Pembagian Zakat

“Ajarkan kepada mereka bahwasanya Allah telah mewajibkan atas mereka zakat pada harta-harta yang mereka miliki yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dibagikan kepada orang-orang fakir mereka.” (HR. al-Bukhari no. 1425 dan Muslim no. 31)


Zakat (زكاة) secara bahasa artinya barakah (بركة), tumbuh (نماء), tambahan (زيادة), suci (طهارة), damai (صلاح) dan bersihnya sesuatu (صفوة الشيء ). Sedangkan secara syariat zakat adalah hitungan tertentu dari harta dan sejenisnya di mana syari’at mewajibkan untuk mengeluarkannya karena telah mencapai suatu syarat tertentu dan diberikan kepada orang-orang yang berhak untuk menerimanya dengan syarat-syarat khusus.

Hukum menunaikan zakat adalah wajib dengan beberapa syarat yang mesti terpenuhi. Didalam al-Quran, kadang istilah zakat ini diistilahkan pula dengan shadaqah dan infaq. Dalil yang melandasi akan kewajiban menunaikan zakat sangatlah banyak, diantaranya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ

“Ambillah shadaqah (zakat) dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.”[1]

Juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengutus Muadz bin Jabbal radhiyallahu ‘anhu ke Yaman:

أَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِيْ أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ

“Ajarkan kepada mereka bahwasanya Allah telah mewajibkan atas mereka zakat pada harta-harta yang mereka miliki yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dibagikan kepada orang-orang fakir mereka.”[2]

Secara umum, zakat terbagi menjadi dua bagian yaitu zakat nafs (zakat fitrah) dan zakat mal.

1.      Zakat Nafs (Zakat Fitrah)

Zakat nafs atau yang lebih kita kenal dengan zakat fitrah adalah zakat yang diwajibkan bagi setiap muslim untuk dirinya sendiri dan untuk setiap jiwa atau orang yang menjadi tanggungannya dikarenakan berakhirnya bulan Ramadhan sebagai pelengkap ibadah puasa Ramadhan, kata fitrah yang ada pada zakat fitrah merujuk pada keadaan manusia saat baru diciptakan sehingga dengan mengeluarkan zakat ini manusia dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala akan kembali fitrah. asy-Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullah berkata:

زكاة الفطر أي الزكاة التي تجب بالفطر من رمضان وهي واجبة على كل فرد من المسلمين؛ صغير أو كبير، ذكر أو أنثى، حر أو عبد

“Zakat fitrah adalah zakat yang diwajibkan oleh sebab perubahan dari bulan ramadhan yaitu diwajibkan bagi setiap pribadi muslim, baik anak kecil, maupun orang dewasa, laki-laki dan perempuan, merdeka atau budak.”[3]

Dalil yang melandasi akan kewajiban zakat fitrah adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan Dia ingat nama Tuhannya, lalu Dia melaksnakan shalat.”[4]

Maksud membersihkan diri (tazakka) dalam ayat ini adalah mengeluarkan zakat fitrah, dan maksud shalat adalah shalat ‘idul fitri.

Dalil lain yang melandasi kewajiban zakat fitrah adalah sebuah hadits marfu’ dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata:

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنْ الصَّدَقَاتِ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perkara sia-sia dan perkataan keji, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barangsiapa menunaikannya sebelum shalat (‘Id), maka itu adalah zakat yang diterima. Dan barangsiapa menunaikannya setelah shalat (‘Id), maka itu adalah satu shadaqah dari shadaqah-shadaqah.”[5]

Besaran zakat fitrah yang harus dikeluarkan oleh setiap muslim adalah sebanyak 1 Sha’ dari makanan pokok di suatu negeri. Satuan modern: 1 Sha’ setara dengan 3,25 Liter atau 2,5 Kg. Dalil yang melandasi besaran 1 Sha’ untuk zakat fitrah adalah sebuah hadits dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:

فَرَضَ رَسُولُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيه وَسَلّم صَدَقَةَ الْفِطْرِ عَلَى الذَّكَرِ وَالأُنْثَى ، وَالْحُرِّ وَالْمَمْلُوكِ ، صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah, untuk laki-laki dan perempuan, orang merdeka maupun budak, berupa satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum.”[6]

asy-Syaikh Zainuddin al-Malibari rahimahullah berkata:

زكاة الفطر صاع وهو أربعة أمداد والمد رطل وثلث وقدره جماعة بحفنة بكفين معتد لين عن كل واحد من غالب قوت بلده أي بلد المؤدى عنه .

