Muhammad bin Wasi' rahimahullah berkata: “Jika
seandainya dosa-dosa itu mengeluarkan bau, maka tidak seorang pun yang akan
duduk denganku.” (Siyar A'lam An-Nubala', Jilid 6 hal. 120)
Setiap saat kita berbuat dosa, berkali-kali
baik terasa maupun tidak terasa. Cobalah tengok diri kita yang lemah ini,
Kesungguhan iman kita memang tidaklah seperti para sahabat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Begitu mudah kita terombang-ambing hingar bingar dunia
yang fana ini. Jika para sahabat radhiyallahu ‘anhum sepanjang hidup
mereka menghabiskan waktu untuk beribadah, maka bukankah kita hanya
melakukannya pada sisa-sisa waktu yang kita punya? Kita akan semakin dekat
dengan Allah subhanahu wa ta’ala pada saat kita berada dalam
keterpurukan, mencari tempat untuk mengadu. Setelah semua persoalan kita
selesai, dengan entengnya kita kembali menjauh dari-Nya.
Saat kita mendapatkan keberhasilan, kegembiraan
meyeruak dalam hati. Lalu mengekspresikannya dengan berlebihan, kita pun lupa
ada campur tangan Allah subhanahu wa ta’ala dalam kesuksesan itu, kita
tidak bersyukur. Namun Allah tidak marah tetap memberikan kita kesempatan
hidup, agar kita mau menginsyafi dan bertobat. Tak ada ruginya bagi Allah subhanahu
wa ta’ala kita datang atau tidak. Sedikit pun tidak akan mengurangi kemuliaan
dan kebesaran-Nya, tidak akan memperkecil Diri-Nya yang Maha Besar. Dan Allah pun
tidak akan berhenti tetap sebagai Dzat tunggal pemegang kuasa di alam semesta
ini.
Bagaimana jika Allah subhanahu wa ta’ala
murka, lalu mencabut semua nikmat yang dberikannya. Lihatlah apa yang terjadi.
Angin saja yang ditiupkannya mampu menghancurkan suatu negeri, bagaimana jika
diberikan hukuman yang lebih lagi dari itu. Na’udzu billahi min dzalik.
Allah tidak meminta bayaran terhadap udara yang
kita hirup, tidak memungut kontrak terhadap manusia pada buminya yang kita
huni. Allah juga membiarkan saja kita menggunakan segala apa yang ada di bumi
ini untuk kita manfaatkan. Karena alam memang diciptakan untuk manusia. Namun
kita begitu sombong dan angkuh, mengakui segala yang kita miliki ini adalah
kepunyaan kita sendiri. Lupa bahwa sebenarnya itu semua hanyalah titipan yang
suatu saat nanti akan dimintai pertanggungjawabannya.
Manusia...sadarlah, bangkitlah dari kegelapan.
Kembalilah kepada fitrahmu yang suci. Berbuatlah di dunia ini sesuka hatimu,
tapi ingatlah lakukanlah kebaikan sebanyak-banyaknya. Mungkin karena Allah subhanahu
wa ta’ala masih sayang kepada kita, tidak menjadikan dosa kita berbau,
hingga kita masih bisa dengan bangganya berlenggok dengan tumpukan dosa yang
menggunung ini. Bahkan kita berjalan dengan sangat gagah seolah kita adalah
peri, malaikat yang teramat suci. Baju kesombongan itu melekat di tubuh kita
dengan ketatatnya. Tak ada yang tahu betapa di dalamya sudah sangat membusuk
dan dikerubuti ulat-ulat yang penuh nanah, sungguh sangat menjijikkan.
Dengarlah wejangan dari para salaf kita,
Muhammad bin Wasi' rahimahullah berkata: “Jika seandainya dosa-dosa itu
mengeluarkan bau, maka tidak seorang pun yang akan duduk denganku.” (Siyar
A'lam An-Nubala', Jilid 6 hal. 120). Juga dengarlah nasihat dari ulama kita
yaitu Ust. K.H. Abdullah Gymantsir hafizhahullah, beliau berkata: “Bayangkan
seandainya jika kita berbuat dosa maka akan tumbuh jerawat sebesar biji
kelereng di wajah kita... bagaimana wajah kita sekarang?? Bersyukurlah Allah
tetap menutupi dosa-dosa kita selama ini.”
Masih ada waktu untuk terus berbenah, belum
terlambat agar bisa melakukan perbaikan diri. Pagi selalu menyapa dengan
kesejukan embun yang ditaburnya. Siang pun akan terus menjelang dengan terikan
mentari yang menghangatkan, hingga tidak beku dalam kedinginan balutan embun.
Bahkan malam pun akan menjelang dengan bulan berhias bintang-bintang yang
memanjakan mata. Pintu tobat masih akan selalu terbuka, meskipun dosa sebanyak
buih di lautan karena ampunan Allah subhanahu wa ta’ala itu begitu Maha
luasnya.
Dalam sebuah hadits qudsi, dari Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ اللهُ
تَبَارَكَ وَ تَعَالَـى: يَا ابْنَ آدَمَ، إنَّكَ مَا دَعَوْتَنِيْ وَرَجَوْتَنِيْ
غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيْكَ وَلَا أُبَالِيْ، يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ
ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ، ثُمَّ اسْتَغفَرْتَنِيْ، غَفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِيْ،
يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِيْ بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا، ثُمَّ لَقِيتَنيْ
لَا تُشْرِكُ بِيْ شَيْئًا، لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابهَا مَغْفِرَةً
“Allah azza wa jalla
berfirman: ‘Hai anak Adam! Sesungguhnya selama engkau berdo’a dan berharap
hanya kepada-Ku, niscaya Aku mengampuni dosa-dosa yang telah engkau lakukan dan
Aku tidak peduli. Wahai anak Adam! Seandainya dosa-dosamu setinggi langit,
kemudian engkau minta ampunan kepada-Ku, niscaya Aku mengampunimu dan Aku tidak
peduli. Wahai anak Adam! Jika engkau datang kepadaku dengan membawa dosa-dosa
yang hampir memenuhi bumi kemudian engkau bertemu dengan-Ku dalam keadaan tidak
mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun, niscaya Aku datang kepadamu dengan
memberikan ampunan sepenuh bumi.” (HR. At-Tirmidzi no. 3540)
0 Comment for "Andai Saja Dosa Kita Berbau"