“Kitab
(Al-Qur`an) itu tiada keraguan dalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang
bertaqwa. Yaitu orang-orang yang beriman dengan yang ghaib.” (QS. Al-Baqarah :
2-3)
Dalam berbagai kasus, kita
menyaksikkan sekian keanehan antara hubungan dua alam tersebut yang menimbulkan
seribu tanda tanya dalam benak kita. Akan tetapi, sedikit di antara kita yang
mencoba mencari jawabannya melalui berita terpercaya dan akurat. Sumber yang
akurat dan terpercaya dalam memberikan jawaban dalam hal ini hanyalah wahyu yaitu
Al-Qur`an dan Sunnah yang shahihah. Sebab, perkara tesebut adalah perkara ghaib
yang tidak dapat uji secara empiris di laboratorium produk manusia.
Di antara bukti keimanan
seseorang adalah meyakini berita perkara-perkara ghaib yang diwahyukan Allah
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, baik yang terdapat dalam
Al-Qur'an maupun Hadits yang shahih. Itu merupakan sifat-sifat orang beriman
yang Allah azza wa jalla sebutkan dalam firman-Nya:
ذَٰلِكَ
الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ
بِالْغَيْبِ
“Kitab (Al-Qur`an) itu tiada keraguan dalamnya,
sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. Yaitu orang-orang yang beriman
dengan yang ghaib.” (QS. Al-Baqarah : 2-3)
Di antara perkara ghaib yang
diceritakan dalam Al-Qur`an dan Sunnah yang shahihah adalah tentang keberadaan
makhluk ghaib seperti Jin dan Malaikat. Allah azza wa jalla menceritakan
tentang asal-muasal penciptaan kedua jenis makhluk tersebut dan sifat mereka
masing-masing. Kedua alam tersebut memilki kekhususan sendiri-sendiri, meskipun
ada sisi kesamaan dalam beberapa hal. Di antara sisi persamaan mereka adalah
mereka makhluk halus yang tidak dapat kita lihat dengan alat indera kita dalam
bentuk mereka yang asli. Kecuali ketika mereka menjelma atau mereka diizinkan
Allah azza wa jalla untuk memperlihatkan diri mereka kepada siapa yang
diizinkan Allah azza wa jalla . Akan tetapi, kesempatan ini tidak untuk
semua orang.
Atas dasar aspek inilah kedua
alam tersebut masuk kategori makhluk ghaib atau alam ghaib. Perlu dijelaskan
pula di sini bahwa alam ghaib tidaklah terbatas pada dua alam ini saja. Namun,
masih ada alam-alam ghaib lain seperti alam barzakh, alam arwah, alam akhirat
dengan segala peristiwa yang terjadi padanya, termasuk surga dan neraka.
Klasifikasi Perkara Ghaib
Kemudian perkara ghaib itu ada
dua macam; ghaib mutlak dan ghaib nisbi; ghaib mutlak adalah perkara ghaib yang
hanya diketahui oleh Allah azza wa jalla semata. Adapun ghaib nisbi
adalah perkara yang dapat diketahui oleh sebagian makhluk. Maka alam Jin dan
Malaikat termasuk pada bagian kedua yaitu ghaib nisbi, karena sebagian malaikat
ada yang dapat dilihat oleh sebagian nabi dan rasul, baik dalam bentuk jelmaan
menjadi manusia maupun dalam bentuk asli mereka. Sebagaimana Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pernah melihat Malaikat Jibril dalam bentuk yang asli dua
kali.
Dalam hadits riwayat Ummul
Mukminiin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
إِنَّمَا
هُوَ جِبْرِيلُ لَمْ أَرَهُ عَلَى صُورَتِهِ الَّتِى خُلِقَ عَلَيْهَا غَيْرَ
هَاتَيْنِ الْمَرَّتَيْنِ
“Sesungguhnya dia adalah Jibril aku tidak
melihatnya dalam bentuk aslinya selain hanya dua kali saja.” (HR. Al-Bukhari
no. 457 dan Muslim no. 4574)
Demikian pula sebagian Sahabat
pernah melihat jin dalam bentuk yang asli, sebagaimana diriwayatkan oleh Ubay
bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia pernah melihat jin dalam bentuk
yang aslinya.