“Zakat fitrah itu besaranya 1 sha' yaitu 4 mud. 1 mud adalah 1 1/3 kati Baghdad, masyarakat biasa mengukurnya dengan genggaman kedua telapak tangan yang sedang dari setiap orang yang disesuaikan dengan makanan pokok negaranya, yakni negara orang yang difitrahi.”[7]

Sedangkan dalil yang melandasi akan wajibnya zakat fitrah dengan makanan pokok di suatu negeri adalah hadits dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:

كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ

“Dulu kami menunaikan zakat fitrah dengan satu sha’ bahan makanan, atau satu sha’ gandum, atau satu sha’ kurma, atau satu sha’ keju atau satu sha’ anggur.”[8]

Pada hadits di atas dijelaskan bahwa pada masa sahabat, para sahabat radhiyallahu ‘anhum membayar zakat fitrah dengan gandum, kurma, keju dan anggur yang merupakan makanan pokok yang ada pada saat itu. Berdasarkan hadits di atas, maka zakat fitrah hanya diperbolehkan dengan makanan pokok dan tidak boleh digantikan dengan uang, karena seandainya hal itu diperbolehkan maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum pasti mencontohkannya, padahal pada masa itu sudah dikenal mata uang yaitu dinar dan dirham. Bahkan beberapa ulama menyatakan bahwa zakat dengan uang merupakan penyelisihan terhadap sunnah Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan zakatnya tidak sah. asy-Syaikh Taqiyuddin al-Husaini rahimahullah berkata:

وشرط المخرج أن يكون حبا فلا تجزىء القيمة بلا خلاف

“Syarat mengeluarkan zakat fitrah adalah dengan biji-bijian (bahan makanan), maka tidak sah menggunakan mata uang, dan tidak ada perselisihan dalam hal ini.”[9]

2.     Zakat Mal

Zakat mal adalah zakat yang dikenakan atas harta yang dimiliki oleh individu dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh syari’at, dan harta yang terkena wajib zakat jika memenuhi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuannya adalah naqdain (emas dan perak), hewan ternak (unta, sapi, kambing atau hewan yang sejenis dengannya), hasil pertanian, perniagaan, barang tambang dan barang temuan

Kewajiban zakat mal ini terjadi dalam tiga fase:

1) Fase pertama, zakat diwajibkan secara mutlak yaitu tanpa ada batasan atau rincian, namun hanya sebatas perintah untuk memberi makan dan berbuat kebaikan, fase ini berlangsung sebelum Rasulullah shalalllahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah. Beberapa ayat mengenai menunaikan zakat pada fase ini antara lain:

وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ

“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.”[10]

الَّذِينَ لَا يُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ بِالْآخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ

“(Yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat.”[11]

وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ

“Dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin.”[12]


2) Fase kedua, zakat diwajibkan serta diterangkan hukumnya secara rinci, seperti penjelasan mengenai harta apa saja yang wajib dizakati dan kadar nishabnya serta jumlah yang harus dikeluarkan sebagai zakat. Fase kedua ini terjadi pada tahun kedua hijriyyah. Pada fase ini, golongan yang menerima zakat atau mustahiq hanyalah dari kalangan fakir dan miskin saja.

3) Fase ketiga, ketika banyak umat manusia berbondong-bondong masuk Islam tepatnya pada tahun kesembilan hijriyyah dan semakin luasnya daerah kekuasaan Islam, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai mengutus para petugas-petugas untuk mengambil zakat. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Muadz bin Jabbal radhiyallahu ‘anhu ke Yaman, beliau bersabda:

أَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِيْ أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ

“Ajarkan kepada mereka bahwasanya Allah telah mewajibkan atas mereka zakat pada harta-harta yang mereka miliki yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dibagikan kepada orang-orang fakir mereka.”[13]

Pada fase ini pun, golongan yang berhak menerima zakat atau mustahiq ditentukan oleh syari’at, yang tadinya hanya fakir dan miskin saja namun pada fase ini menjadi 8 golongan, 8 golongan tersebut disebutkan dalam al-Qur’an:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”[14]

Namun demikian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak sepenuhnya membagi rata kepada 8 golongan tersebut, beliau membagikannya kepada golongan-golongan yang dipandang perlu dan mendesak untuk disantuni.

