Mendirikan Shalat

“Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. an-Nisa [4] : 103)


Melanjutkan pembahasan kitab Matan Safinah an-Najah karya asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah. Pada kesempatan kali ini, penulis akan menjelaskan mengenai rukun Islam yang kedua yaitu shalat. asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah berkata:

(فصل) أركان الإسلام خمسة :
شهادة أن لا إله إلاالله وأن محمد رسول الله ، وإقام الصلاة ، وإيتاء الزكاة ، و صوم رمضان ، وحج البيت من استطاع إليه سبيلا .

“(Pasal) Rukun Islam itu ada lima: Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan haji ke Baitullah bagi yang mampu menempuh perjalananya.”[1]

(وإقام الصلاة)

asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah berkata:

وثانيها إقام الصلاة وهي أفضل العبادات البدنية الظاهرة وبعدها الصوم ثم الحج ثم الزكاة ففرضها أفضل الفرائض ونفلها أفضل النوافل .

“Dan rukun Islam yang kedua adalah mendirikan shalat. Dan shalat adalah seutama-utamanya ibadah-ibadah fisik lahiriyah, dan setelah shalat adalah puasa, kemudian haji, kemudian zakat. Maka shalat fardhu adalah seutama-utamanya ibadah-ibadah fardhu, dan shalat sunnah adalah seutama-utamanya ibadah-ibadah sunnah.”[2]

asy-Sayyid Ahmad bin ‘Umar asy-Syathiri rahimahullah berkata:

الإقام هو الإقامة والإقامة هي الملازمة والإستمرار ، والصلاة لغة الدعاء ، قيل مطلقا ، وقيل بخير ، وشرعا أقوال وأفعال مفتتحة بالتكبير مختتمة بالتسليم غالبا . المعنى أن الثاني من أركان الإسلام الملازمة والإستمرار على أداء الصلاة بجميع أركانها وشروطها .

“Makna mendirikan adalah melaksanakan secara terus menerus. Makna shalat secara bahasa adalah do’a, sebagian berpendapat do’a secara mutlak, namun sebagian menyatakan do’a yang baik. Secara syari’at shalat berarti suatu hal yang biasanya terdiri dari ucapan dan perbuatan, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Maknanya adalah bahwasanya rukun Islam yang kedua adalah melaksanakan shalat secara terus menerus dengan terpenuhi seluruh rukun dan syaratnya.”[3]

asy-Syaikh Zainuddin al-Malibari rahimahullah menjelaskan:

الصلاة أقوال وأفعال مخصوصة مفتتحة بالتكبير مختتمة بالتسليم .

“Shalat adalah segala perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.”[4]

Shalat (الصلاة) secara bahasa artinya do’a (الدعاء), sedangkan secara syariat bermakna suatu perkara ibadah yang terdiri dari perkataan dan perbuatan yang telah ditentukan tata caranya, dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Mendirikan shalat (إقام الصلاة) bermakna senantiasa melaksanakan shalat secara mutlak dan terus-menerus, menghidupkan, menjaga, memberikan nilai dan kemuliaan terhadap shalat di tengah masyarakat dan di antara umat manusia. Shalat sendiri merupakan perkara yang paling penting setelah syahadat. Shalat merupakan tiang agama dimana seorang muslim wajib mendirikannya dan menjaganya secara terus-menerus sejak usia baligh hingga meninggal. Bahkan wajib bagi seorang muslim untuk memerintahkan kepada keluarga serta anak-anaknya sejak usia tujuh tahun untuk membiasakannya, dan memukul mereka jika tidak mau melaksanakannya pada usia sepuluh tahun, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مُـرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّـلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا، وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ .

“Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur tujuh tahun, dan jika telah berusia sepuluh tahun dia meninggalkan shalat, maka pukulah ia. Dan pisahkanlah tempat tidurnya (antara anak laki-laki dan anak wanita).”[5]

al-Imam Taqiyuddin as-Subki rahimahullah berkata:

يجب ذلك كما يجب على الولي أن يأمر الصبي بالصلاة لسبع ويضربه عليها لعشر . لا ننكر وجوب الأمر بما ليس بواجب والضرب على ما ليس بواجب ونحن نضرب البهيمة للتأديب فكيف الصبي وذلك لمصلحته وأن يعتاد بها قبل بلوغه .

