“Pakaian
seorang muslim adalah hingga setengah betis. Tidaklah mengapa jika diturunkan
antara setengah betis dan dua mata kaki. Jika pakaian tersebut berada di bawah
mata kaki maka tempatnya di neraka. Dan apabila pakaian itu diseret dalam
keadaan sombong, Allah tidak akan melihat kepadanya (pada hari kiamat nanti).”
(HR. Abu Daud no. 4095)
Mungkin sebagian orang sering
menemukan di sekitarnya orang-orang yang celananya di atas mata kaki
(cingkrang). Bahkan ada yang mencemoohnya dengan menggelarinya sebagai ‘celana
kebanjiran’. Pembahasan kali ini akan sedikit membahas mengenai cara
berpakaian seperti ini apakah memang pakaian ini merupakan ajaran Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam atau bukan.
Penampilan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan Celana Setengah Betis
Perlu diketahui bahwasanya
celana di atas mata kaki adalah sunnah dan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Hal ini dikhususkan bagi laki-laki, sedangkan wanita
diperintahkan untuk menutup telapak kakinya. Kita dapat melihat bahwa pakaian
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berada di atas mata kaki
sebagaimana dalam keseharian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Al-Asy’ats bin Sulaim, ia
berkata:
سَمِعْتُ
عَمَّتِي ، تُحَدِّثُ عَنْ عَمِّهَا قَالَ : بَيْنَا أَنَا أَمْشِي بِالمَدِيْنَةِ
، إِذَا إِنْسَانٌ خَلْفِي يَقُوْلُ : « اِرْفَعْ إِزَارَكَ ،
فَإِنَّهُ أَنْقَى» فَإِذَا هُوَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّمَا هِيَ بُرْدَةٌ مَلْحَاءُ) قَالَ : « أَمَّا لَكَ فِيَّ أُسْوَةٌ ؟ » فَنَظَرْتُ فَإِذَا إِزَارَهُ إِلَى نِصْفِ سَاقَيْهِ
Saya pernah mendengar bibi saya menceritakan dari
pamannya yang berkata, “Ketika saya sedang berjalan di kota Al-Madinah,
tiba-tiba seorang laki-laki di belakangku berkata, ’Angkat kainmu, karena itu
akan lebih bersih.’ Ternyata orang yang berbicara itu adalah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Aku berkata,”Sesungguhnya yang kukenakan ini tak lebih
hanyalah burdah yang bergaris-garis hitam dan putih”. Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau tidak menjadikan aku sebagai teladan?”
Aku melihat kain sarung beliau, ternyata ujung bawahnya di pertengahan kedua
betisnya.” (Mukhtashar Syama’il Muhammadiyyah, hal. 69)
Dari Hudzaifah bin Al-Yaman, ia
berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memegang salah
satu atau kedua betisnya. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
هَذَا
مَوْضِعُ الإِزَارِ فَإِنْ أَبِيْتَ فَأَسْفَلَ فَإِنْ أَبِيْتَ فَلاَ حَقَّ لِلإْزَارِ
فِي الْكَعْبَيْنِ
“Di sinilah letak ujung kain. Kalau engkau tidak
suka, bisa lebih rendah lagi. Kalau tidak suka juga, boleh lebih rendah lagi,
akan tetapi tidak dibenarkan kain tersebut menutupi mata kaki.” (Mukhtashar
Syama’il Muhammadiyyah, hal.70)
Dari dua hadits ini terlihat
bahwa celana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berada di atas
mata kaki sampai pertengahan betis. Boleh bagi seseorang menurunkan celananya,
namun dengan syarat tidak sampai menutupi mata kaki. Ingatlah, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah sebagai teladan terbaik bagi kita dan bukanlah professor
atau doctor atau seorang master yang dijadikan teladan. Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ
وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu
suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab :
21)
Menjulurkan Celana Hingga Di
Bawah Mata Kaki (Isbal)
Perhatikanlah hadits-hadits
yang kami bawakan berikut ini yang sengaja kami bagi menjadi dua bagian. Hal
ini sebagaimana kami ikuti dari pembagian Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
rahimahullah dalam kitab beliau Syarhul Mumthi’ pada Bab Satrul ‘Awrot.