عَنْ أُبَيٍّ
بْنِ كَعْبٍ، أَنَّهُ كَانَ لَهُ جُرْنٌ فِيهِ تمَرٌفَوَجَدَهُ يَنْقُصُ
فَحَرَسَهُ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَإِذَا دَابَّةٌ شِبْهُ الْغُلامِ المْحُتلَِمِ قَالَ
فَسَلَّمْتُ فَرَدَ السَّلامَ فَقُلتُ : مَا أَنْتَ أَجِنِّيٌ أَمْ إنِسِيٌ ؟
قَالَ : لاَ بَلْ جِنِّيٌ قُلْتُ نَاوِلْنِي يَدَكَ قَالَ فَنَاوَلَهُ يَدَهُ
فَإِذَا يَد ُكَلْبِ وَشَعْرُه كَلْبِ قَالَ لَهُ أُبَيٌّ أَ هَكَذَا خَلْقُ
الْجِنِّ قَال قَدْ عَلِمْتَ الْجِنُّ مَا فِيْهِمْ أَشَدُّ مِنِّى قَالَ: فَمَا
جَاءَ بِكَ ؟ قَالَ بَلَغْناَ أَنَّكَ رَجُلٌ تُحِبُّ الصَّدَقَةَ
فَأَحْبَبْنَاأَنْ نُصِيْبَ مِنْ طَعَامِكَ قاَلَ فَقَالَ لَهُ :فَمَا يُنْجِيْنَا
مِنْكُمْ؟ قَالَ: هَذِهِ الآيَةُ
فِي سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ { الله ُلا إله إلا هو الحي القيوم } مَنْ قَالهَاَ
حِيْنَ يمُمْسِى أُجِيْرَ مِنَّا حَتىَّ يُصْبِحَ وَمَنْ قَالهَاَ حِيْنَ يُصبِحُ
أُجِيْر َمِنَّا حَتىَّ يُمْسِيَ فَلَمَا أَصْبَحَ أَتَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ لَهُ ذَلِكُ فَقَالَ صَدَقَ الْخَبِيثُ
Dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu
menceritakan bahwa ia mempunyai satu bejana berisi kurma, namun selalu
berkurang. Pada suatu malam, ia mencoba menjaganya. Tiba-tiba muncul seekor
binatang sebesar anak remaja. Maka, ia memberi salam kepadanya, lalu bintang
tersebut menjawab salamnya. Ubay bertanya, “Siapa kamu? Jin atau manusia?”.
“Bukan manusia, akan tetapi jin”, jawabnya. Ubay berkata, “Coba perlihatkan
tanganmu kepadaku!”. Maka ia memperlihatkan tangannya kepada Ubay, tangannya
mirip dengan tangan anjing dan berbulu mirip bulu anjing pula. Ubay berkata
lagi, “Seperti inikah bentuk ciptaan jin?”. Ia menjawab, “Sesungguhnya para jin
tahu bahwa di tengah-tengah mereka ada yang lebih mengerikan daripada aku”.
Ubay bertanya, “Kenapa kamu datang ke sini?”. Jin menjawab, “Kami mendengar
bahwa kamu orang yang suka bersedekah, kami ke sini karena ingin mendapat
bagian dari makananmu”. Ubay bertanya, “Apa yang dapat menjaga kami dari
gangguan kalian?”. Ia menjawab, “Ayat yang terdapat dalam surat al-Baqarah
(Ayat Kursi). Barang siapa yang membacanya di sore hari, maka ia terjaga dari
kami sampai pagi hari. Barang siapa yang membacanya di pagi hari, maka ia
terjaga dari kami sampai sore hari”. Keesokan hari, Ubay Radhiyallahu ‘anhu
mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan menceritakan
perihal tersebut kepadanya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
: “Si keji itu telah berkata jujur." (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak no.
