“Dan telah
kami utus seorang Rasul pada setiap umat, (untuk menyeru): ‘Beribadahlah kalian
kepada Allah dan jauhilah oleh kalian thaghut’.” (QS. An-Nahl : 36)
“Pemerintah itu thaghut.” “Pancasila itu thaghut.”
Ungkapan seperti ini mungkin pernah kita dengar. Mengapa ada sebagian orang
yang menyebut pemerintah sebagai thaghut? Menurut mereka, pemerintah adalah
thaghut karena tidak menerapkan hukum Islam. Benarkah demikian? Simak bahasan
berikut supaya kita tidak terjatuh dalam pemahaman yang salah tentang thaghut.
Dakwah semua Rasul yang Allah subhanahu wa ta’ala
utus adalah menyeru umatnya untuk beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala
dan mengkufuri thaghut. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ
بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا
الطَّاغُوْتَ
“Dan telah kami utus seorang Rasul pada setiap
umat, (untuk menyeru): ‘Beribadahlah kalian kepada Allah dan jauhilah oleh
kalian thaghut’.” (QS. An-Nahl : 36)
Kufur kepada thaghut adalah syarat sahnya ibadah
seseorang, sebagaimana wudhu merupakan syarat sah shalat.
Pengertian Thaghut
Secara bahasa, kata ini diambil dari kata طَغَى, artinya melampaui batas.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
إِنَّا
لَمَّا طَغَى الْمَاءُ حَمَلْنَاكُمْ فِي الْجَارِيَةِ
“Sesungguhnya ketika air melampaui batas, Kami
bawa kalian di perahu.” (QS. Al-Haqah : 11)
Adapun menurut istilah syariat, definisi yang terbaik
adalah yang disebutkan Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah: “(Thaghut)
adalah setiap sesuatu yang melampui batasannya, baik yang disembah (selain
Allah Subhanahu wa Ta’ala), atau diikuti atau ditaati (jika dia ridha
diperlakukan demikian).” Ibnul Qayyim berkata: “Jika engkau perhatikan
thaghut-thaghut di alam ini, tidak akan keluar dari tiga jenis golongan
tersebut.” Definisi lain, thaghut adalah segala sesuatu yang diibadahi selain
Allah (dalam keadaan dia rela).
Wajibnya Mengingkari Thaghut
Allah subhanahu wa ta’ala mewajibkan kepada
seluruh hamba-Nya untuk mengkufuri thaghut dan beriman kepada Allah. Dasarnya
adalah:
1. Allah subhanahu
wa ta’ala mengutus Rasul-Nya untuk mendakwahkan masalah ini.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ
بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا
الطَّاغُوْتَ
“Dan telah kami utus pada setiap umat seorang
Rasul, (yang menyeru umatnya):Beribadahlah kalian kepada Allah dan jauhilah
oleh kalian thaghut.” (QS. An-Nahl : 36)
2. Kufur
kepada thaghut merupakan syarat sah iman, sehingga tidak sah iman seseorang
hingga mengingkari thaghut.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
فَمَنْ
يَكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْ بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ
الْوُثْقَى
“Barangsiapa yang kufur kepada thaghut dan beriman
kepada Allah maka dia telah berpegang dengan tali yang kokoh.” (QS. Al-Baqarah
: 256)
3. Karena ini
terkandung dalam lafadz Laa ilaha illallah. Ilallah adalah iman kepada Allah subhanahu
wa ta’ala dan kufur kepada thaghut. Laa ilaha menafikan semua peribatan
kepada selain Allah. Laa ilaha illallah menetapkan ibadah hanya untuk Allah subhanahu
wa ta’ala.
Bentuk Pengingkaran terhadap
Thaghut
Para ulama menerangkan bahwa mengkufuri thaghut terwujud
dengan enam perkara yang ditunjukkan oleh Al-Qur`an:
1. Meyakini batilnya
peribadatan kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala.
2. Meninggalkannya dan
meninggalkan peribadahan kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala dengan
hati, lisan, dan anggota badan.
3. Membencinya dengan hati dan
mencercanya dengan lisan. Cercaan dengan lisan yaitu dengan cara menunjukkan
dan menerangkan bahwa sesembahan selain Allah adalah batil dan tidak bisa
memberikan manfaat.
