“Semoga
Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Abu Dzar. Ia berjalan seorang diri,
meninggal seorang diri, dan kelak dibangkitkan dari kuburnya seorang diri
pula.” (HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak, Juz 3 hal. 50-51)
Sikap
kaum Mukminin Terhadap Perang Tabuk
Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam mengutarakan perintah yang berbeda dengan perintah beliau dalam
perang-perang besar sebelumnya. Beliau hanya menyeru kaum Muslimin untuk
bersiap pergi jihad.[1] Meski begitu, kaum Muslimin sangat bersemangat dan
mereka tidak banyak tanya. Dengan semangat menggebu-gebu mereka menyatakan diri
akan menyertai beliau sesulit apapun rintangan dan medan yang akan dihadapi
nanti.
Simaklah kisah
Ali bin Abi Thalib yang tak rela ditinggal di tengah keluarganya. Ali mengejar
Rasulullah yang ketika itu sudah sampai di wilayah Jurf. Ia memperotes,
“Rasulullah, anda tinggalkan aku bersama perempuan dan anak kecil ?”
Rasulullah
berusaha membujuk Ali, “Tidakkah engkau bersedia mem-posisi-kan dirimu
terhadapku seperti Musa dengan Harun, meskipun tidak ada nabi setelah aku?” [2]
Begitu pula
dengan Abu Khaitsamah al-Anshari. Hatinya sempat bimbang dan dihadapkan pada
pilihan antara tinggal di rumah atau pergi berperang bersama Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam. Namun, akhirnya ia dengan tegas memutuskan harus
pergi bersama Rasulullah untuk semata-mata mengharap ridha Allah. Tentang hal
ikhwalnya ini, Abu Khaitsamah menuturkan, “Aku tidak menyertai Rasulullah
berjihad, melainkan pergi ke kebun kurma milikku. Disana kulihat kisi-kisi
telah disemprot dengan air dan ada juga istriku. Tiba-tiba aku membatin,
’Sungguh, ini tidak adil! Rasulullah sedang berada di tengah terpaan angin
panas dan terik matahari menyengat, sedangkan aku berada di tempat yang teduh
dan sejuk begini.’
Aku bangkit
sambil mengambil beberapa butir kurma matang, lalu pergi menyusul pasukan kaum
Muslimin. Semakin dekat dengan mereka, orang-orang melihatku, kemudian
Rasulullah berkata, “Itu Abu Khaitsamah!”
Ketika aku menjumpai beliau, beliau berdoa untukku.[3]
Ketika aku menjumpai beliau, beliau berdoa untukku.[3]
Diriwayatkan,
ketika hendak menyusul pasukan kaum muslimin yang sudah berangkat ke Tabuk,
unta Abu Dzar justru makin melambat jalannya. Tak sabar, Abu Dzar segera turun
dari untanya lalu mengusung perbekalan di punggungnya. Dengan berjalan kaki dia
mengikuti jejak pasukan. Beberapa waktu kemudian, ketika Rasulullah sedang
beristirahat di salah satu tempat, seorang tentara Muslimin melihat sosok
lelaki berjalan seorang diri. Tentara itu memberitahukan kepada Rasulullah
perihal tersebut. Beliau berkata dengan tenang, “Itu adalah Abu Dzar.”
Ketika lelaki itu tiba, ternyata memang benar, ia Abu Dzar. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun berdoa untuk Abu Dzar, “Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Abu Dzar. Ia berjalan seorang diri, meninggal seorang diri, dan kelak dibangkitkan dari kuburnya seorang diri pula.” [4]
Ketika lelaki itu tiba, ternyata memang benar, ia Abu Dzar. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun berdoa untuk Abu Dzar, “Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Abu Dzar. Ia berjalan seorang diri, meninggal seorang diri, dan kelak dibangkitkan dari kuburnya seorang diri pula.” [4]
Wallahu'alam
Footnote:
- Berasal dari riwayat al-Bukhari, al-Fath, 16, 242, hlm.4418.
- Al-Bukhari, alFath, 16, 242, no. 4416; Muslim, 4, hh. 1870-1871, no. 2404, dan sarjana lainnya. Al-Jurf disebutkan oleh Ibnu Ishaq dengan jalur periwayatan di tingkatan mursal di Ibnu Hisyam, 4, hlm. 221. Al-Jurf adalah nama sebuah tempat berjarak kurang lebih 3 mil dari Madinah menujuh arah Syam.Lihat Mu’jam al-Buldan, 2, hlm. 187.
- Dituturkan oleh Ath-Thabari, sebagaimana yang dituturkan oleh Ibnu Hajar di al-Fath, 16, hlm, 244; Ibnu Ishaq dengan kualitas riwayat di tingkat mursal (Ibnu Hisyam, 4, hlm.222); Ibnu Hajar, al-Fath, 16 hlm. 244; al-Waqidi, 3, hh. 998-999. Hadits yang melalui jalur-jalur ini di tingkatan dhoif. Akan tetapi, di persaksikan oleh penuturan sebagian kisahnya di shahih muslim di tengah-tengah tentang ka’ab, 4, 2122, 2769. Abu Khaitsamah adalah Abdullah ibn Khaitsamah as-Salimi, sebagaimana disebutkan oleh al-Waqidi, 3, hlm. 998. Adapun menurut az-Zuhri, Abu Khaitsamah adalah Malik ibn Qais, sebagaiman di sebutkan Ibnu Hajar di Alfath, 16, hlm. 244.
- Hadist ini dituturkan oleh al-Hakim di al-Mustadrak, 3, hh. 50-51. Al-Hakim menilai hadits ini sebagai hadits shahih. Pendapatnya ini disepakati oleh adz-Dzahabi. Ia kemudian mengatakan bahwa di hadits ini terdapat irsal. Al-Baihaqi juga meriwayatkannya di ad-Dala’il melalui jalur Ibnu Ishaq. Ia mengaku telah mendengar hadits ini. Di jalur periwayatannya terdapat nama Buraidah ibn Sufyan. Mengenai figur ini ada komentar. Lihat Mizan al-‘Itidal, 1, hlm. 306.Ibnu Katsir ikut meriwayatkannya di al-Bidayah, hh, 10-11, melalui jalur ini, dan menilainya sebagai hadit s Hasan. Ia bahkan menuturkan tentang unta Abu Dzar yang berjalan lambat dan khabar tentang kematiannya, dalam satu paparan riwayat. Di sirah Ibnu Hisyam, Ibnu Ishaq menyebutkan riwayat tentang unta itu di jalur periwayatan di tingkat muallaq, dan al-Baihaqi dan Ibnu Katsir. Riwayat kematian Abu Dzar di sampaikan oleh Ahmad di al-Musnad, al-Fath ar-Rabbani, 922, 374-375 tanpa melalui jalur Ibnu Ishaq, dengan sedikit perbedaan dengan riwayat penuturan al-Hakim.
Main
scource: Biografi
Rasulullah, Sebuah Studi Analitis Berdasarkan Sumber-Sumber yang Otentik karya
Dr. Mahdi Rizqullah Ahmad
0 Comment for "Perang Tabuk, Bagian 5"