Berbisnis dengan Allah

“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya.” (QS. Ash-Shaf [61] : 10-11)


Bagi orang-orang yang doyan kerja alias workaholic biasanya tidak ada yang lebih indah, menghibur dan mengasikkannya, selain kerja. Orang-orang Jepang adalah bangsa yang berada di garda terdepan dalam soal ini.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya.” (QS. Ash-Shaf [61] : 10-11)

Bagi kita bangsa Indonesia yang mayoritas muslim, tak jarang banyak diantara kita yang terjebak pada dua titik ekstrem yang negatif. Kelompok pertama benar-benar meletakkan kerja dan setiap urusan yang dikerjakannya sebagai ideologi dan orientasi hidupnya. Kelompok kedua adalah mereka yang terlalu phobia terhadap dunia dan menganggapnya penuh dengan kejahatan dan tipu muslihat. Biasanya mereka lalu salah kaprah dalam menafsirkan makna dzikir, zuhud dan juga ibadah. Lalu jadilah islam itu diletakkan mereka seperti agama para rahib dan pendeta kristen, yang akhirnya jadi cikal-bakal sekularisasi.

Kita tidak ingin terjebak pada dua kutub ekstrem yang sangat negatif ini. Panduan kita adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam Al Quran, “Dan carilah pada apa yang telah di anugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu lupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi.”

Jadi, jika kita mengacu pada definisi bisnis atau perniagaan dalam konteks ayat di atas dengan definisi seluas-luasnya. Bahwa bisnis tidak semata-mata soal dagang, tapi adalah keseluruhan urusan atau pekerjaan yang kita lakukan. Maka, bagi seorang muslim yang baik, apapun yang dilakukannya, dan bagaimanapun kondisi serta status dirinya. Niscaya seluruh yang dikerjakannya selalu termotivasi dan digerakkan oleh dua poin pokok dalam surat Ash-Shaf ini: Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa.

Bukan sesuatu yang berlebihan. Sebab orang beriman yang sejati dalam keimanannya niscaya telah menggadaikan dan menjual seluruh apa yang dimilikinya untuk Allah semata.

Ya, seorang muslim yang di dalam dirinya telah terpatri sifat-sifat utama ini. Hampir dapat dipastikan, ia akan mempunyai etos kerja yang tinggi, sebab motivasi dan orientasi dirinya digantungkannya ke “Langit.” Yang dikejar dan digandrunginya semata ridha Allah. Inilah yang membedakannya dengan orang-orang kafir dan para pemuja materi.

Dan itulah sebenar-benarnya bisnis serta perniagaan yang tak pernah rugi. Sebagaimana dijelaskan Allah subhanahu wa ta’ala dalam ayat-Nya yang lain, “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah, mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.”

Semoga kita dijadikan oleh Allah menjadi orang-orang yang mendengarkan perkataan yang baik (Al-Quran) lalu mengikuti dan mengamalkan setiap kebaikan yang terdapat di dalamnya.

0 Comment for "Berbisnis dengan Allah"

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top