dengan Muslim lainnya, ada yang menjawab jika Allah itu di langit, ada yang menyatakan Allah itu ada tanpa tempat dan tanpa arah, ada yang menyatakan Allah itu dekat lebih dekat dari urat leher, ada yang menjawab Allah ada di bumi dan ada pula yang menjawab Allah itu ada dimana-mana dan bersemayam pada seluruh makhluk-Nya. Maka untuk mengetahui jawaban pertanyaan ini, maka jalan satu-satunya adalah dengan wahyu, karena hal ini masuk perkara aqidah yang tak ada ruang dari akal untuk menjawabnya. Lalu apakah jawaban yang benar mengenai hal ini? Simaklah sebuah hadits yang diriwayatkan dari Mu’awiyyah bin al-Hakam as-Sulami radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan:

وَكَانَتْ لِي جَارِيَةٌ تَرْعَى غَنَمًا لِي قِبَلَ أُحُدٍ وَالْجَوَّانِيَّةِ فَاطَّلَعْتُ ذَاتَ يَوْمٍ فَإِذَا الذِّيبُ قَدْ ذَهَبَ بِشَاةٍ مِنْ غَنَمِهَا وَأَنَا رَجُلٌ مِنْ بَنِي آدَمَ آسَفُ كَمَا يَأْسَفُونَ لَكِنِّي صَكَكْتُهَا صَكَّةً فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَظَّمَ ذَلِكَ عَلَيَّ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا أُعْتِقُهَا قَالَ ائْتِنِي بِهَا فَأَتَيْتُهُ بِهَا فَقَالَ لَهَا أَيْنَ اللَّهُ قَالَتْ فِي السَّمَاءِ قَالَ مَنْ أَنَا قَالَتْ أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ قَالَ أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ .

“Dahulu aku memiliki seorang budak wanita yang menggembalakan kambing-kambing milikku di daerah antara Gunung Uhud dan Jawwaniyyah. Suatu hari aku menelitinya. Ternyata ada seekor serigala yang membawa seekor kambing dari kambing-kambing budak wanita itu. Aku adalah manusia biasa. Aku terkadang marah sebagaimana mereka marah. Maka aku menamparnya dengan sangat keras. Kemudian aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau mengatakan hal itu perkara yang besar terhadapku. Aku bertanya: “Wahai Rasulullah, tidakkah aku merdekakan dia?” Beliau berkata: “Bawa dia kepadaku.” Maka aku membawanya menghadap beliau. Beliau bertanya kepadanya: “Di manakah Allah?” Budak wanita itu menjawab: “Di atas langit.” Beliau bertanya lagi: “Siapakah saya?” Budak wanita itu menjawab: “Anda adalah utusan Allah.” Beliau bersabda: “Merdekakan dia, sesungguhnya dia seorang wanita yang beriman.”[1]

Dari hadits diatas, maka jelas sudahlah jawaban sebenarnya mengenai di mana Allah itu. Allah subhanahu wa ta’ala berada di atas langit, bersemayam di atas ‘arsy. Jika seandainya jawaban yang diberikan oleh budak wanita itu adalah kesalahan, maka pasti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menegurnya. Akan tetapi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam justru membenarkannya dan menyatakan bahwa budak wanita itu adalah seorang wanita yang beriman, ini mengindikasikan bahwa jawaban budak tersebut adalah benar dan sesuai dengan fitrah dari seorang yang beriman.

Selain hadits diatas, masih banyak lagi dalil yang menunjukan akan keberadaan Allah di atas langit dan bersemayam di atas ‘arsy, bahkan aqidah ini merupakan aqidah yang dibawakan oleh para Nabi sebelum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana aqidah yang didakwahkan oleh Nabi Musa ‘alaihis salam kepada Fir’aun. Namun Fir’aun dengan congkak dan sombong menolak dan mengingkarinya, sambil mengejek Nabi Musa ‘alaihis salam, Fir’aun berkata:

يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرِي فَأَوْقِدْ لِي يَا هَامَانُ عَلَى الطِّينِ فَاجْعَلْ لِي صَرْحًا لَعَلِّي أَطَّلِعُ إِلَىٰ إِلَٰهِ مُوسَىٰ وَإِنِّي لَأَظُنُّهُ مِنَ الْكَاذِبِينَ .

“Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta.”[2]

يَا هَامَانُ ابْنِ لِي صَرْحًا لَعَلِّي أَبْلُغُ الْأَسْبَابَ أَسْبَابَ السَّمَاوَاتِ فَأَطَّلِعَ إِلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لَأَظُنُّهُ كَاذِبًا .

“Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta.”[3]

Banyak sekali dalil-dalil baik dari al-Qur’an maupun as-Sunnah yang menjelaskan mengenai hal ini, bahkan beberapa ulama menjelaskan bahwa dalil-dalil yang menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala berada di atas puncak ketinggian, di atas ‘Arsy, di atas langit berjumlah 1000-an atau bahkan 2000-an. Berikut ini adalah sedikit mengenai dalil-dalil yang menjelaskan mengenai hal ini:

1.      al-Qur’an

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ .

“Dan Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.”[4]

إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ .

“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy.”[5]

إِنَّ رَبَّكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ فِى سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِ يُدَبِّرُ ٱلْأَمْرَ .

“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy untuk mengatur segala urusan.”[6]

وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مِنْ دَابَّةٍ وَالْمَلَائِكَةُ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ .

“Dan milik Allah sajalah segala yang ada di langit dan di bumi berupa makhluk melata dan para Malaikat, dalam keadaan mereka tidaklah sombong. Mereka takut terhadap Rabb mereka yang berada di atas mereka, dan mereka mengerjakan apa yang diperintahkan.”[7]

الرَّحْمٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى .

“Yang Maha Pengasih bersemayam di atas ‘Arsy.”[8]

الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ الرَّحْمَٰنُ فَاسْأَلْ بِهِ خَبِيرًا .

“(Allah) yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy, (Dialah) yang Maha pemurah, Maka Tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia.”[9]

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ مَا لَكُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا شَفِيعٍ أَفَلَا تَتَذَكَّرُونَ .

“Allah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. Tidak ada bagi kamu selain dari pada-Nya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”[10]

وَهُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ .

Dan Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.”[11]

إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ .

“Kepada-Nyalah naik ucapan yang baik dan amal shalih dinaikkan-Nya.”[12]

هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ .

“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”[13]

أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ أَمْ أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ .

“Apakah kalian merasa aman dari (Allah) Yang Berada di atas langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?, atau apakah kamu merasa aman terhadap (Allah) Yang Berada di atas langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku?[14]

            Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang menyatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala itu di atas, yaitu di atas langit bersemayam di atas ‘Arsy-Nya yang agung.

2.     al-Hadits

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَلاَ تَأْمَنُونِي وَأَنَا أَمِينُ مَنْ فِي السَّمَاءِ ! يَأْتِينِي خَبَرُ السَّمَاءِ صَبَاحًا وَمَسَاءً .

“Tidakkah kalian mempercayai aku, padahal aku kepercayaan dari (Allah) yang Berada di atas langit. Datang kepadaku khabar langit pagi dan sore.”[15]

لَمَّا قَضَى اللَّهُ الْخَلْقَ كَتَبَ فِي كِتَابِهِ فَهْوَ عِنْدَهُ فَوْقَ الْعَرْشِ إِنَّ رَحْمَتِي غَلَبَتْ غَضَبِي .

“Tatkala Allah menciptakan makhluk-Nya, Dia menulis dalam kitab-Nya, yang kitab itu terletak di sisi-Nya, “Sesungguhnya rahmat-Ku lebih mengalahkan kemurkaan-Ku”[16]

الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ، ارْحَمُوا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ .

“Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Yang Maha Penyayang. Sayangilah yang ada di bumi, niscaya akan menyayangi kalian  (Allah) yang ada di atas langit.”[17]

إنَّ الله حَيِيٌّ كريمٌ ، يَسْتَحْيِي إذا رَفَعَ الرَّجُلُ إليهِ يَدَيْهِ أن يَرُدَّهُما صُفْرًا خَائِبَتَيْنِ .

“Sesungguhnya Allah Yang Pemalu lagi Mulia. Dia malu jika seseorang mengangkat kedua tangan kepada-Nya kemudian Allah mengembalikan kedua tangan itu dalam keadaan kosong.”[18]

إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هذَا لاَ تُضَامُونَ فِي رُؤْيَتِهِ .

“Sesungguhnya kalian akan melihat Tuhan kalian sebagaimana kalian melihat (bulan purnama) ini. Dan kalian tidak akan saling berdesak-desakan dalam melihat-Nya.”[19]

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا ، حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرِ ، فَيَقُولُ : مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ ، مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ ، مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ .

 “Tuhan kita tabaraka wa ta’ala turun ke langit dunia tiap malam ketika telah tersisa sepertiga malam, kemudian Dia berkata, “Barangsiapa yang berdoa kepadaku, niscaya akan Aku kabulkan. Barangsiapa yang meminta kepada-Ku, niscaya Aku akan beri. Barangsiapa yang memohon ampunan kepada-Ku, niscaya Aku akan ampuni.”[20]

إِذَا سَأَلْتُمُ اللهَ فاسْأَلُوهُ الفِرْدَوسَ فإنَّهُ أوسطُ الجنَّةِ، وأعلى الجنَّةِ، وفوقَهُ عرشُ الرَّحْمنِ .

“Apabila kalian meminta kepada Allah, mintalah Firdaus karena sesungguhnya ia berada di tengah-tengah surga, dan surga yang paling tinggi. Di atasnya adalah ‘Arsy (Allah) Yang Maha Penyayang.”[21]

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ .

“Itu adalah bulan yang kebanyakan manusia lalai, yaitu antara Rajab dan Ramadhan. Itu adalah bulan terangkatnya amalan-amalan menuju Tuhan semesta alam. Maka aku ingin ketika amalanku diangkat dalam kondisi berpuasa.”[22]

Dan masih banyak sekali hadits yang menunjukan mengenai sifat Allah yang Maha Tinggi, tinggi di atas langit ke tujuh, bersemayam di atas ‘Arsy.

3.     Atsar Salaf ash-Shalih

·         Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu

Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu berkata:

أيها الناس ، إن كان محمد إلهكم الذي تعبدون ، فإن إلهكم محمد قد مات ، وإن كان إلهكم الله الذي في السماء ، فإن إلهكم لم يمت .

“Wahai manusia! Jika Muhammad adalah sesembahan kalian yang kalian sembah maka sesungguhnya sesembahan kalian telah mati. Jika sesembahan kalian adalah Allah yang berada di atas langit, maka sesungguhnya sesembahan kalian tidak akan mati.”[23]

·         ‘Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma

Dari Zaid bin Aslam rahimahullah, dia berkata:

مر ابن عمر براع فقال هل من جزرة فقال ليس هاهنا ربها قال ابن عمر تقول له أكلها الذئب  قال فرفع رأسه إلى السماء وقال فأين الله فقال ابن عمر أنا والله أحق أن أقول أين الله واشترى الراعي والغنم فأعتقه وأعطاه الغنم .