2064 dan Ath-Thabrani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir no. 541)
Hadits di atas memuat beberapa
poin yang berhubungan dengan pembahasan kita:
1. Bahwa jin itu memiliki wujud
nyata, bukan gambaran tentang nilai-nilai negatif yang ada dalam diri manusia
sebagaimana pandangan orang-orang ahli filsafat dan orang yang mengikuti mereka
dari kalangan intelektual. Buktinya, dalam kisah di atas jin memiliki bentuk dan
punya kebutuhan biologis.
2. Bahwa jin itu memiliki
kebutuhan biologis seperti manusia, di antaranya kebutuhan untuk makan.
Dasarnya, dalam kisah di atas jin mengambil buah kurma milik Ubay bin Ka’ab radhiyallahu
‘anhu. Demikian pula hal ini ditunjukkan kejadian yang dialami Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu sewaktu ditugasi Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam untuk menjaga harta zakat, tiba-tiba ada jin yang mencuri dari
harta zakat.
3. Bahwa jin itu memiliki
bentuk dan rupa yang berbeda-beda, ada yang seperti ular, anjing dan binatang
lainnya. Buktinya dalam kisah di atas jin muncul dalam rupa yang mirip anjing.
Dalam kisah lain, seorang Sahabat yang ingin turut serta berperang bersama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu ia pulang sejenak sebelum
berangkat perang. Ia mendapati sang istri berdiri di pintu dan memberi tahu
kepadanya bahwa di kamar ada seekor ular besar. Serta merta Sahabat tersebut
langsung membunuhnya, akan tetapi ia dan jin yang menjelma ular itu pun mati di
tempat.
4. Bahwa manusia bisa berbicara
dengan jin dan sebaliknya jin dapat mengerti bahasa manusia. Dalam hadits di
atas Ubay bercakap-cakap dengan jin. Begitu pula dalam kisah Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu saat menangkap jin yang mencuri harta zakat.
5. Agar terhindar dari gangguan
jin adalah dengan membaca Ayat Kursi pada pagi dan sore hari. Bukan dengan cara
meletakkan tulisan Ayat Kursi dalam dompet atau menggantungkannya di mobil,
dinding rumah atau di leher anak-anak kecil sebagaimana perbuatan orang-orang yang
tertipu oleh jin.
Dalil-dalil yang menunjukkan
tentang keberadaan jin dalam al-Qur`an maupun dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam begitu banyak sekali tidak mungkin untuk kita sebutkan
satu persatu dalam tulisan yang singkat ini. Bahkan salah satu surat dalam
al-Qur`an disebut dengan nama Surat al-Jin. Sebagian ulama telah mengumpulkan
dalil-dalil tersebut dalam karya ilmiah mereka, seperti Imam as-Suyuthi rahimahullah
dalam kitabnya al-Lu'lu' Wal Marjin fi Ahkamil Jann dan Syaikh ‘Umar Sulaiman
al-Asyqar dalam 'Alam al-Jin wa asy-Syayathin dan kitab-kitab ulama yang lain.
Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah
menyatakan bahwa beriman tentang keberadan jin adalah bagian dari keimanan
terhadap perkara-perkara yang ghaib, sebagai bentuk pembenaran terhadap apa
yang diberitakan Allah azza wa jalla dan Rasul-Nya shallallahu
‘alaihi wasallam. Keberadaan jin ditetapkan dalam al-Qur`an, Sunnah dan
Ijma'. Barang siapa yang mengingkari adanya jin, maka ia telah jatuh dalam
kekufuran. Karena, ia telah mendustakan Allah dan Rasul-Nya serta Ijma' kaum
Muslimin. Adapun orang yang mengingkari perihal masuknya jin kedalam tubuh
manusia, ia tidaklah tidak kafir, akan tetapi ia dihukumi sesat. (I'anatul
Mustafid, 1/188)
Jin memiliki kewajiban yang
sama seperti manusia untuk beribadah kepada Allah azza wa jalla. Mereka
juga mendapat ganjaran dan balasan atas perbuatan mereka di akhirat kelak.
