Bekerja Adalah Ibadah

“Setiap kali saya menutup palang pintu, saya dalam hati berkata kepada Tuhan : Ya Allah, saya orang miskin, tidak bisa memberi apa-apa kepada orang lain. Hanya menutup pintu inilah cara saya membantu mereka agar selamat dalam perjalanan. Ya Allah catatlah apa yang saya lakukan ini sebagai ibadahku kepada-Mu. Saya orang kecil. Inilah kebaikan yang bisa saya lakukan kepada sesama manusia.”



Seorang wartawan televisi bertanya: Sudah berapa lama bapak bertugas sebagai penutup palang pintu kereta api? Petugas itu menjawab dua belas tahun. Sang wartawan bertanya, apa yang menyebabkannya tidak bosan dan sanggup bertahan selama itu?

“Karena tugas menutup palang pintu kereta api itu saya niati sebagai ibadah.” kata petugas. Jawaban itu membuat sang wartawan tertegun. “Maksud bapak?”

“Setiap kali saya menutup palang pintu, saya dalam hati berkata kepada Tuhan : Ya Allah, saya orang miskin, tidak bisa memberi apa-apa kepada orang lain. Hanya menutup pintu inilah cara saya membantu mereka agar selamat dalam perjalanan. Ya Allah catatlah apa yang saya lakukan ini sebagai ibadahku kepada-Mu. Saya orang kecil. Inilah kebaikan yang bisa saya lakukan kepada sesama manusia.”

Betapa indah pengakuan petugas palang pintu itu. Dalam bekerja yang dipikirkan adalah berbuat kebaikan untuk orang lain. Dalam kemiskinan dia tetap ingin dapat memberi kepada orang lain. Bagi dia, bekerja adalah melayani dengan sepenuh hati. Itulah ibadah. Dia yakin Tuhan akan mencatat kesungguhan hatinya dalam melayani. Dia tidak mengukur kepuasan dengan uang, melainkan dengan ridla Tuhan melalui kepuasan pelanggan. Yaitu keselamatan para pelintas rel.

Sering kita mendengar pernyataan bekerja itu ibadah. Tetapi yang dimaksud ibadah oleh banyak orang berbeda dengan petugas palang pintu kereta ini. Kita mengatakan bekerja sebagai ibadah karena kita bekerja mencari nafkah halal untuk keluarga. Uangnya kita gunakan sebagai biaya hidup orang-orang yang menjadi tanggungan kita. Hal itu memang bernilai ibadah.

Ini berbeda dengan konsep ibadah pada petugas palang pintu kereta itu. Petugas itu memberi roh ibadah dalam proses kerjanya ketika dia menutup palang pintu, bukan pada efek kerjanya berupa uang yang dibawa pulang. Soal uang yang dia terima dari kerjanya dia pisahkan dengan niatnya ketika menutup palang pintu. Dia tidak sekadar menutup palang pintu lalu merasa sudah selesai. Yang dia inginkan adalah keselamatan semua pengguna jalan di lintasan kereta api itu. Dia puas ketika bisa memberi. Puas ketika bisa melayani.

Setiap pekerjaan terbuka peluang sebagai ladang kebaikan. Seorang guru misalnya, punya peluang besar melakukan amal jariah, amal yang tak pernah putus pahalanya. Tetapi kesempatan itu bisa hilang jika niat kerjanya hanya untuk memperoleh uang semata. Lalu dia mengajar di banyak tempat, terengah-engah pindah dari satu sekolah ke sekolah lain. Dia tidak bisa konsentrasi penuh melayani anak didik sepenuh hati karena harus ‘kejar tayang’. Kepuasannya terletak pada banyaknya uang yang diperoleh, buka banyaknya siswa yang berhasil dia didik dengan baik.

Sangat berbeda dengan guru yang mengajar karena panggilan hati. Kepuasan dia dapatkan ketika proses belajar-mengajar itu sedang berlangsung, tidak menunggu ketika uang diterima. Dia puas karena bisa memberi. Puas karena bisa melayani dengan baik.

Setiap pekerjaan, apapun jenisnya, pada prinsipnya melayani. Sopir melayani penumpang. Dokter melayani pasien. Cleaning service melayani pemilik gedung. Penjaga toko melayani pembeli. Apakah juru ketik juga melayani? Apakah petugas laboratorium juga melayani? Ya! Mereka semua melayani. Setiap pekerjaan ada konsumennya. Itulah yang mereka layani. Ada kewajiban moral untuk melayani konsumen sebaik-baiknya. Banyak karyawan menganggap yang bertugas melayani hanya bagian costumer service saja, sedang dirinya tidak karena dia pada bagian produksi.

Apakah dalam bekerja tidak boleh berpikir tentang uang? Sangat boleh, karena hidup butuh uang. Uang ibarat bahan bakar yang membuat roda kehidupan berputar.Tanpa uang, roda tidak bisa berputar. Orang yang menjadikan pekerjaan sebagai ibadah bukan berarti tidak mau uang, tetapi cara pandang terhadap pekerjaan yang beda. Dari sekedar menjalankan tugas menjadi melayani. Dari sekedar mencari uang menjadi berbuat kebaikan. Di situ akan menemukan kepuasan hati. Maka carilah kebahagiaan dengan cara membahagiakan orang lain.

Mereka yang bekerja sekedar mencari uang, tidak menemukan bahagia dalam bekerja. Gembira ketika menerima uang, tapi hanya sebentar. Gembira ketika gaji naik, setelah itu terasa biasa lagi. Juga mereka yang bekerja sekedar menjalankan kewajiban akan merasa memikul beban terus-menerus. Sejak pagi sampai sore yang terasa hanya tugas, beban dan kewajiban.

0 Comment for "Bekerja Adalah Ibadah"

Rasulullah ï·º bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top