Bisa Jadi Yang Baik Menurut Kita Belum Tentu Baik Menurut Allah

“Boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”  (QS. Al-Baqarah [2] : 216)



Wahai Ikhwah? Aku ingin bercerita sesuatu yang mungkin menarik bagimu.

Sebelumnya aku ingin menjelaskan, jika sejak dulu aku tidak mempunyai sepeda. Saat aku masih kecil, pernah ada kesempatan untukku mempunyai sepeda, namun karena ada masalah ekonomi keluarga, orang tuaku tidak bisa membelikanku saat itu.

Memasuki usia remaja, hal yang sama kembali terulang. Aku tidak memiliki sepeda motor layaknya teman-temanku. Lagi-lagi karena masalah ekonomi. Sempat terbesit perasaan iri di dadaku. Melihat temanku berpergian menggunakan sepeda motor atau saat melihat mereka bergaya dengan sepeda motor keluaran terbaru yang mereka miliki.

Terkadang aku merasa sedih. Apa yang kuinginkan selalu tidak bisa kumiliki. Seperti ingin mempunyai Nintendo. Dulu, hampir mayoritas anak laki-laki dilingkunganku punya Nintendo. Aku sudah menabung untuk membelinya  namun tetap tidak bisa. Aku harus mengalah kepada keadaan. Keluargaku sedang mengalami pailit. Sehingga kuserahkan tabunganku untuk membantu orang tuaku.

Tapi tahukah engkau? Berkat didikan yang diberikan oleh orang tuaku sejak dulu; hidup sederhana dan senantiasa bersyukur. Aku tidak tumbuh menjadi seseorang yang selalu iri terhadap kepunyaan orang lain. Hingga suatu hari aku tersadar, ditengah ketidakpunyaanku mengenai suatu barang tertentu, aku menjadi pribadi yang lebih mandiri.

Contohnya ketika banyak orang pergi kemana-mana naik motor, aku tidak harus menuntut untuk pergi ke suatu tempat juga harus dengan motor. Yang membuatku aneh, ada beberapa temanku yang walaupun hendak keluar rumah yang jarak tujuannya tidak lebih dari sepelemparan batu, harus menggunakan motor. Padahal menurutku berjalan kaki sedikit tidak masalah. Karena itulah, aku bersyukur, aku tidak sampai menggantungkan hidupku dengan adanya motor.

Atau contoh lain, ketika aku kehabisan uang, baik di akhir bulan atau tidak, aku tetap bisa berbahagia. Karena bagiku bukan uanglah yang harus menjadi ukuran kebahagiaan dalam hidup. Tetapi kesyukuran yang akan selalu membuat diriku senantiasa bahagia.

And the congclution is, aku menyadari, bahwa ketidakpunyaan itu mengajari kita hidup secara mandiri dan tidak menggantungkan diri kepada apapun untuk bisa hidup. Karena hidup terus berjalan dan tidak menunggu kita sudah mempunyai hal yang kita butuhkan atau belum untuk hidup.

Dan mungkin kita merasa bahwa yang kita inginkan itu penting untuk kita. Namun sebenarnya Allah lebih tahu mana yang lebih penting untuk diri kita. Karena bisa jadi yang menurut kita baik, belum tentu baik menurut Allah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”  (QS. Al-Baqarah [2] : 216)

Karena kita tidak selalu mendapatkan apa-apa yang kita inginkan, maka belajarlah untuk memahami apa yang kita butuhkan. Barangkali dengan itu kita akan selalu bisa ikhlas pada setiap takdir yang sudah Allah tetapkan dikehidupan kita masing-masing.

0 Comment for "Bisa Jadi Yang Baik Menurut Kita Belum Tentu Baik Menurut Allah"

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top