Sebagaimana Allah azza wa jalla sebutkan dalam firman-Nya tentang
kewajiban jin untuk beribadah kepada-Nya:
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali
hanya untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat : 56)
Maka, jin yang ingkar dan
kafir, akan mendapatkan siksaan Allah azza wa jalla, sebagaimana Allah azza
wa jalla berfirman:
وَلَقَدْ
ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا
يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا
يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Dan sesungguhnya Kami telah menjadikan untuk isi
neraka Jahannam itu kebanyakan dari golongan jin dan manusia. Mereka punya
hati, akan tetapi mereka tidak mau memahami dengannya (ayat-ayat Kami), mereka
punya mata akan tetapi mereka tidak mau melihat dengannya (ayat-ayat Kami),
mereka punya telinga akan tetapi mereka tidak mau mendengar dengannya
(ayat-ayat Kami). Mereka bagaikan seperti bintang bahkan mereka lebih sesat,
mereka itu adalah orang-orang yang lalai (terhadap peringatan Kami).” (QS.
Al-A’raf : 179)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa jin diciptakan dari bunga api,
sebagaimana dalam sabdanya:
خُلِقَتِ
الْمَلاَئِكَةُ مِنْ نُورٍ وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ وَخُلِقَ
آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ
“Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan
dari bunga api dan Adam diciptakan dari apa yang diceritakan pada kalian.” (HR.
Muslim no. 7687)
Akan tetapi, jin tersebut
memiliki keserupaan dengan manusia dalam beberapa sifat dan juga memiliki
keserupaan dengan malaikat dalam beberapa sifat. Keserupaan sifat mereka dengan
manusia, mereka memiliki kebutuhan biologis seperti manusia, seperti makan,
memiliki tempat tinggal dan keturunan. Keserupaan sifat mereka dengan malaikat,
mereka tidak dapat kita lihat dengan indera kita dan mereka bisa menjelma
seperti manusia. Namun, penjelmaan mereka berbeda dengan penjelmaan malaikat.
Jin menjelma dalam bentuk rupa yang buruk atau memiliki cacat dalam salah satu
anggota badannya, berbeda dengan malaikat secara umum menjelma dalam bentuk
rupa yang sangat baik dan tidak ada cacat pada salah satu anggota badannya,
kecuali dalam keadaan ketika diperintahkan Allah azza wa jalla untuk
menguji anak adam. Seperti dalam kisah tiga orang Bani Israil; orang pertama
mengidap penyakit kusta, orang yang kedua berkepala botak tidak memiliki rambut
sedikit pun dan orang yang ketiga buta tidak bisa melihat. Setelah mereka
sembuh dari penyakit mereka dan masing-masing memiliki harta yang berlimpah,
Allah azza wa jalla menyuruh malaikat untuk menguji mereka apakah mereka
bersyukur atau tidak? Malaikat datang kepada masing-masing mereka dalam bentuk
fisik yang sama semasa mereka mengidap penyakit. (HR. Al-Bukhari no. 3277 dan
Muslim no. 7620)
Dalam bahasan ini, kita hanya
akan membahas tentang hal yang berhubungan dengan jin secara khusus, yaitu
masalah kesurupan atau masuknya jin ke dalam tubuh manusia. Sering kita dengar
dalam ungkapan masyarakat ketika melihat orang kesurupan bahwa ia kemasukan
jin. Atau orang yang marah berlebihan dikatakan ia bagaikan kemasukkan setan.
