Menunaikan Zakat

“Ajarkan kepada mereka bahwasanya Allah telah mewajibkan atas mereka zakat pada harta-harta yang mereka miliki yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dibagikan kepada orang-orang fakir mereka.” (HR. al-Bukhari no. 1425 dan Muslim no. 31)


Melanjutkan pembahasan kitab Matan Safinah an-Najah karya asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah. Pada kesempatan kali ini, penulis akan membahas mengenai rukun Islam yang ketiga yaitu menunaikan zakat. asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah berkata:

(فصل) أركان الإسلام خمسة :
شهادة أن لا إله إلاالله وأن محمد رسول الله ، وإقام الصلاة ، وإيتاء الزكاة ، و صوم رمضان ، وحج البيت من استطاع إليه سبيلا .

“(Pasal) Rukun Islam itu ada lima: Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan haji ke Baitullah bagi yang mampu menempuh perjalananya.”[1]

(وإيتاء الزكاة)

asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah berkata:

وثالثها إيتاء الزكاة أي إعطاؤها لمن وجد من المستحقين فورا إذا تمكن من الأداء مع وجوب التعميم

“Dan rukun Islam yang ketiga adalah menunaikan zakat, yakni memberikan zakat kepada orang yang didapati dari para mustaiqq (orang yang berhak menerima zakat) dengan segera, apabila telah berpeluang leluasa untuk menunaikan, secara kewajiban memeratakan.[2]

asy-Sayyid Ahmad bin ‘Umar asy-Syathiri rahimahullah berkata:

الإيتاء هو الإعطاء ، والزكاة لغة النماء والتطهير ، وشرعا اسم لما يخرج عن مال أو بدن على وجه مخصوص . المعنى أن الثالث من أركان الإسلام إعطاء الزكاة للموجودين من المستحقين فعلا عند التمكن منه .

“Makna menunaikan adalah mengeluarkan, makna zakat secara bahasa adalah tumbuh dan menyucikan. Secara syari'at adalah sesuatu yang dikeluarkan dari harta atau badan sesuai dengan ketentuan yang khusus. Maknanya adalah bahwasanya rukun Islam yang ketiga yaitu mengeluarkan zakat bagi orang yang mampu kepada orang-orang yang ada dari mereka yang berhak.”[3]

asy-Syaikh Zainuddin al-Malibari rahimahullah berkata:

الزكاة هي لُغةً التَّطْهِيرُ والنماءُ وشَرْعاً اسمٌ لما يَخرُجُ عَنْ مالٍ ، أو بَدَنٍ ، على الوَجْهِ الآتي

“Zakat secara bahasa adalah tumbuh dan menyucikan. Secara syari’at adalah sesuatu yang dikeluarkan dari harta atau badan sesuai ketentuan yang akan disebutkan.”[4]

Zakat (زكاة) secara bahasa artinya barakah (بركة), tumbuh (نماء), tambahan (زيادة), suci (طهارة), damai (صلاح) dan bersihnya sesuatu (صفوة الشيء ). Sedangkan secara syariat zakat adalah hitungan tertentu dari harta dan sejenisnya di mana syariat mewajibkan untuk mengeluarkannya karena telah mencapai suatu syarat tertentu dan diberikan kepada orang-orang yang berhak untuk menerimanya dengan syarat-syarat khusus.

Menunaikan zakat (إيتاء الزكاة) maksudnya adalah kewajiban untuk mengeluarkan sebagian harta dengan cara yang khusus sesuai dengan aturan tertentu (aturan zakat) seperti memilki harta mencapai nishab juga telah haul atau genap satu tahun dan diberikan hanya kepada golongan-golongan tertentu yang telah tertulis dalam al-Quran. Didalam al-Quran, kadang istilah zakat ini diistilahkan pula dengan shadaqah dan infaq. Dalil yang melandasi akan kewajiban menunaikan zakat adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:

وَأَقِيمُواْ الصَّلاَةَ وَآتُواْ الزَّكَاةَ وَارْكَعُواْ مَعَ الرَّاكِعِينَ

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukulah beserta orang-orang yang ruku.”[5]

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ

“Ambillah shadaqah (zakat) dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.”[6]

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

“Hai orang-orang yang beriman, berinfaqlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu infaqkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”[7]

Juga sebuah hadits dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ .

“Islam dibangun diatas lima perkara, yaitu: bersaksi bahwasanya tiada Tuhan yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji ke Baitullah dan puasa Ramadhan.”[8]

Diriwayatkan pula ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Muadz bin Jabbal radhiyallahu ‘anhu ke Yaman, beliau bersabda:

أَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِيْ أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ

“Ajarkan kepada mereka bahwasanya Allah telah mewajibkan atas mereka zakat pada harta-harta yang mereka miliki yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dibagikan kepada orang-orang fakir mereka.”[9]

Para ulama pun telah berijma’ akan kewajiban menunaikan zakat, maka barangsiapa yang menolak untuk menunaikan zakat maka mereka wajib diperangi hingga mereka mau menunaikan zakat, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan sholat dan menunaikan zakat. Apabila mereka melakukan hal tersebut maka terjaga dariku darah dan harta mereka kecuali dengan hak islam dan hisab mereka pada Allah.”[10]

Barangsiapa yang mengingkari akan kewajiban menunaikan zakat, maka dia telah kafir dan keluar dari Islam. Namun jika dia tidak menunaikan zakat karena bakhil, namun tidak mengingkari kewajiban zakat maka dia fasiq.

Mengenai sejarah kewajiban menunaikan zakat, maka hal ini terbagi menjadi tiga fase:
 Fase pertama, zakat diwajibkan secara mutlak yaitu tanpa ada batasan atau rincian, namun hanya sebatas perintah untuk memberi makan dan berbuat kebaikan, fase ini berlangsung sebelum Rasulullah shalalllahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah. Beberapa ayat mengenai menunaikan zakat pada fase ini antara lain:

وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ

“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.”[11]

الَّذِينَ لَا يُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ بِالْآخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ

“(Yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat.”[12]

وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ

“Dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin.”[13]

2.      Fase kedua, zakat diwajibkan serta diterangkan hukumnya secara rinci, seperti penjelasan mengenai harta apa saja yang wajib dizakati dan kadar nishabnya serta jumlah yang harus dikeluarkan sebagai zakat. Fase kedua ini terjadi pada tahun kedua hijriyyah.
3.      Fase ketiga, ketika banyak umat manusia berbondong-bondong masuk Islam tepatnya pada tahun kesembilan hijriyyah dan semakin luasnya daerah kekuasaan Islam, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai mengutus para petugas-petugas untuk mengambil zakat. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Muadz bin Jabbal radhiyallahu ‘anhu ke Yaman, beliau bersabda:

أَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِيْ أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ

“Ajarkan kepada mereka bahwasanya Allah telah mewajibkan atas mereka zakat pada harta-harta yang mereka miliki yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dibagikan kepada orang-orang fakir mereka.”[14]

Demikianlah penjelasan ringkas mengenai kalimat Menunaikan zakat (إيتاء الزكاة) serta dalil-dalil yang menunjukan akan kewajiban memunaikan zakat. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memudahkan kita dalam memahami syari’at-Nya. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ


[1] Matan Safinah an-Najah, hal. 15-16
[2] Kasyifah as-Saja, hal. 39
[3] Nail ar-Raja', hal. 11
[4] Fath al-Mu’in, hal. 230
[5] QS. al-Baqarah [2] : 43
[6] QS. at-Taubah [9] : 103
[7] QS. al-Baqarah [2] : 267
[8] HR. al-Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16
[9] HR. al-Bukhari no. 1425 dan Muslim no. 31
[10] HR. al-Bukhari no. 25
[11] QS. adz-Dzariyat [51] : 19
[12] QS. Fushshilat [41] : 7
[13] QS. al-Mudatstsir [74] : 44
[14] HR. al-Bukhari no. 1425 dan Muslim no. 31



Referensi

  • al-Qur’an al-Kariim
  • al-Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ism’ail al-Ju’fi al-Bukhari. Shahih al-Bukhari. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi. Shahih Muslim. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • as-Sayyid Ahmad bin Umar asy-Syathiri. Nail ar-Raja’ bi Syahr Safinah an-Naja’. 1392 H. Mathba’ah al-Madani Kairo.
  • asy-Syaikh Abu ‘Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi. Kasyifah as-Saja Syarh Safinah an-Naja. 1432 H. Dar Ibn Hazm Beirut.
  • asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami. Matnu Safinah an-Najah fii Maa Yajibu ‘Ala al-Abdi li Maulah. 1430 H. Dar Ibn Hazm Beirut.
  • asy-Syaikh Ahmad Zainuddin bin ‘Abdul ‘Aziz al-Malibari al-Fannani. Fath al-Mu’in bi Syarh Qurrah al-‘Ain bi Muhimmat ad-Din. 1424 H. Dar Ibn Hazm Beirut.

0 Comment for "Menunaikan Zakat"

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top