Wali bagi anak diwajibkan memerintahkan anaknya untuk melakukan shalat saat mereka berusia tujuh tahun dan memukulnya (apabila masih belum melaksanakan shalat) saat mereka berusia sepuluh tahun. Kami tidak mengingkari wajibnya perintah terhadap perkara yang tidak wajib, atau memukul terhadap perkara yang tidak wajib. Jika kita boleh memukul binatang untuk mendidik mereka, apalagi terhadap anak? Hal itu semata-mata untuk kebaikannya dan agar dia terbiasa sebelum masuk usia baligh.[6]

Shalat adalah kewajiban bagi setiap muslim dalam kondisi apapun walaupun pada posisi ketakutan dan sakit. Seorang muslim wajib menjalankan shalat sesuai dengan kemampuannya baik dalam keadaan berdiri, duduk maupun berbaring bahkan diperbolehkan dengan isyarat jika orang tersebut tidak bisa melakukan shalat selain dengan cara itu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ .

“Shalatlah dengan berdiri, apabila tidak mampu, maka duduklah dan bila tidak mampu juga maka berbaringlah.[7]

Tidak ada dispensasi untuk meninggalkan shalat bagi seorang muslim selama akalnya masih berjalan. asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah berkata:

ولا يعذر أحد في تركها ما دام عاقلا .

“Dan tidak diberikan dispensasi seorang pun dalam hal meninggalkan shalat, selama ia masih berfungsi akalnya.”[8]

Shalat merupakan hubungan antara hamba dengan Rabb-nya yang wajib dilaksanakan lima waktu dalam sehari semalam, sesuai petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalil yang melandasi perintah wajibnya mendirikan shalat adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:

إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتْ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ كِتَٰبًا مَّوْقُوتًا .

“Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”[9]

Dan juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

صَلُّوا كمَا رَأيتُمُونِى أُصَلَّي .

Shalatlah kalian, sebagaimana kalian melihat aku shalat.[10]

            Shalat wajib yang ditentukan waktunya adalah shalat Maghrib, Isya, Shubuh, Dzuhur dan Ashar. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

أَقِمِ الصَّلاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا .

“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) shubuh. Sesungguhnya salat shubuh itu disaksikan (oleh malaikat).”[11]

Dalam ayat di atas dijelaskan secara global mengenai waktu-waktu shalat. Firman Allah subhanahu wa ta’ala لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ  ‘dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap’ menjelaskan mengenai empat macam waktu shalat yaitu Dzuhur, Ashar, Maghrib dan Isya. Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala قُرْآنَ الْفَجْرِ  ‘quranal fajr’ yaitu Shubuh. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan lebih rinci mengenai waktu-waktu shalat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتْ الشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ كَطُولِهِ مَا لَمْ يَحْضُرْ الْعَصْرُ وَوَقْتُ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ وَوَقْتُ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبْ الشَّفَقُ وَوَقْتُ صَلَاةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الأَوْسَطِ وَوَقْتُ صَلاةِ الصُّبْحِ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ مَا لَمْ تَطْلُعْ الشَّمْسُ فَإِذَا طَلَعَتْ الشَّمْسُ فَأَمْسِكْ عَنْ الصَّلَاةِ فَإِنَّهَا تَطْلُعُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ .

“Waktu Dzuhur jika matahari telah tergelincir sampai bayangan seseorang sama dengan tingginya selama belum masuk waktu Ashar. Waktu Ashar tetap ada selama matahari belum berwarna kuning. Waktu shalat Maghrib selama mega merah (syafaq) belum hilang. Waktu shalat Isya hingga tengah malam. (Waktu) shalat Shubuh mulai terbitnya fajar hingga terbit matahari. Apabila matahari telah terbit, maka berhentilah dari shalat, karena matahari itu terbit di antara dua tanduk setan.”[12]

Shalat adalah amalan yang paling utama yang dapat mencegah seorang muslim dari perbuatan keji dan mungkar. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ .

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (al-Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaanya dari ibadah-ibadah lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.[13]

Shalat merupakan amalan yang pertama kali dihisab pada hari Kiamat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أوّل مَايُحَاسَبُ بِهِ العَبدُ يَوم القِيَامَة الصَّلاةُ, فَإن صَلُحَتْ صَلُحَ سَائِرُ عَمَلِهِ, وَإن فَسَدَت فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ .

Amal seorang hamba yang pertama kali dihisab pada hari Kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya baik, maka baik pula seluruh amalnya. Dan apabila shalatnya rusak, maka rusak pula seluruh amalnya.[14]

Shalat fardhu yang lima waktu akan menghapuskan dosa-dosa dan kesalahan kita sebagaimana air yang menghilangkan kotoran-kotoran yanag melekat pada tubuh kita. Maka, hendaklah seorang muslim harus memperhatikan dalam pelaksanaan shalatnya:
  • Harus dikerjakan pada waktunya, dan yang utama adalah di awal waktu kecuali shalat Isya yang disunnahkan di sepertiga malam pertama.
  • Harus dikerjakan dengan khusyu dan thumaninah serta memperhatikan rukun serta syaratnya.
  • Harus dikerjakan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari mulai takbiratul ihram hingga salam.
  • Bagi laki-laki, mengerjakannya adalah dengan berjama’ah di masjid bagi yang mukim dan tidak udzur. Sedangkan bagi perempuan, shalat yang paling baik adalah di rumah di tempat yang paling tersembunyi dari penglihatan manusia.

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memudahkan kita dalam melaksanakan keta’atan kepada-Nya. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ


[1] Matan Safinah an-Najah, hal. 15-16
[2] Kasyifah as-Saja’, hal. 37
[3] Nail ar-Raja’, hal. 11
[4] Fath al-Mu'in, Juz 1 hal. 36
[5] HR. Abu Dawud no. 495
[6] Fatawa as-Subki, Juz 1 hal. 379
[7] HR. al-Bukhari no. 1117
[8] Kasyifah as-Saja’, hal. 37
[9] QS. an-Nisa [4] : 103
[10] HR. al-Bukhari no. 631
[11] QS. al-Isra’  [17] : 78
[12] HR. Muslim no. 612
[13] QS. al-‘Ankabut [29] : 45
[14] HR. ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath no. 1859


Referensi

  • al-Qur’an al-Kariim
  • al-Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari. Shahih al-Bukhari. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi. Shahih Muslim. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Abu al-Husain Taqiyuddin ‘Ali bin ‘Abdul Kafi as-Subki. Fatawa as-Subki. Dar al-Ma’rifat Beirut.
  • al-Imam Abu al-Qasim Sulaiman bin Ahmad al-Lakhmi ath-Thabrani. al-Mu’jam al-Austah. 1415H. Dar al-Haramain Kairo.
  • al-Imam Abu Dawud Sulaiman bin al-Asyats as-Sijistani. Sunan Abu Dawud. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • as-Sayyid Ahmad bin ‘Umar asy-Syathiri. Nail ar-Raja’ bi Syahr Safinah an-Naja’. 1392 H. Mathba’ah al-Madani Kairo.
  • asy-Syaikh Abu ‘Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi. Kasyifah as-Saja Syarh Safinah an-Naja. 1432 H. Dar Ibn Hazm Beirut.
  • asy-Syaikh Ahmad Zainuddin bin ‘Abdul ‘Aziz al-Ma’bari al-Malibari al-Fannani. Fath al-Mu’in bi Syarh Qurrah al-‘Ain bi Muhammat ad-Din. 1424 H. Dar Ibn Hazm Beirut.
  • asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami. Matan Safinah an-Najah fii Maa Yajibu ‘alaa al-‘Abdi lii Maulah. 1430 H. Dar Ibn Hazm Beirut.

0 Comment for "Mendirikan Shalat"

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top