Perihal tentang mungkinya jin
masuk ke dalam tubuh manusia merupakan salah satu sisi perbedaan antara jin
dengan malaikat. Hal ini sudah menjadi bahan perdebatan sejak dulu antara Ulama
Ahlussunnah dengan para pengikut aliran Mu'tazilah yang bermadzhab rasionalisme.
Dalil-dalil yang menunjukkan
tentang mungkinnya jin masuk kedalam tubuh manusia serta dapat mempengaruhi
perasaan dan pikirannya.
Berikut ini kita sebutkan
beberapa dalil yang dikemukakan oleh para ulama Ahlus Sunnah tentang
kemungkinan jin masuk ke dalam tubuh manusia.
1. Firman Allah azza wa jalla:
الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ
الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
“Orang-orang yang memakan harta riba itu, mereka
tidak berdiri (dari kubur mereka) kecuali seperti orang yang kerupan kemasukan
setan.” (QS. Al-Baqarah : 275)
Imam al-Baghawi rahimahullah
berkata, "Mereka tidak berdiri dari kubur mereka pada Hari Kiamat
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan." (Tafsir
Al-Baghawi 1/340)
Imam al-Qurthubi rahimahullah
berkata, "Dalam ayat tersebut terdapat dalil yang menunjukkan tentang
kekeliruan pendapat orang yang mengingkari kesurupan karena jin, mengira bahwa
hal itu gejala alam semata, bahwa setan tidak berjalan dalam tubuh manusia dan
tidak ada kesurupan karena setan." (Tafsir Al-Qurtubi, 3/355)
2. Dan sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam:
إِنَّ
الشَّيْطَانَ يَجْرِى مِنَ الإِنْسَانِ مَجْرَى الدَّمِ
“Sesungguhnya setan itu berjalan dalam tubuh
manusia seperti mengalirnya darah.” (HR. Al-Bukhari no. 3107 dan Muslim no.
5808)
Al-Qadhi 'Iyadh rahimahullah
berkata: "Hadits tersebut secara eksplisit menunjukkan bahwa Allah Azza
wa Jalla memberikan kekuatan dan kemampuan kepada setan untuk berjalan
dalam tubuh manusia seperti mengalirnya darah." (Syarh An-Nawawi, 14/157)
3. Imam Ibnu Baththah rahimahullah
dalam kitab monumentalnya al-Ibanah:
"الْبَابُ الْخَامِسُ بَابُ الإِيْمَانُ بِأَنَّ الشَّيْطَانَ
مَخْلُوْقٌ مُسَلَّطٌ عَلَى بَنِي آدَمَ يَجْرِيْ مِنْهُمْ مَجْرَى الدَّمَ إِلاَّ
مَنْ عَصَمَهُ اللهُ مِنْهُ . وَمَنْ أَنْكَرَ ذَلِكَ فَهُوَ مِنَ الْفِرَقِ الْهَالِكَةِ".
"Bab yang kelima belas; Bab beriman bahwa
sesungguhnya setan itu diciptakan untuk mempengaruhi anak Adam. Ia berjalan
dalam tubuh mereka sepanjang aliran darah, kecuali orang yang dijaga oleh Allah
Azza wa Jalla dari gangguannya. Barang siapa yang mengingkari hal itu maka ia
termasuk dari kelompok-kelompok yang binasa." (Al-Ibanah, 2/61)
‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal
berkata, "Aku berkata kepada ayahku, “Ada orang-orang yang berpendapat
bahwa jin tidak mungkin masuk ke dalam badan orang yang kesurupan dari golongan
manusia!” Beliau menjawab, “Wahai anakku! Mereka itu telah berdusta, (buktinya)
jin itu berbicara melalui lisan orang tersebut." (Majmu' Fatawa Ibnu
Taimiyah, 3/13)
Jika ada yang bertanya
bagaimana cara jin masuk ke dalam tubuh manusia? Apa mungkin tubuh masuk ke
dalam tubuh (lainnya)? Maka jawabanya, hal itu sangat mungkin menurut akal,
bahkan ada contoh-contoh nyata dalam alam ini. Seperti air mengalir dalam
batang dan urat tumbuhan, air dan makanan yang mengalir dalam tubuh manusia,
dan arus listrik mengalir melalu kabel. Demikian pula setan mengalir dalam
tubuh manusia seperti mengalirnya darah. (Al-Mu'tashir Syarh Kitab At-Tauhid
hal. 146)
Apa Saja Jenis Jin Yang Suka
Masuk Ke Tubuh Manusia?