4. Mengkafirkan pengikut dan
penyembah thaghut.
5. Memusuhi mereka dengan
dzahir dan batin, dengan hati dan anggota badan.
6. Menghilangkan
sesembahan-sesembahan selain Allah subhanahu wa ta’ala dengan tangan,
jika ada kemampuan.
Keenam perkara ini telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis
salam dan kita diperintahkan untuk meneladani beliau. Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman:
قَدْ
كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيْمَ وَالَّذِيْنَ مَعَهُ
“Telah ada bagi kalian teladan yang baik pada diri
Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya.” (QS. Al-Mumtahanah : 4)
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam meyakini batilnya
peribadahan kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
وَاتْلُ
عَلَيْهِمْ نَبَأَ إِبْرَاهِيْمَ. إِذْ قَالَ لأَبِيْهِ وَقَوْمِهِ مَا
تَعْبُدُوْنَ. قَالُوا نَعْبُدُ أَصْنَامًا فَنَظَلُّ لَهَا عَاكِفِيْنَ.
قَالَ هَلْ يَسْمَعُوْنَكُمْ إِذْ تَدْعُوْنَ. أَوْ يَنْفَعُوْنَكُمْ أَوْ
يَضُرُّوْنَ
“Bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim. Ketika ia
berkata kepada bapak dan kaumnya: ‘Apakah yang kalian sembah?’ Mereka berkata:
‘Kami menyembah patung dan kami akan terus mengibadahinya.’ Maka Ibrahim
berkata: ‘Apakah (patung-patung tersebut) mendengar ketika kalian berdoa?
Apakah dia bisa memberikan manfaat atau menimpakan mudarat?’.” (QS.
Asy-Syua’ara` : 69-73)
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam meyakini batilnya
sesembahan mereka, bahwa sesembahan mereka tidak bisa memberikan manfaat atau
menimpakan mudharat.
Beliau meninggalkan serta menjauhi sesembahan mereka
kemudian hijrah kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman:
وَقَالَ
إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهْدِيْنِ
“(Ibrahim) berkata: ‘Aku akan pergi kepada Rabbku,
dan Dia akan memberikan hidayah kepadaku’.” (QS. Ash-Shaffat : 99)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman tentang
Ibrahim:
إِنَّنِي
بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُوْنَ. إِلاَّ الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِيْنِ
“Aku berlepas diri dari apa yang kalian sembah,
kecuali Dzat yang telah menciptakanku karena sungguh Dia akan memberikan
hidayah kepadaku.” (QS. Az-Zukhruf : 26-27)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman tentang
Ibrahim ‘alaihis salam:
وَأَعْتَزِلُكُمْ
وَمَا تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللهِ وَأَدْعُو رَبِّي
“Aku akan menjauhi kalian dan
apa yang kalian sembah selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Rabbku.” (QS.
Maryam : 48)
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam membenci sesembahan
mereka dengan hatinya dan menjelekkannya dengan lisan, sebagaimana Allah subhanahu
wa ta’ala kabarkan bahwa Ibrahim berkata:
أُفٍّ
لَكُمْ وَلِمَا تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللهِ
”Celakalah kalian dan apa yang kalian sembah
selain Allah.” (QS. Al-Anbiya`: 67)
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam mengingkari mereka dan
mengabarkan bahwa mereka adalah kafir serta mengumumkan bahwa ia berlepas diri
dari mereka, sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala kabarkan dalam surat
Al-Mumtahanah:
كَفَرْنَا
بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا
حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللهِ وَحْدَهُ
“Kami ingkar terhadap kalian, dan telah tampak
antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian, hingga kalian beriman kepada
Allah saja.” (QS. Al-Mumtahanah : 4)
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam memusuhi mereka dan
menghancurkan sesembahan mereka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
فَجَعَلَهُمْ
جُذَاذًا إِلاَّ كَبِيْرًا لَهُمْ
“(Ibrahim) menjadikannya hancur berkeping-keping
kecuali patung yang terbesar….” (QS. Al-Anbiya`: 58)
Tokoh-tokoh Thaghut
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah
berkata: “Tokoh thaghut ada lima: Iblis la’natullah ‘alaih, orang yang disembah
dan dia ridha diperlakukan demikian, orang yang menyeru orang lain agar
menyembah dirinya, orang yang mengaku mengetahui ilmu ghaib, dan orang yang
berhukum selain dengan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
1. Iblis,
yaitu setan yang terkutuk dan dilaknat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman
tentangnya:
وَإِنَّ
عَلَيْكَ لَعْنَتِي إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
“Sesungguhnya laknat-Ku atas kalian sampai hari
kiamat.” (QS. Shad: 78)
Awalnya Iblis bersama malaikat, tetapi enggan bersujud
kepada Adam ‘alaihis salam. Ketika diperintah untuk sujud kepada Adam
‘alaihissalam itulah tampak kesombongan Iblis.