Zakat mal terdiri dari beberapa macam, asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah berkata:

الأموال التي تلزم فيها الزكاة ستة أنواع : النعم ، والنقدان ، والمعشرات ، وأموال التجارة . وواجبها : ربع عشر قيمة عروض التجارة ، والركاز ، والمعدن

“Harta yang wajib dizakati itu ada 6 jenis: Binatang ternak, naqdain (emas dan perak), mu’asyarat (buah-buahan dan makanan pokok), harta perniagaan yang kadar wajibnya (zakat perniagaan) adalah 1/40 (2,5%) dari jumlah harta perniagaan, barang temuan, dan barang tambang.”[15]

  • Zakat binatang ternak

Seseorang yang memelihara hewan ternak dan digembalakan di tempat yang mubah, maka wajib mengeluarkan zakatnya berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تَأْتِي الْإِبِلُ عَلَى صَاحِبِهَا عَلَى خَيْرِ مَا كَانَتْ إِذَا هُوَ لَمْ يُعْطِ فِيهَا حَقَّهَا تَطَؤُهُ بِأَخْفَافِهَا وَتَأْتِي الْغَنَمُ عَلَى صَاحِبِهَا عَلَى خَيْرِ مَا كَانَتْ إِذَا لَمْ يُعْطِ فِيهَا حَقَّهَا تَطَؤُهُ بِأَظْلَافِهَا وَتَنْطَحُهُ بِقُرُونِهَا وَقَالَ وَمِنْ حَقِّهَا أَنْ تُحْلَبَ عَلَى الْمَاءِ قَالَ وَلَا يَأْتِي أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِشَاةٍ يَحْمِلُهَا عَلَى رَقَبَتِهِ لَهَا يُعَارٌ فَيَقُولُ يَا مُحَمَّدُ فَأَقُولُ لَا أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا قَدْ بَلَّغْتُ وَلَا يَأْتِي بِبَعِيرٍ يَحْمِلُهُ عَلَى رَقَبَتِهِ لَهُ رُغَاءٌ فَيَقُولُ يَا مُحَمَّدُ فَأَقُولُ لَا أَمْلِكُ لَكَ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا قَدْ بَلَّغْتُ

“(Pada hari kiamat nanti) akan datang seekor unta dalam bentuknya yang paling baik kepada pemiliknya yang ketika di dunia dia tidak menunaikan haknya (zakatnya). Maka unta itu akan menginjak-injaknya dengan kakinya. Begitu juga akan datang seekor kambing dalam bentuknya yang paling baik kepada pemiliknya yang ketika di dunia dia tidak menunaikan haknya (zakatnya). Maka kambing itu akan menginjak-injaknya dengan kakinya dan menyeruduknya dengan tanduknya.” Dan Beliau berkata: “Dan diantara haknya adalah memerah air susunya (lalu diberikan kepada faqir miskin).” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan: “Dan pada hari qiyamat tidak seorangpun dari kalian yang datang membawa seekor kambing di pundaknya kecuali kambing tersebut terus bersuara, lalu orang itu berkata: “Wahai Muhammad!” Maka aku menjawab: “Aku sedikitpun tidak punya kekuasaan atasmu karena aku dahulu sudah menyampaikan (masalah zakat ini). Dan tidak seorangpun dari kalian yang datang membawa seekor unta di pundaknya kecuali unta tersebut terus bersuara, lalu orang itu berkata: “Wahai Muhammad!” Maka aku berkata: “Aku sedikitpun tidak punya kekuasaan atasmu karena aku dahulu sudah menyampaikan (masalah zakat ini).”[16]

Binatang ternak yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah unta, sapi dan kambing atau hewan yang sejenis dengannya. Semua hewan tersebut di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-An’am yang bermakna binatang yang diambil manfaatnya.