Jenis-jenis jin yang biasa
masuk ke tubuh manusia:
(1). Jin pembantu tukang sihir.
Ia masuk ke tubuh manusia atas perintah tukang sihir untuk menyakiti seseorang.
Jin tersebut bekerja sama dengan tukang sihir atau dukun yang telah
mempersembahkan kepada jin tersebut sesuatu dari bentuk ibadah.
(2). Jin yang suka pada
seseorang. Yakni, jin yang tertarik kepada seseorang karena kecantikannya atau
ketampanannya. Oleh sebab itu, ketika membuka pakaian atau tatkala masuk kamar
mandi dan WC, kita dianjurkan membaca doa-doa yang telah diajarkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam .
(3). Jin nakal yang suka
menggangu manusia. Jin juga ada yang bersifat suka mengganggu dan menyakiti
seperti sebagian manusia suka mengganggu sesama. Alasan mengganggu
bermacam-macam, misalnya alasan manusia mengganggu manusia lain. Bisa jadi
karena beda keyakinan, kedengkian, atau hawa nafsu jahat lainnya.
(4). Jin yang ingin balas
dendam terhadap seseorang yang dengan tidak sengaja pernah menyakiti jin
tersebut atau salah seorang dari kerabatnya.
Masuknya Jin Ke Tubuh Manusia
Ada Dalam Dua Bentuk:
Pertama: Masuknya jin ke dalam
tubuh seseorang di luar kehendak orang tersebut. Hal ini terjadi melalui dua
cara; adakalanya atas kehendak jin itu sendiri dan adakalanya dimasukkan orang
lain dengan cara sihir.
Kedua: Atas kehendak orang
tersebut dengan cara melakukan hal-hal yang dapat mengundang jin agar mau masuk
ke dalam tubuhnya atau ke dalam tubuh orang lain. Hal ini biasanya dilakukan
oleh tukang sihir dan orang yang menggunakan tenaga jin dalam ilmu beladiri
atau silat.
Bagaimanakah Hukum
Masing-Masing Kondisi Di Atas Ditinjau Dari Sisi Akidah Islam?
1. Hukum masuknya jin ke dalam
tubuh seseorang di luar keinginannya. Akan tetapi, atas kemauan dari jin itu
sendiri atau atas perintah orang lain seperti tukang sihir dan semisalnya.
Maka, pada kondisi ini orang yang dimasuki jin tidak berdosa karena ia
dizhalimi dan disakiti, bahkan ia akan diberi pahala oleh Allah azza wa jalla
atas kesabarannya. Namun, bukan berarti ia dilarang untuk berusaha mengusir jin
tersebut dari dalam dirinya.
Sebagaimana dikisahkan dalam
sebuah hadits:
إنَّ الْمَرْأَةَ
السَّوْدَاءَ أَتَتِ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وقَالَتْ إِنِّى
أُصْرَعُ وَإِنِّى أَتَكَشَّفُ فَادْعُ اللَّهَ لِى. قَالَ « إِنْ شِئْتِ صَبَرْتِ
وَلَكِ الْجَنَّةُ وَإِنْ شِئْتِ دَعَوْتُ اللَّهَ أَنْ يُعَافِيَكِ. قَالَتْ
أَصْبِرُ. قَالَتْ فَإِنِّى أَتَكَشَّفُ فَادْعُ اللَّهَ أَنْ لاَ أَتَكَشَّفَ.
فَدَعَا لَهَا.