2. Seorang
yang disembah dalam keadaan ridha.
Adapun yang orang yang tidak ridha disembah bukanlah
thaghut, misalnya Nabi ‘Isa ‘alaihis sallam yang disembah oleh kaum
Nasrani, beliau ‘alaihis salam tidaklah ridha akan hal itu juga Nabi
‘Uzair ‘alaihis salam yang dianggap anak Allah maka kedua nabi yang
mulia ini terlepas dari kesesatan mereka yang menyembah.
3. Orang yang
menyeru orang lain untuk menyembah dirinya.
Dia termasuk thaghut, baik ada orang lain yang mengikuti
dakwahnya ataupun tidak. Dia sudah menjadi thaghut dengan semata menyeru orang
untuk menyembah dirinya. Termasuk dalam golongan ini adalah Fir’aun dan
syaikh-syaikh tarekat Sufi yang menyeru pengikutnya untuk menyembah mereka.
4. Orang yang
mengaku mengetahui sesuatu tentang ilmu ghaib.
Karena ilmu ghaib (yang mutlak) adalah kekhususan Allah subhanahu
wa ta’ala. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
قُلْ
لاَ يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ
“Katakanlah, tidak ada yang mengetahui perkara
ghaib di langit dan bumi kecuali Allah…” (QS. An-Naml : 65)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan:
مِفْتَاحُ
الْغَيْبِ خَمْسٌ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ اللهُ؛ لاَ يَعْلَمُ أَحَدٌ مَا يَكُوْنُ
فِي غَدٍ، وَلاَ يَعْلَمُ أَحَدٌ مَا يَكُوْنُ فِي اْلأَرْحَامِ، وَلاَ تَعْلَمُ
نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا، وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوْتُ،
وَمَا يَدْرِي أَحَدٌ مَتَى يَجِيْءُ الْمَطَرُ
“Kunci-kunci perkara ghaib ada lima, tidak ada
yang mengetahuinya kecuali Allah: Tidak ada seorangpun yang tahu apa yang akan
terjadi besok; Tidak ada seorangpun yang tahu apa yang ada di dalam
rahim-rahim; Suatu jiwa tidak mengetahui apa yang akan ia lakukan besok; Dan
tidak mengetahui di negeri mana dia akan mati; Tidak ada seorangpun yang
mengetahui kapan hujan turun.” (HR. Al-Bukhari)
Maka barangsiapa mengaku mengetahui perkara ghaib berarti
telah kafir, karena telah mendustakan apa yang telah diterangkan oleh Allah subhanahu
wa ta’ala dan Rasul-Nya. Termasuk golongan thaghut yang keempat adalah
tukang sihir, dukun-dukun dan juga wali-wali setan bersorban yang mengaku
mendapatkan karomah serta kasyafah (penyingkapan tabir) dari Allah namun
perilakunya menyimpang dari Al-Quran dan As-Sunnah.
5. Orang yang
berhukum dengan selain hukum Allah subhanahu wa ta’ala.