Zakat hewan ternak ini diwajibkan jika telah haul (berlalu selama satu tahun) dan telah mencapai nishab. Nishab zakat hewan ternak adalah 5 ekor untuk unta, sebagaimana riwayat dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:

وَلَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ ذَوْدٍ صَدَقَةٌ

“Tidak ada zakat untuk unta yang kurang dari 5 ekor.”[17]

Kemudian untuk sapi adalah 30 ekor sebagaimana hadits dari Mu’adz bin Jabbal radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:

بَعَثَنِى النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْيَمَنِ فَأَمَرَنِى أَنْ آخُذَ مِنْ كُلِّ ثَلاَثِينَ بَقَرَةً تَبِيعًا أَوْ تَبِيعَةً وَمِنْ كُلِّ أَرْبَعِينَ مُسِنَّةً

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk mengambil zakat dari setiap 30 ekor sapi sejumlah 1 ekor tabi’ (sapi jantan berumur satu tahun) atau tabi’ah (sapi betina berumur satu tahun) dan mengambil zakat dari setiap 40 ekor sapi sejumlah 1 ekor musinnah (sapi berumur dua tahun).”[18]

Sedangkan untuk kambing adalah 40 ekor, sebagaimana hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:

وَفِى صَدَقَةِ الْغَنَمِ فِى سَائِمَتِهَا إِذَا كَانَتْ أَرْبَعِينَ إِلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ شَاةٌ

“Mengenai zakat pada kambing yang digembalakan (dan diternakkan) jika telah mencapai 40-120 ekor dikenai zakat 1 ekor kambing.”[19]

  • Zakat Naqdain (emas dan perak)

Jika seseorang memiliki emas atau perak yang telah mencapai nishab dan haul, maka wajib baginya untuk mengeluarkan zakatnya. Dalil yang melandasi hal ini adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:

وَالَّذِينَ يَكْنزونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنزتُمْ لأنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنزونَ

“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih; pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahanam, lalu dibakar dengannya dahi, lambung, dan punggung mereka, (lalu dikatakan) kepada mereka, Inilah harta benda kalian yang kalian simpan untuk diri kalian sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kalian simpan itu.”[20]

Juga sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلَا فِضَّةٍ لَا يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحَ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِينُهُ وَظَهْرُهُ كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيدَتْ لَهُ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيَرَى سَبِيلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ

“Tidaklah pemilik emas dan pemilik perak yang tidak menunaikan haknya (perak) darinya (yaitu zakat), kecuali jika telah terjadi hari kiamat (perak) dijadikan lempengan-lempengan di neraka, kemudian dipanaskan di dalam neraka Jahannam, lalu dibakarlah dahinya, lambungnya dan punggungnya. Tiap-tiap lempengan itu dingin, dikembalikan (dipanaskan di dalam Jahannam) untuk (menyiksa)nya. (Itu dilakukan pada hari kiamat), yang satu hari ukurannya 50 ribu tahun, sehingga diputuskan (hukuman) di antara seluruh hamba. Kemudian dia akan melihat jalannya, kemungkinan menuju surga, dan kemungkinan menuju neraka.”[21]

Nishab emas adalah sebesar 20 dinar atau 90 gram emas, dan nishab perak sebesar 200 dirham atau 600 gram perak. Besaran zakat yang harus dikeluarkan adalah 1/40 atau 2,5% dari total emas atau perak dan telah haul. Dalil yang melandasi akan hal ini adalah sebuah riwayat dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَإِذَا كَانَتْ لَكَ مِائَتَا دِرْهَمٍ وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَىْءٌ حَتَّى يَكُونَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا فَإِذَا كَانَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا نِصْفُ دِينَارٍ فَمَا زَادَ فَبِحِسَابِ ذَلِكَ

“Bila engkau memiliki 200 dirham dan telah berlalu satu tahun (haul), maka zakatnya adalah sebesar 5 dirham. Dan engkau tidak berkewajiban membayar zakat emas sedikit pun hingga engkau memiliki 20 dinar. Bila engkau telah memiliki 20 dinar dan telah berlalu satu tahun (haul), maka padanya engkau dikenai zakat setengah dinar. Dan setiap kelebihan dari (nishab) itu, maka zakatnya disesuaikan dengan hitungan itu.”[22]

  • Zakat Mu’asyarat (buah-buahan dan makanan pokok)

Jika seseorang bercocok tanam, maka ketika musim panen wajib baginya untuk mengeluarkan zakatnya. Hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala:

وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ جَنَّاتٍ مَعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ ۚ كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ ۖ وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”[23]

Dan juga firman Allah subhanahu wa ta’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (zakatkanlah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.”[24]

Namun tidak semua tanaman dapat dikeluarkan zakatnya. Hal ini sebagaimana riwayat dari Mu’adz bin Jabbal radhiyallahu ‘anhu ketika beliau menulis surat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya mengenai sayur-sayuran, apakah dikenai zakat atau tidak, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

