“Hai orang-orang yang beriman,
Apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang)
pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah
kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal
kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat
hanyalah sedikit.” (QS. at-Taubah [9] :38)
Sikap Kaum Munafikin terhadap Perang Tabuk
Tatkala
Rasulullah mengumandangkan perang dan mendorong para sahabat untuk memberikan
sumbangan bagi perbekalan pasukan, orang-orang munafik justru melancarkan
isu-isu untuk meruntuhkan semangat kaum Muslimin. Mereka berkata, “Kalian tidak
usah pergi berperang di tengah udara terik seperti ini.”
Allah lalu
menurunkan firman-Nya berkenaan dengan tindakan orang-orang munafik ini,
“Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu, merasa gembira dengan
tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan
harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu
berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini". Katakanlah: "Api
neraka Jahannam itu lebih sangat panas(nya)" jika mereka mengetahui.”
[1][2]
Pada suatu
hari, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, yang sedang mempersiapkan diri
untuk Perang Tabuk, bertanya kepada Jadd bin Qais, “Hai Jadd, Pernahkah engkau
mengalami pertempuran melawan Bani Ashfar (orang-orang Romawi)?”
Ia menjawab,
“Ya Rasulullah, izinkanlah aku untuk tidak ikut berperang, dan jangan
jerumuskan aku ke dalam fitnah. Demi Allah, kaumku sudah tahu bahwa tidak ada
seorang lelaki pun yang sangat menyukai perempuan selain aku. Dan, aku khawatir
tidak mampu menahan diri jika melihat perempuan-perempuan Bani Ashfar.”
Rasulullah berpaling
darinya seraya berkata, “Kuizinkan engkau untuk tidak ikut berperang.”
Lalu Allah
berfirman, “Di antara mereka ada orang yang berkata: "Berilah saya
keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus
dalam fitnah." ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah.
dan Sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir.”
[3][4]
Beberapa orang
munafik datang menemui Rasulullah dan mengajukan alasan-alasan palsu agar
diizinkan tidak ikut berperang. Rasulullah menerima alasan mereka dan
mengizinkan mereka untuk tidak ikut berperang. Maka Allah menurunkan
firman-Nya, “Semoga Allah mema'afkanmu. mengapa kamu memberi izin kepada mereka
(untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar
(dalam keuzurannya) dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta?” [5][6]
Setelah
turunnya ayat tesebut Rasulullah mendapat informasi bahwa sejumlah orang
munafik berkumpul di rumah Suwailim, seorang Yahudi. Mereka hendak merusak
semangat kaum Muslimin agar meninggalkan beliau. Akhirnya, beliau menugaskan
seseorang untuk membakar rumah Suwailim.[7]
Tidak hanya
itu, beberapa saat sebelum perang Tabuk ini, orang-orang munafik juga menentang
Allah dan Rasul-Nya dengan membangun sebuah masjid untuk berkumpul dan
merencanakan persekongkolan untuk menghancurkan kaum Muslimin. Bahkan, di
masjid itu pula mereka mengharapkan kedatangan Abu Amir, seorang penjahat dari
Romawi, ke Madinah dengan membawa pasukannya untuk menaklukkan kaum Muslimin.
Mereka juga tanpa rasa bersalah mengklaim bahwa masjid itu mereka bangun untuk
kepentingan dan kemudahan kaum fakir miskin, orang-orang lemah, dan yang tidak
mampu berjalan ke masjid Nabi untuk melaksanakan shalat. Untuk menyamarkan niat
dan tindakan busuk itu, mereka meminta Rasulullah untuk mendirikan shalat di
masjid itu. Akan tetapi sebelum beliau memenuhi undangan mereka, Allah terlebih
dahulu membongkar makar mereka dengan menurunkan firman-Nya,
“Dan (di antara
orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk
menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk
memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang
yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. mereka sesungguhnya bersumpah:
"Kami tidak menghendaki selain kebaikan." dan Allah menjadi saksi
bahwa Sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). Janganlah kamu
bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguh- nya mesjid yang
didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut
kamu sholat di dalamnya. di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin
membersihkan diri. Dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.”
[8][9]
Setelah
menerima pemberitahuan ghaib ini, Rasulullah dengan tegas menolak undangan
mereka untuk melakukan shalat di masjid tersebut. Bahkan, beliau akhirnya
membakar masjid itu sepulangnya dari perang Tabuk. Allah juga melarang
Rasulullah untuk menshalatkan jenazah orang-orang munafik. Larangan ini turun
setelah beliau melakukannya atas jenazah Abdullah bin Ubay bin Salul sepulang
beliau dari Tabuk. Allah berfirman, “Dan janganlah kamu sekali-kali
menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah
kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada
Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam Keadaan fasik.” [10][11]
Demikianlah,
Rasulullah shallallahu alaihi wasllam telah berupaya keras untuk mengajak
seluruh Muslimin untuk angkat senjata dalam Perang Tabuk. Hal ini pula
ditunjukkan oleh ayat al-Qur’an yang berbunyi, “Hai orang-orang yang beriman,
Apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang)
pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah
kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal
kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat
hanyalah sedikit.” [12]
Jumlah
terbanyak dari yang absen dari perang ini adalah golongan Arab Badui dan
orang-orang munafik. Sementara itu, kelompok yang tidak ikut berperang karena
halangan atau alasan yang dimaafkan Allah tercatat lebih sedikit dari kelompok
pertama.
Wallahu'alam.
Footnote:
1.
QS. At-Taubah:
81.
2.
Dituturakan
oleh Ibnu Ishaq dengan jalur periwayatan di tingkat mursal dari hadits keempat
gurunya yang dinilai tsiqah. Lebih jauh, Anda dapat melihat Ibnu Hisyam, 4,
217. Ibnu Ishaq juga meriwayatkan teks ini melalui jalur-jalur laih yang
shahih.
3.
QS. At-Taubah:
49
4.
Diriwayatkan
oleh Ibnu Ishaq dengan jalur periwayatan di tingkatan mu’allaq (Ibnu Hisyam, 4,
hh. 216-217); ath-Thabari, at-Tafsir, 14, hh. 287-288.
5.
QS. At-Taubah:
43
6.
Ath-Thabari,
at-Tafsir, 14, hlm. 273, asy-Syakir dari mursal Mujahid dengan jalur
periwayatan yang dinilai shahih.
7.
Diriwayatkan
oleh Ibnu Hisyam, dengan jalur periwayatan munqathi’, 4, hh. 217-218. Munqathi’
merupakan bagian dari hadits dhaif.
8. QS. At-Taubah: 107-108.
9.
Dikutip dari
riwayat ath-Thabari, at-Tafsir, 14, hlm. 470, no. 1787, asy-Syakir dengan jalur
periwayatan yang dinilai shahih oleh as-Sanadi dalam adz-Dzahab al-Masbuk,
hlm.316. ia menuturkan, “Hadits ini telah digunakan sebagai dasar argumentasi
oleh para ulama tafsir. Para penuturnya memiliki kualifikasi yang terpercaya,
kecuali al-Mutsanna dan Abdullah bin Shalih.”
10. QS. At-Taubah: 84.
11. Al-Bukhari, al-Fath, 6, hlm. 168, no. 1269; Muslim, 4,
hlm. 2141, no.2774.
12. QS. At-Taubah: 38
Main scource: Biografi
Rasulullah, Sebuah Studi Analitis Berdasarkan Sumber-Sumber yang Otentik karya
Dr. Mahdi Rizqullah Ahmad
0 Comment for "Perang Tabuk, Bagian 4"