“(Orang-orang
munafik) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah
dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk
disedekahkan) selain sekadar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu
menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka
azab yang pedih.” (QS. at-Taubah [9] : 79)
Pendanaan
Perang
Abdurrahman bin
Auf menyumbang 2.000 dirham atau separuh dari harta kekayaannya demi mencukupi
kebutuhan perbekalan pasukan al-‘Usrah.[1] Adapun Umar[2] menyumbang 100
uqiyah.[3] Karena merasa malu, beberapa kaum muslimin yang fakir ada yang
memaksakan diri untuk memberikan sumbangan. Oleh orang-orang munafik, tindakan
meraka ini sempat menjadi bahan olokan. Diriwayatkan, Abu Aqil datang untuk
menyumbang setengah sha’[4] kurma. Kemudian, datang lagi sahabat yang
menyumbang lebih banyak daripada yang diberikan oleh Abu Aqil. Melihat itu
orang-orang munafik mengejek keduanya, “Sesungguhnya Allah tidak membutuhkan
sedekah orang seperti dia, sedangkan penyumbang yang kedua itu hanya ingin
pamer saja.”
Lalu turunlah
ayat al-Qur’an yang berbunyi, “...(orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang
mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela)
orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekadar
kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan
membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih.”[5][6]
Datang pula Abu
Khaitsamah al-Anshari dengan satu sha’ kurma. Orang-orang munafik itu
menghinanya juga.[7] Boleh jadi, hinaan atau olok-olokan inilah yang dimaksud
oleh hadits ath-Thabari[8] yang bercerita tentang sumbangan ibnu Auf. Hadits
ini menyebutkan bahwa seorang laki-laki Anshar berkata, “Sesungguhnya aku hanya
memiliki dua sha’ kurma. Satu sha’ untuk Tuhanku dan satu sha’ lagi untuk
keluargaku.
Orang-orang
munafik langsung mencibirnya, “Apa yang diberikan ibnu Auf ini tak lain hanya
riya semata.” Mereka juga berkata, “Bukankah Allah tidak butuh satu sha’ ini?”
Jelas kiranya
dari keterangan ini bahwa orang-orang munafik menuduh riya kaum Muslimin yang
kaya dan menghina sedekah kaum Muslimin yang papa. Itulah gambaran ketulusan
dan keikhlasan para sahabat dalam mengorbankan harta dan jiwa mereka untuk
jihad di jalan Allah pada masa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Pada
sisi lain, semua itu juga merupakan gambaran tentang derita batin orang-orang
mukmin sejati manakala dirinya tidak bisa memberikan apa pun untuk kepentingan
perjuangan membela agama Allah, atau untuk menjalankan kewajiban mereka
terhadap agama.
Sedangkan kaum
Muslimin yang papa, lemah fisiknya, sakit, maupun lanjut usia sehingga tidak
bisa ikut perang pada saat itu pun tetap berusaha berpartisipasi sesuai dengan
kemampuan mereka. Mereka senantiasa menyertai perjalanan para mujahidin di
jalan Allah dengan hatinya. Kelompok inilah yang dimaksud oleh Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam ketika bersabda, “Sesungguhnya di Madinah terdapat
sekelompok orang yang apabila kalian menempuh suatu perjalanan atau menjelajah
sebuah lembah, mereka selalu ada bersama kalian.”
Para sahabat
bertanya, “Rasulullah, benarkah mereka di Madinah ?”
Beliau menjawab,
“Ya, mereka tetap berada di Madinah karena suatu rintangan yang tak bisa mereka
elakkan.”[9]
Wallahu'alam
Footnote:
1.
Lihat
riwayat-riwayat yang menuturkan hal ini menurut ath-Thabari di at-Tafsir, 14,
hh.382-391, asy –Syakir ketika beliau menafsirkan firman Allah QS. At-Taubah:
79. Riwayat-riwayat yang dikemukakan oleh ath-Thabari berada di tingkatan
dha’if, tetapi riwayat-riwayat tersebut saling memperkuat karena kuatnya bukti
khabar ini secara historis.
2.
Ibnu
Asakir, Tarikh Dimasyqa, 1, hh. 408-409, dengan jalur periwayatan di tingkat
dha’if, sebab dijaur periwayatannya tercantum nama Ahmad bin Ibrahim bin
Arthah. Figur ini dinilai jujur. Ada pula nama Muhammad bin A’idz (yang juga
dinilai jujur), dan Utman bin Atha’ (yang dinilai dha’if). Sangat jauh
kemungkinannya jika Rasulullah sampai perlu mendorong para sahabat untuk
menyumbang dalam perang ini. Juga tak masuk akal bila sahabat seperti Umar
tidak memberikan donasi.
3.
1
Uqiyah = 40 dirham. Jadi 100 uqiyah 4000 dirham. Periksa Fairuz Abadi, Al-Qamus
al-Muhith, Bab “al-Lam Fashl ar-Ra”.
4.
1
sha’ = 5,03 Kg menurut asy-Syafi’i, atau sekitar 8 Kg menurut Abu Hanifah.
5.
QS.
At-Taubah: 79.
6.
Al-Bukhari,
al-Fath, hh. 211-213, no. 4667.
7.
Muslim,
4, hh. 2121-2122, no. 2769.
8.
At-Tafsir,
14, hlm. 386, 17010, asy-Syakir (ed). Dengan silsilah periwayatan di tingkat
hasan lighairihi karena adanya sejumlah syawahid dan mutaba’ah yang disebutkan
ath-Thabari ketika menafsirkan ayat tersebut.
9.
Al-Bukhari,
al-Fath, 16 hlm. 256, no. 4433
Main
scource: Biografi
Rasulullah, Sebuah Studi Analitis Berdasarkan Sumber-Sumber yang Otentik karya
Dr. Mahdi Rizqullah Ahmad
0 Comment for "Perang Tabuk, Bagian 2"