“Bacalah
apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (al-Qur’an) dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah
(shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang
lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-‘Ankabut
[29] : 45)
Jenderal
Besar TNI (Purn.) Abdul Haris Nasution (lahir di Kotanopan, Sumatera
Utara, 3 Desember 1918 – meninggal di Jakarta, 6 September 2000 pada
umur 81 tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang merupakan
salah satu tokoh yang menjadi sasaran dalam peristiwa Gerakan 30
September, namun yang menjadi korban adalah putrinya Ade Irma Suryani
Nasution dan ajudannya, Lettu Pierre Tendean.
Nasution
dilahirkan di Desa Hutapungkut, Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal,
Sumatera Utara, dari keluarga Batak Muslim. Ia adalah anak kedua dan
juga merupakan putra tertua dalam keluarganya. Ayahnya adalah seorang
pedagang yang menjual tekstil, karet dan kopi, dan merupakan anggota
dari organisasi Sarekat Islam. Ayahnya, yang sangat religius, ingin
anaknya untuk belajar di sekolah agama, sementara ibunya ingin dia
belajar kedokteran di Batavia. Namun, setelah lulus dari sekolah pada
tahun 1932, Nasution menerima beasiswa untuk belajar mengajar di Bukit
Tinggi.
Nasution
merupakan konseptor Dwifungsi ABRI yang disampaikan pada tahun 1958
yang kemudian diadopsi selama pemerintahan Soeharto. Konsep dasar yang
ditawarkan tersebut merupakan jalan agar ABRI tidak harus berada di
bawah kendali sipil, namun pada saat yang sama, tidak boleh mendominasi
sehingga menjadi sebuah kediktatoran militer.
Bersama
Soeharto dan Soedirman, Nasution menerima pangkat kehormatan Jenderal
Besar yang dianugerahkan pada tanggal 5 Oktober 1997, saat ulang tahun
ABRI.
Jenderal
A.H. Nasution adalah seorang yang sangat religius. Beliau adalah
seseorang yang sangat memperhatikan shalatnya. Kendati sedang menjalani
rapat dengan Presiden Soekarno selaku Panglima Tertinggi Angkatan Perang
Republik Indonesia, namun jika telah tiba waktu shalat wajib, Jenderal
Abdul Haris Nasution selalu minta ijin undur diri untuk mendirikan
shalat terlebih dahulu.
Buku Pedoman Islam
Di
masa Pak Nas menjabat KSAD disusun buku “Pedoman Agama Islam Untuk
TNI”. Dalam surat keputusan KSAD dinyatakan, “Mewajibkan kepada setiap
anggota AD yang beragama Islam memahami isi buku tersebut di atas dan
mengamalkannya.”
Bahkan
dalam setiap kesatuan TNI pada waktu itu diangkat “Imam tentara”. Pak
Nas yang membangun mushalla di MBAD (Markas Besar Angkatan Darat) tahun
1950 an dan kemudian di Hankam.
Sebuah anekdot di kalangan TNI masa itu, “Kalau mau naik pangkat, rajinlah shalat, dan diketahui oleh Jenderal Nasution”.
Shalat Saat Di Australia
Ketika
berada di Camberra, yaitu sedang mengadakan pembicaraan dengan Perdana
Menteri Australia, tiba-tiba seorang Kolonel Australia datang melapor
dengan hormatnya, mempersilahkan Pak Nas untuk menunaikan shalat, sebab
waktunya telah tiba, meski beliau menjamak shalat zuhur dengan ashar
dalam satu waktu karena sedang musafir.
Jadwal Shalat Saat Di Cina
Dalam
kunjungan ke negara Komunis Cina pun, protokol militer negara setempat
harus menyesuaikan jadwal shalat dalam seluruh agenda kegiatan kunjungan
Jenderal A.H. Nasution.
Shalat Jumat Di Soviet
Pada ceramah Peringatan Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
tahun 1965 di AAU sebagaimana dimuat di Majalah PEHAI (Perdjalanan
Hadji Indonesia) No 1 Tahun 1965, Pak Nasution menceritakan pengalaman
menarik saat kunjungan ke Moscow untuk membeli senjata bertepatan dengan
hari Jum’at.
“Ketika
perundingan dengan pihak Uni Soviet belum selesai, saya lihat arloji
menunjukkan telah tiba saatnya untuk shalat Jum’at. Kepada sidang saya
segera minta diri untuk shalat.”
Seorang
perwira Soviet mengantarkan saya pergi ke mesjid. Saat dilihatnya saya
membuka sepatu, ia pun membuka sepatunya. Ia terus mengikuti saya. Saya
shalat ia pun turut shalat. Saya berdiri ia berdiri, saya rukuk ia
rukuk. Saya sujud ia pun sujud demikian seterusnya. Sesudah salam saya
tanyakan ke dia, “Apa yang dibacanya waktu mengikuti saya shalat?”
Perwira
itu hanya menggelengkan kepala, tak suatu pun yang dibacanya. Habis ia
bukan seorang Muslim. Jadi kenyataan ini menunjukkan bahwa dengan shalat
kita dihormati dimana-mana.
Pesan Kepada Para Prajuritnya
“Hendaklah
saudara-saudara senantiasa taat menunaikan kewajiban shalat lima waktu.
Jangan sekali-kali saudara-saudara merasa malu karena menunaikan
shalat. Apalagi karena shalat sama halnya dengan corp rapport yang biasa
saudara-saudara lakukan terhadap komandan saudara. Bedanya shalat itu
corp rapport kepada Tuhan Yang Maha Kuasa”, demikian pesan Jenderal
A.H. Nasution kepada para prajuritnya.
Pak
Nasution mengemukakan, “Sebagai seorang Muslim kita diperintahkan untuk
melaksanakan ajaran Islam di mana pun kita berada. Kita harus yakin
seyakin-yakinnya bahwa Islam adalah jalan untuk mencapai kebahagiaan
yang hakiki dunia maupun akhirat. Dalam menghadapi masalah, misalnya,
kalau agama kita kuat maka semua problem bisa dibereskan.”
Karomah Nasution
Tak
heran jika Jenderal A.H Nasution ini selamat dari target utama
penculikan dan pembunuhan PKI, lantaran menurut pengakuan isterinya jika
Allah subhanahu wa ta’ala membangunkan beliau sekitar 10 menit
oleh gigitan nyamuk sebelum PKI mendobrak rumahnya, sehingga beliau
siaga dan bisa kabur ke pagar belakang.
Sumber Artikel:
1 Comment for "Jenderal Besar TNI (Purn.) A.H. Nasution, Jenderal yang Rajin Shalat"