لَيْسَ فِيهَا شَىْءٌ

“Sayur-sayuran tidaklah dikenai zakat.”[25]

Dan juga hadits dari Abu Musa al-Asy’ari dan Mu’adz bin Jabbal radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَأْخُذَا فِى الصَّدَقَةِ إِلاَّ مِنْ هَذِهِ الأَصْنَافِ الأَرْبَعَةِ الشَّعِيرِ وَالْحِنْطَةِ وَالزَّبِيبِ وَالتَّمْرِ

“Janganlah menarik zakat selain pada empat komoditi: gandum kasar, gandum halus, kismis dan kurma.”[26]

Jika diperhatikan dua hadits diatas, maka zakat pertanian itu sebenarnya ditunjukan kepada tanaman yang dapat disimpan dalam waktu lama dan juga merupakan makanan pokok dan ini merupaka ‘Illah (sebab hukum) dari zakat pertanian. Sehingga hal ini pun dapat diqiyaskan kepada tanaman lain yang memiliki karakteristik yang sama semisal padi, jagung, sagu, singkong. asy-Syaikh Zainuddin al-Malibari rahimahullah berkata:

وتجب على من مر في قوت اختياري من حبوب كبر وشعير وأرز

“Dan diwajibkan zakat bagi orang yang telah lewat pembahasannya (muslim dan merdeka) dalam makanan pokok mereka (dalam kondisi normal) dari biji-bijian seperti gandum dan padi.”[27]

Hasil pertanian wajib dikeluarkan zakatnya jika sudah mencapai nishab yaitu 5 wasaq, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

وَلَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوْسُقٍ صَدَقَةٌ

“Tidak ada zakat bagi tanaman di bawah 5 wasaq.”[28]

-         1 wasaq = 60 sha’ = 240 mud, jadi 5 wasaq = 1200 mud.
-         1 sha’ = 2,5 Kg, jadi 5 wasaq = 750 Kg

Adapun kadar zakatnya ada dua macam, yaitu: Pertama, jika pengairannya alamiah (oleh hujan atau mata air) maka kadar zakatnya adalah 10%. Kedua, jika pengairannya oleh tenaga manusia atau binatang maka kadar zakatnya adalah 5%. Hal ini sebagaimana hadits dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi was allam bersabda:

فِيمَا سَقَتِ السَّمَاءُ وَالْعُيُونُ أَوْ كَانَ عَثَرِيًّا الْعُشْرُ ، وَمَا سُقِىَ بِالنَّضْحِ نِصْفُ الْعُشْرِ

“Tanaman yang diairi dengan air hujan atau dengan mata air atau dengan air tadah hujan, maka dikenai zakat 1/10 (10%). Sedangkan tanaman yang diairi dengan mengeluarkan biaya, maka dikenai zakat 1/20 (5%).”[29]

  • Zakat Tijarah (Harta perniagaan)

Zakat tijarah atau perniagaan tidak memiliki nishab, zakat diambil sebesar 2,5% dari total harga jumlah barang dagangan ditambah keuntungan bersih (netto) lalu dikurangi hutang dan biaya operasional. Sedangkan waktu pembayaran zakatnya adalah setelah haul menurut madzhab Syafi’i. Zakat yang dikeluarkan dapat berupa barang dagangan maupun uang seharga barang dagangan tersebut. Dalil yang melandasi wajibnya zakat tijarah atau zakat perniagaan adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (zakatkanlah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.”[30]

Dan juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

يَا مَعْشَرَ التُّجَّارِ إِنَّ بَيْعَكم يَحْضُرُهُ اللَّغْوُ وَالْحَلِفُ فَشُوبُوهُ بِالصَّدَقَةِ

“Wahai para pedagang, sesungguhnya penjualan kalian ini tercampur oleh perkara sia-sia dan sumpah, maka tutupilah dengan sedekah (zakat) atau dengan sesuatu dari sedekah.”[31]

  • Zakat Rikaz (Barang temuan)