“(Suatu saat) Ibnu ‘Umar melewati seorang pengembala. Lalu beliau berkata,  “Adakah hewan yang bisa disembelih?” Pengembala tadi mengatakan, “Pemiliknya tidak ada di sini.” Ibnu ‘Umar mengatakan, “Katakan saja pada pemiliknya bahwa ada serigala yang telah memakannya.” Kemudian pengembala tersebut menghadapkan kepalanya ke langit. Lantas mengajukan pertanyaan pada Ibnu ‘Umar, “Lalu di manakah Allah?” Ibnu ‘Umar malah mengatakan, “Demi Allah, seharusnya aku yang berhak menanyakan padamu “Di mana Allah?” Kemudian setelah Ibnu Umar melihat keimanan pengembala ini, dia lantas membelinya, juga dengan hewan gembalannya (dari Tuannya). Kemudian Ibnu ‘Umar membebaskan pengembala tadi dan memberikan hewan gembalaan tadi pada pengembara tersebut.”[24]

·         ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu

‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:

ما بين السماء الدنيا والتي تليها مسيرة خمسمائة عام ، وبين كل سماءين مسيرة خمسمائة عام ، وبين السماء السابعة وبين الكرسي خمسمائة عام ، وبين الكرسي إلى الماء خمسمائة عام ، والعرش على الماء ، والله تعالى فوق العرش ، وهو يعلم ما أنتم عليه .

“Antara langit dunia dengan langit berikutnya sejauh 500 tahun perjalanan, antara dua langit sejauh 500 tahun perjalanan, antara langit ketujuh dan kursi sejauh 500 tahun perjalanan, antara kursi dengan air sejauh 500 tahun perjalanan, dan ‘Arsy di atas air dan Allah ta’ala di atas ‘Arsy dalam keadaan Dia Maha Mengetahui apa yang terjadi pada kalian.”[25]

·         ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menemui ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika ia baru saja wafat. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata padanya:

كنت أحب نساء رسول الله صلى الله عليه وسلم ولم يكن يحب إلا طيبا وأنزل الله براءتك من فوق سبع سموات .

“Engkau adalah wanita yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidaklah engkau dicintai melainkan kebaikan (yang ada padamu). Allah pun menurunkan perihal kesucianmu dari atas langit yang tujuh.”[26]

·         Ka’ab al-Ahbar rahimahullah

Ka’ab al-Ahbar rahimahullah adalah seorang mantan rabbi Yahudi yang masuk Islam pada masa khalifah Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu, beliau adalah seorang tabi’in yang sering meriwayatkan hadits-hadits Israiliyyat. Beliau pernah meriwayatkan firman Allah subhanahu wa ta’ala di dalam kitab Taurat, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

أنا الله فوق عبادي وعرشي فوق جميع خلقي وأنا على عرشي أدبر أمور عبادي ولا يخفى علي شيء في السماء ولا في الأرض .

“Sesungguhnya Aku adalah Allah. Aku berada di atas seluruh hamba-Ku. ‘Arsy-Ku berada di atas seluruh makhluk-Ku. Aku berada di atas ‘Arsy-Ku. Aku-lah pengatur seluruh urusan hamba-Ku. Segala sesuatu di langit maupun di bumi tidaklah samar bagi-Ku.”[27]

·         Qatadah rahimahullah

Qatadah rahimahullah mengatakan bahwa Bani Israil pernah berkata:

يا رب أنت في السماء ونحن في الأرض فكيف لنا أن نعرف رضاك وغضبك قال إذا رضيت استعملت عنكم عليكم خياركم وإذا غضبت إستعلمت عليكم شراركم هذا ثابت عن قتادة أحد الحفاظ الكبار .

“Wahai Rabb, Engkau di atas langit dan kami di bumi, bagaimana kami bisa tahu jika Engkau ridho dan Engkau murka?” Allah Ta’ala berfirman, “Jika Aku ridho, maka Aku akan memberikan kebaikan b2pada kalian. Dan jika Aku murka, maka Aku akan menimpakan kejelekan pada kalian.”[28]

·         Sulaiman at-Taimi rahimahullah

Sulaiman at-Taimi rahimahullah berkata:

لو سئلت أين الله لقلت في السماء .

“Seandainya aku ditanyakan di manakah Allah, maka aku menjawab (Allah berada) di atas langit.”[29]

·         al-Imam ‘Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah

Ali bin al-Hasan bin Syaqiq rahimahullah pernah bertanya kepada al-Imam ‘Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah mengenai bagaimana mengenal Allah subhanahu wa ta’ala. Maka al-Imam ‘Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah menjawab:

في السماء السابعة على عرشه ولا نقول كما تقول الجهمية إنه هاهنا في الأرض .