Seorang wanita mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, dan ia berkata: “Sesungguhnya aku sering kerasukan dan auratku
terbuka, maka tolong berdoa kepada Allah untukku!” Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam berkata, “Jika kamu bersabar, maka bagimu adalah surga, namun jika
engkau tetap berkehendak untuk didoakan, aku akan berdoa pada Allah agar
menyembuhkanmu. Wanita tersebut berkata, “Aku memilih sabar. Namun tolong
berdoa kepada Allah agar auratku tidak terbuka”. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam berdoa untuknya." (HR. Al-Bukhari no. 5328 dan Muslim no. 6736)
Sebagian Ulama menjelaskan
bahwa penyebab ketidaksadaran sang wanita tersebut adalah karena gangguan jin
sebagaimana yang dirajihkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah
dalam kitabnya yang monumental Fathul Bari.
2. Hukum mengundang jin agar
masuk ke dalam diri sendiri atau memasukkannya ke dalam diri orang lain.
Orang yang berusaha memasukkan
jin ke dalam tubuhnya sendiri untuk menambah kekuatan dan ketangkasan adalah
diharamkan dalam agama dan dihukum sebagai perbuatan syirik kepada Allah azza
wa jalla. Karena, jin tidak akan pernah mau menuruti kemauan orang, sebelum
orang tersebut mengabulkan permintaan jin tersebut terlebih dahulu. Dan
permintaan jin tersebut tidak akan keluar dari perbuatan bid'ah dan syirik,
sebagaimana yang dikenal dalam ilmu persilatan dan ilmu bela diri. Biasanya
tempat latihan persilatan tersebut terlebih dahulu dilumuri darah dari
sembelihan seekor hewan ternak, kadangkala ayam dan kadangkala kambing atau
yang semisalnya. Kemudian dalam gerakan persilatan tersebut, ada gerakan yang
merupakan persembahan kepada jin. Biasanya, gerakan itu berada pada awal
gerakan dari jurus-jurus silat tersebut. Kemudian selama proses latihan ada
kegiatan-kegiatan yang berbau kesyirkan, seperti bersemedi dan lain sebagainya.
Setelah menuruti kehendak jin tersebut, barulah ia akan mendapat mantra atau
jampi untuk memanggil sang jin tersebut. Kadangkala jin mensyaratkan kepada
orang tersebut untuk memakai pakaian tertentu, dengan warna atau model tertentu.
Atau jin melarang orang tersebut untuk mandi seumur hidup, atau memakan makanan
yang disembelih. Ini adalah sebagian bentuk ketundukan yang dikehendaki oleh
jin, dengan tujuan agar orang berpaling dari menaati Allah azza wa jalla.
Atau jin tersebut mengajarkan
kepadanya wirid-wirid yang memuat ucapan-ucapan yang berbau kesiyirikan atau
mengajarkan tata cara ibadah yang menyelisihi sunnah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, seperti puasa empat puluh hari, atau berdzikir dalam
sebuah kelambu yang gelap dan tidak boleh keluar selama empat puluh hari. Yang
penting bagi jin tersebut adalah orang tersebut taat kepadanya dan durhaka
kepada Allah azza wa jalla dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Mungkin saja orang tersebut secara lahiriah melaksanakan shalat
dan berpenampilan layaknya seorang wali. Akan tetapi, ia tidak menyadari
bagaimana ia dijerumuskan oleh jin ke dalam jurang syirik dan bid'ah.
Adapun orang yang mengunakan
jin untuk menyakiti orang lain, maka orang ini telah melakukan dua dosa besar:
Pertama: ia telah berbuat
kesyrikan kapada Allah azza wa jalla , sebagaimana telah jelaskan di
atas bahwa jin tidak akan memperkanankan permintaannya sebelum orang tersebut
taat terlebih dahulu kepada jin tersebut.