Harta rikaz adalah harta temuan yang sering dikenal dengan istilah harta karun dimana harta tersebut ditemukan pada suatu keadaan dimana tidak ada kemungkinan ada seseorang yang memilikinya. Tidak ada nishab dan haul pada zakat rikaz ini. Zakat rikaz hanya dikeluarkan satu kali saja. Harta rikaz sendiri besar zakatnya adalah 1/5 atau 20%. Dalil yang melandasi hal ini adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِنْ كُنْتَ وَجَدْتَهُ فِي قَرْيَةٍ مَسْكُونَةٍ ، أَوْ فِي سَبِيلٍ مَيْتَاءَ فَعَرِّفْهُ ، وَإِنْ كُنْتَ وَجَدْتَهُ فِي خَرِبَةٍ جَاهِلِيَّةٍ ، أَوْ فِي قَرْيَةٍ غَيْرِ مَسْكُونَةٍ ، أَوْ غَيْرِ سَبِيلٍ مَيْتَاءَ ، فَفِيهِ وَفِي الرِّكَازِ الْخُمُسُ

“Jika engkau menemukan harta terpendam tadi di negeri berpenduduk atau di jalan bertuan, maka umumkanlah. Sedangkan jika engkau menemukannya di tanah yang menunjukkan harta tersebut berasal dari masa jahiliyah (sebelum Islam) atau ditemukan di tempat yang tidak ditinggali manusia (tanah tak bertuan) atau di jalan tak bertuan, maka ada kewajiban zakat rikaz sebesar 1/5 (20%).”[32]

  • Zakat Ma’din (Barang tambang)

Barang ma’din (barang tambang) yaitu segala yang dikeluarkan dari bumi yang berharga seperti timah, besi, emas, perak, dan lain sebagainya. Namun, adapula yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ma'din adalah segala sesuatu yang dikeluakan dari laut atau darat, selain tumbuh-tumbuhan dan makhluk bernyawa, misalnya permata, mutiara dan sebagainya. Menurut madzhab Syafi’i, barang tambang yang wajib dizakati hanyalah emas dan perak saja. al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata:

وإذا عمل في المعادن فلا زكاة في شيء مما يخرج منها إلا ذهب، أو ورق فأما الكحل، والرصاص، والنحاس، والحديد، والكبريت، والموميا وغيره فلا زكاة فيه

“Jika dia bekerja di pertambangan, maka tidak ada zakat pada apapun yang keluar dari barang tambang kecuali emas atau perak. Adapaun batu celak, timah, tembaga, besi, belerang, fosil dan lain sebagainya tidak ada zakatnya.”[33]

Namun jumhur ulama menyatakan bahwa barang tambang selain emas dan perak pun wajib dizakati karena barang tambang termasuk rikaz (barang temuan) yang terkena kewajiban zakat, namun ulama berselisih mengenai jumlah yang harus dikeluarkan. Intinya, ada kewajiban untuk dikeluarkan dari barang tambang berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (zakatkanlah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.”[34]

Juga berdasarkan hadits dari Rabi’ah bin Abu ‘Abdurrahman rahimahullah, beliau berkata

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقْطَعَ بِلاَلَ بْنَ الْحَارِثِ الْمُزَنِيَّ مَعَادِنَ الْقَبَلِيَّةِ وَهِيَ مِنْ نَاحِيَةِ الْفُرْعِ فَتِلْكَ الْمَعَادِنُ لاَ يُؤْخَذُ مِنْهَا إِلاَّ الزَّكَاةُ إِلَى الْيَوْمِ

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyerahkan barang tambang qabaliyah kepada Bilal bin al-Harits al-Muzanni, barang tambang itu hingga kini tidak diambil darinya, melainkan zakat saja.”[35]

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa menurut madzhab Syafi’i tidak ada kewajiban atas zakat hasil tambang kecuali jika berupa emas dan perak. Juga terdapat perbedaan pendapat tentang diperlukannya berlalunya masa setahun (haul) atau tidaknya. Zakat hasil tambang berupa emas dan perak, disamakan dengan zakat perdagangan (yakni 2.5% dari jumlahnya), mengingat bahwa ia merupakan usaha yang diharapkan labanya seperti halnya dalam perdagangan. Tetapi tidak perlu ada persyaratan haul, demi memperhatikan kepentingan kelompok-kelompok penerima. Dalam hal ini, ia dapat disamakan dengan zakat pertanian. Begitu pula tentang dipenuhinya persyaratan nishabnya. Walaupun demikian, untuk ihtiyath-nya (menjaga diri dari kemungkinan tersalah), sebaiknya mengeluarkan khumus-nya, baik dari hasil yang banyak maupun yang sedikit. Dan, juga dikeluarkan dalam bentuk emas dan perak yang dihasilkan. Semua ini demi menghindari khilafiyah (perbedaan pendapat) di kalangan para ahli fiqih.