“Allah berada di atas langit ketujuh dan di atasnya adalah ‘Arsy. Tidak boleh kita mengatakan sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang Jahmiyah yang mengatakan bahwa Allah berada di sini yaitu di muka bumi.”[30]

·         al-Imam Abu Hanifah rahimahullah

Diriwayat dari Abu Muthi’ al-Hakam bin Abdillah al-Balkhi rahimahullah, beliau berkata:

سألت أبا حنيفة عمن يقول لا أعرف ربي في السماء أو في الأرض فقال قد كفر لأن الله تعالى يقول الرحمن على العرش استوى وعرشه فوق سمواته  فقلت إنه يقول أقول على العرش استوى ولكن قال لا يدري العرش في السماء أو في الأرض  قال إذا أنكر أنه في السماء فقد كفر رواها صاحب الفاروق بإسناد عن أبي بكر بن نصير بن يحيى عن الحكم .

“Aku bertanya pada Abu Hanifah mengenai perkataan seseorang yang menyatakan, “Aku tidak mengetahui di manakah Rabbku, di langit ataukah di bumi?” Imam Abu Hanifah lantas mengatakan, “Orang tersebut telah kafir karena Allah ta’ala sendiri berfirman, الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى Yang Maha Pengasih bersemayam di atas ‘Arsy.[31] Dan ‘Arsy-Nya berada di atas langit.” Orang tersebut mengatakan lagi, “Aku berkata bahwa Allah memang menetap di atas ‘Arsy.” Akan tetapi orang ini tidak mengetahui di manakah ‘Arsy, di langit ataukah di bumi. Abu Hanifah lantas mengatakan, “Jika orang tersebut mengingkari Allah di atas langit, maka dia kafir.”[32]

·         al-Imam Malik bin Anas rahimahullah

al-Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata:

الله في السماء، وعلمه في كل مكان، لا يخلو منه شيء .

“Allah berada di atas langit, dan ilmu-Nya berada di setiap tempat. Tidak ada terlepas dari-Nya sesuatu.”[33]

al-Imam al-Qurthubi rahimahullah meriwayatkan dalam kitab tafsirnya, bahwasanya al-Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata:

الاستواء معلوم - يعني في اللغة – ، والكيف مجهول ، والسؤال عن هذا بدعة .

“al-Istiwa’ adalah diketahui –yaitu (diketahui) dalam bahasa (Arab)– , kaifiyah-nya tidak diketahui dan bertanya tentang hal ini adalah bid’ah.”[34]

·         al-Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi’i rahimahullah

al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah, beliau berkata:

القول في السّنّة الّتي أنا عليها ورأيت أصحابنا عليها أهل الحديث الّذين رأيتهم وأخذت عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الإقرار بشهادة أن لا إله إلّا الله وأنّ محمّدا رسول الله وأنّ الله على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وينزل إلى السّماء الدّنيا كيف شاء .

“Pendapat dalam sunnah yang saya yakini dan diyakini oleh kawan-kawan saya ahlul hadits yang saya bertemu dengan mereka dan belajar kepada mereka seperti Sufyan, Malik, dan selain keduanya adalah menetapkan syahadat bahwa tidak ada yang berhak untuk diibadahi secara benar kecuali hanya Allah saja dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah dan bahwa Allah di atas ‘Arsy-Nya di langit-Nya dekat dengan para hamba-Nya sekehendak Dia dan Dia turun ke langit dunia sekehendak-Nya.”[35]

·         al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah

al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata:

عالم الغيب والشهاده علمه محيط بكل شيء شاهد علام الغيوب يعلم الغيب ربنا على العرش بلا حد ولا صفه وسع كرسيه السموات والأرض .