Berhukum dengan hukum yang Allah subhanahu wa ta’ala
turunkan termasuk Tauhid Uluhiyyah dan meyakini bahwa Allah subhanahu wa ta’ala
adalah hakim yang sebenar-benarnya adalah termasuk Tauhid Rububiyah. Oleh
karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala menyebut orang yang diikuti oleh
pengikut mereka -dalam hal yang menyelisihi apa yang Allah subhanahu wa ta’ala
turunkan- sebagai rabb bagi pengikut mereka.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
اتَّخَذُوا
أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُوْنِ اللهِ
“Mereka menjadikan pendeta-pendeta dan tukang
ibadah mereka sebagai Rabb selain Allah…” (QS. At-Taubah : 31)
Berhukum dengan selain hukum Allah subhanahu wa ta’ala
bisa termasuk kufur akbar yang mengeluarkan seorang dari Islam, dan bisa pula
kufur ashgar yang tidak mengeluarkan seseorang dari Islam. Hal ini sesuai
dengan keyakinan pelakunya. Karena, orang yang berhukum dengan selain hukum
Allah subhanahu wa ta’ala ada beberapa jenis:
1. Orang yang
berhukum dengan selain hukum Allah subhanahu wa ta’ala karena
merendahkan dan membenci hukum Allah subhanahu wa ta’ala. Hal ini
termasuk kufur akbar yang mengeluarkan pelakunya dari Islam. Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
ذَلِكَ
بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
“Hal itu karena mereka membenci apa yang Allah
turunkan maka Allah menggugurkan amalan mereka.” (QS. Muhammad : 9)
2. Orang yang
berhukum dengan selain hukum Allah subhanahu wa ta’ala, dengan keyakinan
bahwa hukum selain Allah subhanahu wa ta’ala lebih afdhal dan lebih baik
dari hukum Allah subhanahu wa ta’ala. Inipun kufur akbar yang bisa mengeluarkan
pelakunya dari Islam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
وَمَنْ
أَحْسَنُ مِنَ اللهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوْقِنُوْنَ
“Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada hukum
Allah, bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Ma`idah : 50)
3. Orang yang
berhukum dengan selain hukum Allah subhanahu wa ta’ala dengan keyakinan
bahwa hukum selain Allah subhanahu wa ta’ala tersebut sama dengan hukum
Allah subhanahu wa ta’ala. Ini pun kufur akbar.
4. Orang yang
berhukum dengan selain hukum Allah subhanahu wa ta’ala karena meyakini
tentang boleh dan halalnya berhukum dengan selain hukum Allah subhanahu wa ta’ala.
Inipun pelakunya kafir, karena telah menghalalkan apa yang Allah subhanahu
wa ta’ala haramkan.
5. Orang yang
berhukum dengan selain hukum Allah subhanahu wa ta’ala dalam keadaan
masih meyakini bahwa hukum Allah subhanahu wa ta’ala lebih afdhal, dan
tidak menyamakan hukum selain Allah subhanahu wa ta’ala dengan
hukum-Nya, bahkan ia mengatakan bahwa hukum Allah subhanahu wa ta’ala
lebih afdhal dan lebih tinggi. Dia tidak menghalalkan tindakan berhukum dengan
selain hukum Allah subhanahu wa ta’ala. Hanya saja dia berhukum dengan
selain hukum Allah subhanahu wa ta’ala semata karena syahwat, jabatan,
dan kepentingan pribadi, dalam keadaan yakin bahwa dirinya salah dan sedang
berbuat maksiat. Yang semacam ini termasuk kufur ashgar, pelakunya tidak keluar
dari Islam. Inilah yang ditafsirkan oleh Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Inilah macam-macam thaghut di alam ini. Jika kita
mengamatinya dan mengamati keadaan manusia khususnya di negeri kita yang
tercinta ini Indonesia, kita akan lihat kebanyakan manusia telah berpaling dari
ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala menuju ibadah kepada thaghut,
mereka kebanyakan lebih mengutamakan hukum buatan manusia daripada hukum Allah
walaupun mereka sendiri meyakini bahwa hukum Allah itu lebih afdhal, hanya saja
hidayah Allah belum datang kepada mereka. Mereka berpaling dari ketaatan kepada
Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya menuju ketaatan kepada thaghut
dan mengikutinya.
Dan upaya terpenting untuk mendapatkannya adalah dengan
menyebarkan dakwah tauhid kepada umat ini dan bukan dengan cara berdemonstrasi
menuntut ditegakannya khilafah seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang
terpengaruh faham khawarij dan mu’tazilah. Mudah-mudahan Allah subhanahu wa ta’ala
memberikan taufiq-Nya kepada kaum muslimin untuk mengkufuri thaghut dan
mentauhidkan Allah subhanahu wa ta’ala. Wallahu a’lam bish-shawab.
0 Comment for "Pembahasan Mengenai Makna Thaghut"