Demikian penjelasan ringkas mengenai pembagian zakat, dimana zakat terbagi menjadi dua yaitu zakat nafs atau zakat fitrah dan juga zakat mal atau zakat harta, dimana harta yang wajib dizakati adalah naqdain (emas dan perak), hewan ternak (unta, sapi, kambing atau hewan yang sejenis dengannya), hasil tani, perniagaan, barang temuan dan barang tambang. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memudahkan kita dalam memahami syari’atnya. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ


[1] QS. at-Taubah [9] : 103
[2] HR. al-Bukhari no. 1425 dan Muslim no. 31
[3] Fiqh as-Sunnah, hal. 278
[4] QS. al-A’laa [87] : 14-15
[5] HR. Abu Dawud no. 1609 dan Ibnu Majah no. 1827
[6] HR. al-Bukhari no. 1511 dan Muslim no. 2327
[7] Fath al-Mu’in, hal. 242
[8] HR. al-Bukhari no. 1506 dan Muslim no. 2330
[9] Kifayah al-Akhyar. hal. 231
[10] QS. adz-Dzariyat [51] : 19
[11] QS. Fushshilat [41] : 7
[12] QS. al-Mudatstsir [74] : 44
[13] HR. al-Bukhari no. 1425 dan Muslim no. 31
[14] QS at-Taubah [9] : 60
[15] Matan Safinah an-Najah, hal. 55
[16] HR. al-Bukhari no. 1402
[17] HR. al-Bukhari no. 1450 dan Muslim no. 980
[18] HR. at-Tirmidzi no. 623
[19] HR. al-Bukhari no. 1454
[20] QS. at-Taubah [9] : 34-35
[21] HR Muslim no. 987
[22] HR. Abu Dawud no. 1573
[23] QS. al-An’am [6] : 141
[24] QS. al-Baqarah [2] : 267
[25] HR. at-Tirmidzi no. 638
[26] HR. al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra no. 7451
[27] Fath al-Mu’in, hal. 235
[28] HR. al-Bukhari no. 1405 dan Muslim no. 979
[29] HR. al-Bukhari no. 1483 dan Muslim no. 981
[30] QS. al-Baqarah [2] : 267
[31] HR. Ahmad no. 16083
[32] HR. Abu Dawud no. 1710
[33] al-Umm, Juz 3 hal. 109-110
[34] QS. al-Baqarah [2] : 267
[35] HR. Abu Dawud no. 3061



Referensi

  • al-Qur’an al-Kariim.
  • al-Imam Abu ‘Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. al-Musnad. 1416 H. Dar al-Hadits Kairo.
  • al-Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Idris asy-Syafi'i. al-Umm. 1422 H. Dar al-Wafa’ Manshoura.
  • al-Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari. Shahih al-Bukhari. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Yazid bin Majah al-Qazwaini. Sunan Ibnu Majah. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi. Shahih Muslim. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Abu Bakar Ahmad bin al-Husain bin ‘Ali al-Baihaqi. as-Sunan al-Kubra. 1424 H. Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah Beirut.
  • al-Imam Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah at-Tirmidzi. Jami’ at-Tirmidzi. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Abu Dawud Sulaiman bin al-Asyats as-Sijistani. Sunan Abu Dawud. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • asy-Syaikh Ahmad Zainuddin bin ‘Abdul ‘Aziz al-Ma’bari al-Malibari al-Fannani. Fath al-Mu’in bi Syarh Qurrah al-‘Ain bi Muhammat ad-Din. 1424 H. Dar Ibn Hazm Beirut.
  • asy-Syaikh as-Sayyid Sabiq Muhammad at-Tihami. Fiqh as-Sunnah. 1425 H. Dar al-Hadits Kairo.
  • asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami. Matan Safinah an-Najah fii Maa Yajibu ‘alaa al-‘Abdi lii Maulah. 1430 H. Dar Ibn Hazm Beirut.
  • asy-Syaikh Taqiyuddin Abu Bakr Muhammad al-Hushni al-Husaini ad-Dimasyqi. Kifayah al-Akhyar fii Hall Ghayah al-Ikhtishar fii al-Fiqh asy-Syafi’i. 1422 H. Dar al-Basya’ir Damaskus.

0 Comment for "Pembagian Zakat"

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top