Kedua: ia telah berbuat
kezhaliman dan kerusakan di muka bumi ini. Karena, dengan perbuatannya tersebut
ia telah menyebabkan orang lain menjadi tersiksa dan menderita. Bahkan bisa
menimbulkan berbagai macam bentuk kerusakan lain di muka bumi ini, seperti
terjadinya perceraian dan pembunuhan yang disebabkan oleh perbuatan sihir yang
disebarkan melalui perantara jin.
Oleh sebab itu, banyak sekali
dalil yang mengharamlan perbuatan sihir, di antaranya:
Firman Allah:
وَمَا
كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَٰكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ
“Dan tidaklah kafir Sulaiman, akan tetapi para
setan yang kafir mereka mengajar sihir kepada manusia.” (QS. Al-Baqarah : 102)
Ayat di atas menunjukkan
tentang hukum mengajarkan sihir dan hal itu merupakan perbuatan setan baik
setan dari golongan jin maupun setan dari golongan manusia.
Kemudian Allah azza wa jalla
menjelaskan pada lanjutan ayat di atas tentang hukum orang yang mempelajari
sihir, bahwa sihir itu tidak membawa manfaat, akan tetapi membawa kemudaratan
dalam kehidupan mereka, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Di akhirat
kelak, mereka tidak akan mendapat bagian sedikit pun dari kebaikan. Allah azza
wa jalla berfirman:
وَيَتَعَلَّمُونَ
مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ
فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا
يَعْلَمُونَ
“Mereka mempelajari sesuatu yang membahayakan
mereka dan tidak bermanfaat kepada mereka, dan sesungguhnya mereka telah
mengetahui bagi orang yang membelinya ia tidak akan memiliki bagian sedikit pun
pada akhirat kelak. Dan sungguh amat buruk apa yang mereka beli dengan diri
mereka, seandainya mereka itu mengetahui". (QS. Al-Baqarah : 102)
Perbuatan sihir merupakan salah
satu dosa besar yang akan membinasakan pelakunya sebagaimana Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam peringatkan dalam sabdanya:
« اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ ». قِيلَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ « الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ
الَّتِى حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَأَكْلُ الرِّبَا
وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلاَتِ
الْمُؤْمِنَاتِ
Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan! Beliau
ditanya, “Apa saja wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Berbuat syirik kepada
Allah, sihir, membunuh jiwa yagng diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang
haq, memakan harta anak yatim, memakan harta riba, lari dari medan perang, dan
menuduh perempuan-perempuan terhormat berzina dari kalangan kaum wanita mukmin.”
(HR. Al-Bukhari no. 2615 dan Muslim no. 272)
Bagaimana Caranya Agar Kita
Selamat Dari Gangguan Jin?
Pertama adalah dengan menghafal
Ayat Kursi dan membacanya pada setiap selesai Shalat Fardhu, pagi dan sore
hari, serta ketika hendak tidur, sebagaimana telah kita sebutkan pada awal
bahasan kita ini tentang kisah Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu.
Termasuk pula membaca dzikir
dan doa-doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
dalam berbagai aktifitas, kesempatan dan keadaan. Seperti doa pagi-sore, doa
ketka masuk WC, doa ketika membuka baju, doa ketika memasuki daerah baru dsb.
Silakan lihat berbagai doa dan dzikir tersebut dalam kitab-kitab doa yang telah
ditulis oleh para Ulama kita.
Kedua adalah dengan menghindari
sebab-sebab yang mengundang jin untuk berbuat jahat pada kita. Seperti, suka
melamun dan kebiasaan-kebiasaan sejenis, serta menjauhi sikap yang berlebihan
dalam bergembira, dalam bersedih, atau terlalu marah dan terlalu lapar. Karena
pada kondisi-kondisi yang kurang stabil tersebut membuat kita kehilangan
konsentrasi sehingga sangat mudah bagi jin untuk masuk mempengaruhi sikap dan
perasaan kita. Wallahu a'lam.
0 Comment for "Kesurupan Menurut Pandangan Islam"