Pertama: Menjulurkan celana di
bawah mata kaki dengan sombong
Dari Ibnu Umar radhiyallahu
‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ
يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ
“Allah tidak akan melihat kepada orang yang
menyeret pakaianya dalam keadaan sombong.” (HR. Muslim no. 5574)
Dari Ibnu Umar radhiyallahu
‘anhuma juga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ
الَّذِى يَجُرُّ ثِيَابَهُ مِنَ الْخُيَلاَءِ لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Sesungguhnya orang yang menyeret pakaiannya
dengan sombong, Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.” (HR. Muslim no.
5576)
Masih banyak lafazh yang serupa
dengan dua hadits di atas dalam Shahih Muslim. Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَلاَثَةٌ
لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ
يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Ada tiga orang yang tidak diajak bicara oleh
Allah pada hari kiamat nanti, tidak dipandang, dan tidak disucikan serta bagi
mereka siksaan yang pedih.”
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menyebut tiga kali perkataan ini. Lalu Abu Dzar berkata:
خَابُوا
وَخَسِرُوا مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ
“Mereka sangat celaka dan merugi. Siapa mereka, Ya
Rasulullah?”
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab:
الْمُسْبِلُ
وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ
“Mereka adalah orang yang isbal, orang yang suka
mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah
palsu.” (HR. Muslim no. 306)
Orang yang isbal (musbil)
adalah orang yang menjulurkan pakaian atau celananya di bawah mata kaki.
Kedua: Menjulurkan celana di
bawah mata kaki tanpa sombong
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا
أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِى النَّارِ
“Kain yang berada di bawah mata kaki itu berada di
neraka.” (HR. Al-Bukhari no. 5787)
Dari hadits-hadits di atas
terdapat dua bentuk menjulurkan celana dan masing-masing memiliki konsekuensi
yang berbeda. Kasus yang pertama -sebagaimana terdapat dalam hadits Ibnu Umar
di atas- yaitu menjulurkan celana di bawah mata kaki (isbal) dengan sombong. Hukuman
untuk kasus pertama ini sangat berat yaitu Allah tidak akan berbicara
dengannya, juga tidak akan melihatnya dan tidak akan disucikan serta baginya
azab (siksaan) yang pedih. Bentuk pertama ini termasuk dosa besar.
Kasus yang kedua adalah apabila
seseorang menjulurkan celananya tanpa sombong. Maka ini juga dikhawatirkan
termasuk dosa besar karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam
perbuatan semacam ini dengan neraka.
Perhatikan bahwasanya hukum di
antara dua kasus ini berbeda. Tidak bisa kita membawa hadits muthlaq dari Abu
Hurairah pada kasus kedua ke hadits muqoyyad dari Ibnu Umar pada kasus pertama
karena hukum masing-masing berbeda. Bahkan ada sebuah hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri
yang menjelaskan dua kasus ini sekaligus dan membedakan hukum masing-masing.
Lihatlah hadits yang dimaksud sebagai berikut:
إِزْرَةُ
الْمُسْلِمِ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ وَلاَ حَرَجَ – أَوْ لاَ جُنَاحَ – فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْكَعْبَيْنِ مَا كَانَ أَسْفَلَ
مِنَ الْكَعْبَيْنِ فَهُوَ فِى النَّارِ مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا لَمْ يَنْظُرِ
اللَّهُ إِلَيْهِ
“Pakaian seorang muslim adalah hingga setengah
betis. Tidaklah mengapa jika diturunkan antara setengah betis dan dua mata
kaki. Jika pakaian tersebut berada di bawah mata kaki maka tempatnya di neraka.
Dan apabila pakaian itu diseret dalam keadaan sombong, Allah tidak akan melihat
kepadanya (pada hari kiamat nanti).” (HR. Abu Daud no. 4095)
Jika kita perhatikan dalam
hadits ini, terlihat bahwa hukum untuk kasus pertama dan kedua berbeda.