“Allah mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu yang nampak dan yang tersembunyi. Namun Rabb kita tetap menetap tinggi di atas ‘Arsy, tanpa dibatasi dengan ruang, tanpa dibatasi dengan bentuk. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Kursi-Nya pun meliputi langit dan bumi.”[36]

Yusuf bin Musa al-Ghadadi rahimahullah berkata:

قيل لأبي عبد الله احمد بن حنبل الله عز و جل فوق السمآء السابعة على عرشه بائن من خلقه وقدرته وعلمه بكل مكان قال نعم على العرش و لايخلو منه مكان .

“al-Imam Abu ‘Abdillah Ahmad bin Hanbal pernah ditanyakan, “Apakah Allah ‘azza wa jalla berada di atas langit ketujuh, di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, sedangkan kemampuan dan ilmu-Nya di setiap tempat (di mana-mana)?” al-Imam Ahmad pun menjawab: “Betul sekali. Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, setiap tempat tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[37]

·         al-Imam al-Auza’i rahimahullah

al-Imam al-Auza’i rahimahullah berkata:

كنا والتابعون متوافرون نقول إن الله عزوجل فوق عرشه ونؤمن بما وردت به السنة من صفاته .

“Kami dan pengikut kami mengatakan bahwa Allah ‘azza wa jalla berada di atas ‘Arsy-Nya. Kami beriman terhadap sifat-Nya yang ditunjukkan oleh as-Sunnah.”[38]

·         al-Imam Sufyan ats-Tsauri rahimahullah

al-Imam Sufyan ats-Tsauri rahimahullah pernah ditanya mengenai firman Allah subhanahu wa ta’ala, وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ “Dia (Allah) bersama kalian di mana saja kalian berada.”[39], beliau rahimahullah menjawab:

علمه .

“Yang dimaksudkan adalah ilmu Allah (bukan dzat-Nya).”[40]

·         al-Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari rahimahullah

al-Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari rahimahullah berkata:

وأن الله استوى على عرشه كما قال الرحمن على العرش استوى .

“Dan bahwasannya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya sebagaimana firman-Nya,  الرَّحْمَنُ عَلَى العَرْشِ اسْتَوَى “Yang Maha Pengasih bersemayam di atas ‘Arsy.[41][42]

Dan juga perkataan beliau rahimahullah mengomentari kesesatan Mu’tazillah, Jahmiyyah dan Khawarij Haruriyyah:

وقد قال قائلون من المعتزلة والجهمية والحرورية إن معنى استوى إستولى وملك وقهر ، وأنه تعالى في كل مكان ، وجحدوا أن يكون على عرشه ، كما قال أهل الحق ، وذهبوا في الإستواء إلى القدرة، فلو كان كما قالوا كان لا فرق بين العرش و الأرض فالله سبحانه وتعالى قادر عليها وعلى الحشوش .

“Dan telah berkata orang-orang dari kalangan Mu’tazillah, Jahmiyyah, dan Haruriyyah (Khawarij), “Sesungguhnya makna istiwa’ adalah menguasai (istila’), memiliki, dan mengalahkan. Allah ta’ala berada di setiap tempat.” Mereka mengingkari keberadaan Allah di atas ‘Arsy-Nya, sebagaimana yang dikatakan oleh Ahlul Haq (Ahlussunnah). Mereka (Mu’tazillah, Jahmiyyah, dan Haruriyyah) memalingkan (mena’wilkan) makna istiwa’ kepada kekuasaan (al-qudrah). Jika saja hal itu seperti yang mereka katakan, maka tidak akan ada bedanya antara ‘Arsy dan bumi yang tujuh, karena Allah berkuasa atas segala sesuatu. Bumi adalah sesuatu, dimana Allah berkuasa atasnya dan atas rerumputan.”[43]

إختلفوا في ذلك على سبع عشرة مقالة منها قال أهل السنة وأصحاب الحديث إنه ليس بجسم ولا يشبه الأشياء وإنه على العرش كما قال : (الرَّحْمَنُ عَلَى العَرْشِ اسْتَوَى). ولا نتقدم بين يدي الله بالقول، بل نقول استوى بلا كيف وإن له يدين كما قال : (خَلَقْتُ بِيَدَيَّ) وإنه ينزل إلى سماء الدنيا كما جاء في الحديث .

