Jangan Bicara Jika Sedang Makan, Benarkah?

“Makan sambil memuji Allah itu lebih baik daripada makan sambil diam.” (Adab Syariyyah, Jilid 3 hal. 177)


Kita sering mendengar ucapan, “kalau sedang makan jangan bicara !!!” Namun benarkah jika sedang makan kita dilarang untuk berbicara? Bagaimana pandangan islam mengenai hal ini? Berikut penulis paparkan beberapa nash mengenai persoalan ini.

Sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma menceritakan, Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memintah istrinya untuk diambilkan lauk. Namun kata mereka, ‘Kami tidak punya lauk apapun selain cuka.’ Beliau tetap minta diambilkan cuka, dan makan dengan lauk cuka dan mengatakan:

نِعْمَ الْأُدُمُ الْخَلُّ، نِعْمَ الْأُدُمُ الْخَلُّ

“Sebaik-baik lauk adalah cuka, sebaik-baik lauk adalah cuka.” (HR. Muslim no. 2052)

Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan hadis di atas:

وَفِيهِ اِسْتِحْبَاب الْحَدِيث عَلَى الْأَكْل تَأْنِيسًا لِلْآكِلِينَ

“Dalam hadis ini terdapat anjuran untuk berbicara ketika makan, untuk membuat suasana akrab bagi orang-orang yang ikut makan.” (Syarh Shahih Muslim, Jilid 7 hal. 14)

Berdasarkan hadits ini, para ulama menganjurkan untuk berbicara ketika makan. Terutama pembicaraan yang isinya pujian terhadap makanan dan pujian kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang memberi makan.

Ibnul Muflih rahimahullah menyebutkan keteragan Ishaq bin Ibrahim rahimahullah:

تعشيت مرة أنا وأبو عبد الله وقرابة له فجعلنا لا نتكلم وهو يأكل ويقول الحمد لله وبسم الله، ثم قال أكل وحمد خير من أكل وصمت ولم أجد عن أحمد خلاف هذه الرواية صريحا ولم أجدها في كلام أكثر الأصحاب، والظاهر أن أحمد رحمه الله اتبع الأثر في ذلك فإن من طريقته وعادته تحري الاتباع

“Suatu ketika aku makan malam bersama Abu Abdillah yaitu Imam Ahmad bin Hanbal ditambah satu kerabat beliau. Ketika makan kami sedikit pun tidak berbicara sedangkan Imam Ahmad makan sambil mengatakan alhamdulillah dan bismillah setelah itu beliau mengatakan, “Makan sambil memuji Allah itu lebih baik daripada makan sambil diam.” Tidak aku dapatkan pendapat lain dari Imam Ahmad yang secara tegas menyelisihi nukilan ini. Demikian juga tidak aku temukan dalam pendapat mayoritas ulama pengikut Imam Ahmad yang menyelisihi pendapat beliau di atas. Kemungkinan besar Imam Ahmad berbuat demikian karena mengikuti dalil, sebab di antara kebiasaan beliau adalah berupaya semaksimal mungkin untuk sesuai dengan dalil.” (Adab Syariyyah, Jilid 3 hal. 177)

Keterangan yang lain disampaikan Imam An-Nawawi rahimahullah dalam kitabnya Al-Adzkar, beliau berkata:

بابُ استحباب الكَلامِ على الطَّعام. فيه حديث جابر الذي قدَّمناه في باب مدح الطعام.قال الإِمام أبو حامد الغزالي في الإِحياء من آداب الطعام أن يتحدَّثوا في حال أكله بالمعروف، ويتحدّثوا بحكايات الصالحين في الأطعمة وغيرها

“Dianjurkan berbicara ketika makan. Berkenaan dengan ini terdapat sebuah hadits yang dibawakan oleh Jabir radhiyallahu ‘anhu sebagaimana yang telah kami kemukakan dalam sub “Bab memuji makanan”. Imam Abu Hamid Al-Ghazali rahimahullah dalam kitab Al-Ihya mengatakan bahwa termasuk etika makan ialah membicarakan hal-hal yang baik sambil makan, membicarakan kisah orang-orang yang shalih dalam makanan.” (Al-Adzkar, hal. 234)

Maka dari beberapa nash diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa berbicara ketika makan adalah sunnah, terutama pembicaraan yang isinya pujian terhadap makanan dan pujian kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang memberi makan. Namun berbicara yang banyak dan berlebihan apalagi hingga tertawa terbahak-bahak tidaklah di anjurkan dan makruh bahkan itu bisa menjadi haram karena dapat menimbulkan mudharat seperti tersedak ketika makan. Wallahu a’lam, Semoga Bermanfaat.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

0 Comment for "Jangan Bicara Jika Sedang Makan, Benarkah?"

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top