Perang Tabuk, Bagian 4

“Hai orang-orang yang beriman, Apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit.” (QS. at-Taubah [9] :38)


Sikap Kaum Munafikin terhadap Perang Tabuk

Tatkala Rasulullah mengumandangkan perang dan mendorong para sahabat untuk memberikan sumbangan bagi perbekalan pasukan, orang-orang munafik justru melancarkan isu-isu untuk meruntuhkan semangat kaum Muslimin. Mereka berkata, “Kalian tidak usah pergi berperang di tengah udara terik seperti ini.”

Allah lalu menurunkan firman-Nya berkenaan dengan tindakan orang-orang munafik ini, “Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini". Katakanlah: "Api neraka Jahannam itu lebih sangat panas(nya)" jika mereka mengetahui.” [1][2]

Pada suatu hari, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, yang sedang mempersiapkan diri untuk Perang Tabuk, bertanya kepada Jadd bin Qais, “Hai Jadd, Pernahkah engkau mengalami pertempuran melawan Bani Ashfar (orang-orang Romawi)?”

Ia menjawab, “Ya Rasulullah, izinkanlah aku untuk tidak ikut berperang, dan jangan jerumuskan aku ke dalam fitnah. Demi Allah, kaumku sudah tahu bahwa tidak ada seorang lelaki pun yang sangat menyukai perempuan selain aku. Dan, aku khawatir tidak mampu menahan diri jika melihat perempuan-perempuan Bani Ashfar.”

Rasulullah berpaling darinya seraya berkata, “Kuizinkan engkau untuk tidak ikut berperang.”

Lalu Allah berfirman, “Di antara mereka ada orang yang berkata: "Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah." ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. dan Sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir.” [3][4]

Beberapa orang munafik datang menemui Rasulullah dan mengajukan alasan-alasan palsu agar diizinkan tidak ikut berperang. Rasulullah menerima alasan mereka dan mengizinkan mereka untuk tidak ikut berperang. Maka Allah menurunkan firman-Nya, “Semoga Allah mema'afkanmu. mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam keuzurannya) dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta?” [5][6]

Setelah turunnya ayat tesebut Rasulullah mendapat informasi bahwa sejumlah orang munafik berkumpul di rumah Suwailim, seorang Yahudi. Mereka hendak merusak semangat kaum Muslimin agar meninggalkan beliau. Akhirnya, beliau menugaskan seseorang untuk membakar rumah Suwailim.[7]

Tidak hanya itu, beberapa saat sebelum perang Tabuk ini, orang-orang munafik juga menentang Allah dan Rasul-Nya dengan membangun sebuah masjid untuk berkumpul dan merencanakan persekongkolan untuk menghancurkan kaum Muslimin. Bahkan, di masjid itu pula mereka mengharapkan kedatangan Abu Amir, seorang penjahat dari Romawi, ke Madinah dengan membawa pasukannya untuk menaklukkan kaum Muslimin. Mereka juga tanpa rasa bersalah mengklaim bahwa masjid itu mereka bangun untuk kepentingan dan kemudahan kaum fakir miskin, orang-orang lemah, dan yang tidak mampu berjalan ke masjid Nabi untuk melaksanakan shalat. Untuk menyamarkan niat dan tindakan busuk itu, mereka meminta Rasulullah untuk mendirikan shalat di masjid itu. Akan tetapi sebelum beliau memenuhi undangan mereka, Allah terlebih dahulu membongkar makar mereka dengan menurunkan firman-Nya,

“Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. mereka sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan." dan Allah menjadi saksi bahwa Sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguh- nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.” [8][9]

Setelah menerima pemberitahuan ghaib ini, Rasulullah dengan tegas menolak undangan mereka untuk melakukan shalat di masjid tersebut. Bahkan, beliau akhirnya membakar masjid itu sepulangnya dari perang Tabuk. Allah juga melarang Rasulullah untuk menshalatkan jenazah orang-orang munafik. Larangan ini turun setelah beliau melakukannya atas jenazah Abdullah bin Ubay bin Salul sepulang beliau dari Tabuk. Allah berfirman, “Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam Keadaan fasik.” [10][11]

Demikianlah, Rasulullah shallallahu alaihi wasllam telah berupaya keras untuk mengajak seluruh Muslimin untuk angkat senjata dalam Perang Tabuk. Hal ini pula ditunjukkan oleh ayat al-Qur’an yang berbunyi, “Hai orang-orang yang beriman, Apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit.” [12]

Jumlah terbanyak dari yang absen dari perang ini adalah golongan Arab Badui dan orang-orang munafik. Sementara itu, kelompok yang tidak ikut berperang karena halangan atau alasan yang dimaafkan Allah tercatat lebih sedikit dari kelompok pertama.

Wallahu'alam.

Footnote:

1.       QS. At-Taubah: 81.
2.      Dituturakan oleh Ibnu Ishaq dengan jalur periwayatan di tingkat mursal dari hadits keempat gurunya yang dinilai tsiqah. Lebih jauh, Anda dapat melihat Ibnu Hisyam, 4, 217. Ibnu Ishaq juga meriwayatkan teks ini melalui jalur-jalur laih yang shahih.
3.      QS. At-Taubah: 49
4.      Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dengan jalur periwayatan di tingkatan mu’allaq (Ibnu Hisyam, 4, hh. 216-217); ath-Thabari, at-Tafsir, 14, hh. 287-288.
5.      QS. At-Taubah: 43
6.      Ath-Thabari, at-Tafsir, 14, hlm. 273, asy-Syakir dari mursal Mujahid dengan jalur periwayatan yang dinilai shahih.
7.      Diriwayatkan oleh Ibnu Hisyam, dengan jalur periwayatan munqathi’, 4, hh. 217-218. Munqathi’ merupakan bagian dari hadits dhaif.
8.     QS. At-Taubah: 107-108.
9.      Dikutip dari riwayat ath-Thabari, at-Tafsir, 14, hlm. 470, no. 1787, asy-Syakir dengan jalur periwayatan yang dinilai shahih oleh as-Sanadi dalam adz-Dzahab al-Masbuk, hlm.316. ia menuturkan, “Hadits ini telah digunakan sebagai dasar argumentasi oleh para ulama tafsir. Para penuturnya memiliki kualifikasi yang terpercaya, kecuali al-Mutsanna dan Abdullah bin Shalih.”
10.  QS. At-Taubah: 84.
11.   Al-Bukhari, al-Fath, 6, hlm. 168, no. 1269; Muslim, 4, hlm. 2141, no.2774.
12.  QS. At-Taubah: 38

Main scource: Biografi Rasulullah, Sebuah Studi Analitis Berdasarkan Sumber-Sumber yang Otentik karya Dr. Mahdi Rizqullah Ahmad

0 Comment for "Perang Tabuk, Bagian 4"

Rasulullah ï·º bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top