Sebagian ulama ada yang
berpendapat bahwa jika menjulurkan celana tanpa sombong maka hukumnya makruh
karena menganggap bahwa hadits Abu Hurairah pada kasus kedua dapat dibawa ke
hadits Ibnu Umar pada kasus pertama. Maka berarti yang dimaksudkan dengan
menjulurkan celana di bawah mata kaki sehingga mendapat ancaman (siksaan)
adalah yang menjulurkan celananya dengan sombong. Jika tidak dilakukan dengan
sombong, hukumnya makruh. Hal inilah yang dipilih oleh An-Nawawi dalam Syarh
Muslim dan Riyadhus Shalihin, juga merupakan pendapat Imam Syafi’i serta
pendapat ini juga dipilih oleh Syaikh Abdullah Ali Bassam di Tawdhihul Ahkam
min Bulughil Marom.
Namun, perlu diperhatikan bahwa
para ulama yang menyatakan makruh seperti An-Nawawi dan lainnya, mereka tidak
pernah menyatakan bahwa hukum isbal adalah boleh kalau tidak dengan sombong.
Mohon, jangan disalahpahami maksud ulama yang mengatakan demikian. Ingatlah
bahwa para ulama tersebut hanya menyatakan makruh dan bukan menyatakan boleh
berisbal. Ini yang banyak salah dipahami oleh sebagian orang yang mengikuti
pendapat mereka. Maka hendaklah perkara makruh itu dijauhi, jika memang kita
masih memilih pendapat yang lemah tersebut. Janganlah terus-menerus dalam
melakukan yang makruh. Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua.
Sedikit Kerancuan, Abu Bakar
Pernah Menjulurkan Celana Hingga di Bawah Mata Kaki
Bagaimana jika ada yang
berdalil dengan perbuatan Abu Bakr di mana Abu Bakr dahulu pernah menjulurkan
celana hingga di bawah mata kaki? Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah
pernah mendapat pertanyaan semacam ini, lalu beliau memberikan jawaban sebagai
berikut.
Adapun yang berdalil dengan
hadits Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu, maka kami katakan tidak ada baginya
hujjah (pembela atau dalil) ditinjau dari dua sisi.
Pertama, Abu Bakar radhiyallahu
‘anhu mengatakan, “Sesungguhnya salah satu ujung sarungku biasa
melorot kecuali jika aku menjaga dengan seksama.” Maka ini bukan berarti
dia melorotkan (menjulurkan) sarungnya karena kemauan dia. Namun sarungnya
tersebut melorot dan selalu dijaga. Orang-orang yang isbal (menjulurkan celana
hingga di bawah mata kaki, pen) biasa menganggap bahwa mereka tidaklah
menjulurkan pakaian mereka karena maksud sombong. Kami katakan kepada orang
semacam ini : Jika kalian maksudkan menjulurkan celana hingga berada di bawah
mata kaki tanpa bermaksud sombong, maka bagian yang melorot tersebut akan
disiksa di neraka. Namun jika kalian menjulurkan celana tersebut dengan
sombong, maka kalian akan disiksa dengan azab (siksaan) yang lebih pedih
daripada itu yaitu Allah tidak akan berbicara dengan kalian pada hari kiamat,
tidak akan melihat kalian, tidak akan mensucikan kalian dan bagi kalian siksaan
yang pedih.