“Mereka berbeda pendapat tentang permasalahan ini (yaitu permasalahan di manakah Allah?) menjadi tujuh belas pendapat. Diantara pendapat-pendapat tersebut adalah pendapat Ahlussunnah dan Ashhabul Hadits yang mengatakan bahwa Allah tidak bersifat mempunyai badan (seperti makhluk), dan tidak pula Dia menyerupai sesuatupun (dari makhluk-Nya). Dan bahwasannya Dia berada di atas ‘Arsy sebagaimana firman-Nya, الرَّحْمَنُ عَلَى العَرْشِ اسْتَوَى “Yang Maha Pengasih bersemayam di atas ‘Arsy.[44]  Kami tidak mendahului Allah dengan satu perkataanpun tentangnya, namun kami mengatakan bahwa Allah bersemayam tanpa menanyakan bagaimananya. Dan bahwasannya Allah mempunyai dua tangan sebagaimana firman-Nya: خَلَقْتُ بِيَدَيَّ “Kepada yang telah Kuciptakan dengan kedua tangan-Ku.”[45] Dan bahwasannya Allah turun ke langit dunia sebagaimana yang terdapat dalam hadits.”[46]

Selain riwayat atsar-atsar di atas, masih sangat banyak dalil yang menjadi landasan mengenai hal ini, bahkan  al-Imam adz-Dzahabi rahimahullah dalam kitab al-‘Uluw lil ‘Aliyy al-Ghaffar meriwayatkan sekitar 595 riwayat perkataan dari para ulama salaf maupun khalaf yang berjalan di atas manhaj Ahlussunnah dalam menetapkan sifat ketinggian Allah subhanahu wa ta’ala di atas ‘Arsy-Nya.

Demikianlah beberapa dalil baik dari al-Qur’an, as-Sunnah, atsar para sahabat maupun perkataan para ulama salaf yang menjelaskan mengenai ketinggian Allah subhanahu wa ta’ala di atas ‘arsy-Nya di atas langit yang ketujuh, sebagai bantahan bagi Jahmiyah dan turunannya dari kalangan Asy’ariyyah dan Maturidiyyah serta ahlul kalam yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu pun di atas langit. Juga sebagai bantahan firqah-firqah sesat lainnya yang menyatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala ada dimana-mana atau bersatu dengan makhluk-Nya. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memudahkan kita dalam memahaminya. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ


[1] HR. Muslim no. 537
[2] QS. al-Qashash [28] : 38
[3] QS. Ghafir [40] : 36-37
[4] QS. al-Baqarah [2] : 255
[5] QS. al-A’raf [7] : 54
[6] QS. Yunus [10] : 3
[7] QS. an-Nahl [16] : 49-50
[8] QS. Thaha [20] : 5
[9] QS. al-Furqan [25] : 59
[10] QS. as-Sajdah [32] : 4
[11] QS. Saba’ [34] : 28
[12] QS. Fathir [45] :10
[13] QS. al-Hadid [57] : 4
[14] QS. al-Mulk [67] : 16-17
[15] HR. al-Bukhari no. 4351 dan Muslim no. 1064
[16] HR. al-Bukhari no. 3194 dan Muslim no. 2751
[17] HR. at-Tirmidzi no. 1924
[18] HR. at-Tirmidzi no. 3556
[19] HR. al-Bukhari no. 4851 dan Muslim no. 633
[20] HR. al-Bukhari no. 1145 dan Muslim no. 758
[21] HR. al-Bukhari no. 2790
[22] HR. an-Nasa’i no. 2357
[23] HR. Ibnu Abi Syaibah no. 38037
[24] al-‘Uluw lil ‘Aliyy al-Ghaffar, hal. 117
[25] ar-Radd ‘ala al-Jahmiyyah, hal. 59
[26] al-‘Uluw lil ‘Aliyy al-Ghaffar, hal. 126
[27] al-‘Uluw lil ‘Aliyy al-Ghaffar, hal. 121
[28] al-‘Uluw lil ‘Aliyy al-Ghaffar, hal. 126
[29] al-‘Uluw lil ‘Aliyy al-Ghaffar, hal. 130
[30] al-‘Uluw lil ‘Aliyy al-Ghaffar, hal. 149
[31] QS. Thaha [20] : 5
[32] al-‘Uluw lil ‘Aliyy al-Ghaffar, hal. 135-136
[33] Kitab as-Sunnah hal. 5
[34] Tafsir al-Qurthubi, Juz 9 hal. 239
[35] al-‘Uluw lil ‘Aliyy al-Ghaffar, hal. 165
[36] Itsbat Sifah al-‘Uluw, hal. 167
[37] Itsbat Sifah al-‘Uluw, hal. 167
[38] al-‘Uluw lil ‘Aliyy al-Ghaffar, hal. 136
[39] QS. al-Hadid [57] : 4
[40] al-‘Uluw lil ‘Aliyy al-Ghaffar, hal. 137-138
[41] QS. Thaha [20] : 5
[42] al-Ibanah, hal. 9
[43] al-Ibanah, hal. 34-37
[44] QS. Thaha [20] : 5
[45] QS. Shad [38] : 75
[46] Maqalat al-Islamiyyin, hal. 260-261



Referensi

  • al-Qur’an al-Karim
  • al-Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar al-Qurthubi. al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an (Tafsir al-Qurthubi). 1427 H. Mu’asasah ar-Risalah Beirut.
  • al-Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ism’ail al-Ju’fi al-Bukhari. Shahih al-Bukhari. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Abu ‘Abdirrahman Ahmad bin Syu’aib bin ‘Ali an-Nasa’i. al-Mujtaba min as-Sunan (Sunan an-Nasa’i). Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Abu ‘Abdurrahman ‘Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Kitab as-Sunnah. 1349 H. al-Mathba’ah as-Salafiyyah Makkah al-Mukaramah.
  • al-Imam Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah at-Tirmidzi. Jami’ at-Tirmidzi. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Abu al-Hasan ‘Ali bin Isma’il bin ‘Abdullah bin Abu Musa al-‘Asy’ari. al-Ibanah ‘an Ushul ad-Diyanah. Dar Ibn Zaidun Beirut.
  • al-Imam Abu al-Hasan ‘Ali bin Isma’il bin ‘Abdullah bin Abu Musa al-‘Asy’ari. Maqalat al-Islamiyyin wa Ikhtilaf al-Mushallin. 1369 H. Maktabah an-Nahdlah al-Mishriyyah Kairo.
  • al-Imam Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi. Shahih Muslim. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Abu Bakar ‘Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim Abi Syaibah al-‘Abasi. al-Mushannaf li Ibn Abi Syaibah. 1429 H. al-Faruq al-Haditsiyah Kairo.
  • al-Imam Abu Muhammad ‘Abdullah bin Ahmad bin Qudamah al-Maqdisi. Itsbat Sifah al-‘Uluw. 1409 H. Maktabah al-‘Uluw wa al-Hikam al-Madinah al-Munawarah.
  • al-Imam Abu Sa’id ‘Utsman bin Sa’id ad-Darimi. ar-Ra’du ‘ala al-Jahmiyyah. 1431 H. al-Maktabah al-Islamiyyah Kairo.
  • al-Imam al-Hafizh Abu ‘Abdillah Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsman bin Qaimaz adz-Dzahabi. al-‘Uluw lil ‘Aliyy al-Ghaffar fii Idhah Shahih al-Akhbar wa Saqimuha. 1416 H. Maktabah Adhwa’ as-Salaf Riyadh.

2 Comment for "Di Manakah Allah?"

Alhamdulillah, semoga bermanfaat dan menambah wawasan antum khususnya dan kita semua unumnya

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top