Kedua, Sesungguhnya Abu Bakr
sudah diberi tazkiyah (rekomendasi atau penilaian baik) dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan sudah diakui bahwa Abu Bakr tidaklah melakukannya
karena sombong. Lalu apakah di antara mereka yang berperilaku seperti di atas
(dengan menjulurkan celana dan tidak bermaksud sombong, pen) sudah mendapatkan
tazkiyah dan syahadah (rekomendasi)?! Akan tetapi syaithon membuka jalan untuk
sebagian orang agar mengikuti ayat atau hadits yang samar (dalam pandangan
mereka, pen) lalu ayat atau hadits tersebut digunakan untuk membenarkan apa
yang mereka lakukan. Allah-llah yang memberi petunjuk ke jalan yang lurus
kepada siapa yang Allah kehendaki. Kita memohon kepada Allah agar mendapatkan
petunjuk dan ampunan. (Fatawal Aqidah wa Arkanil Islam, hal. 547-548)
Marilah Mengagungkan dan Melaksanakan
Ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman:
مَنْ
يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ
“Barangsiapa yang menta’ati Rasul, sesungguhnya ia
telah menta’ati Allah.” (QS. An-Nisa’: 80)
فَلْيَحْذَرِ
الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi
perintahnya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An-Nur
: 63)
وَإِنْ
تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ
“Dan jika kamu ta’at kepadanya, niscaya kamu
mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan
(amanat Allah) dengan terang.” (QS. An-Nur : 54)
Hal ini juga dapat dilihat
dalam hadits Al-‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu seolah-olah
inilah nasehat terakhir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam menasehati para sahabat radhiyallahu ‘anhum:
فَعَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا
عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Berpegangteguhlah dengan sunnahku dan sunnah
khulafa’ur rosyidin yang mendapatkan petunjuk (dalam ilmu dan amal). Pegang
teguhlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian.” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi,
Ibnu Majah, Ibnu Hibban. At-Tirmidizi mengatakan hadits ini hasan shahih.
Syaikh Al-Albani mengatakan hadits ini shahih. Lihat Shahih At-Targhib wa At-Tarhib
no. 37)
Salah seorang khulafa’ur
rosyidin dan manusia terbaik setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu mengatakan:
لَسْتُ
تَارِكًا شَيْئًا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَعْمَلُ
بِهِ إِلَّا عَمِلْتُ بِهِ إِنِّي أَخْشَى إِنْ تَرَكْتُ شَيْئًا مِنْ أَمْرِهِ
أَنْ أَزِيْغَ
”Aku tidaklah biarkan satu pun yang
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam amalkan kecuali aku mengamalkannya
karena aku takut jika meninggalkannya sedikit saja, aku akan menyimpang.”
(Shahih wa Dho’if Sunan Abi Daud, Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa atsar ini
shahih)
Sahabat Sangat Perhatian dengan
Masalah Celana
Sebagai penutup dari pembahasan
ini, kami akan membawakan sebuah kisah yang menceritakan sangat perhatiannya
salaf (sahabat) dengan masalah celana di atas mata kaki, sampai-sampai di ujung
kematian masih memperingatkan hal ini.
Dalam shahih Al-Bukhari
dan shahih Ibnu Hibban, dikisahkan mengenai kematian Umar bin Al-Khaththab
setelah dibunuh seseorang ketika shalat. Lalu orang-orang mendatanginya di saat
menjelang kematiannya. Lalu datanglah pula seorang pemuda. Setelah Umar ngobrol
sebentar dengannya, ketika dia beranjak pergi, terlihat pakaiannya menyeret
tanah (dalam keadaan isbal). Lalu Umar berkata: “Panggil pemuda tadi!” Lalu
Umar berkata:
ابْنَ
أَخِى ارْفَعْ ثَوْبَكَ ، فَإِنَّهُ أَبْقَى لِثَوْبِكَ وَأَتْقَى لِرَبِّكَ
“Wahai anak saudaraku. Tinggikanlah pakaianmu!
Sesungguhnya itu akan lebih mengawetkan pakaianmu dan akan lebih bertakwa
kepada Rabbmu.”
Jadi, masalah isbal (celana
menyeret tanah) adalah perkara yang amat penting. Jika ada yang mengatakan ‘kok
masalah celana saja dipermasalahkan?’ Maka cukup kisah ini sebagai jawabannya.
Kita menekankan masalah ini karena salaf (sahabat) juga menekankannya. Semoga
kita dimudahkan dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah.
0 Comment for "Celana Cingkrang dan Hukum Mengenai Isbal"