Musnad Ahmad

"Barangsiapa menghidupkan sunnahku maka ia telah mencintaiku dan barangsiapa mencintaiku maka ia akan bersamaku di surga." (HR. Ath-Thabrani)


Pengarang kitab Musnad Imam Ahmad bin Hanbal yaitu Syaikhul Islam, pemimpin umat Islam pada masanya, seorang hafizh, hujjah, imam, dan menjadi panutan umat. Kemuliaan dan martabatnya diakui oleh semua orang, baik yang pro ataupun yang kontra dengannya.

Penyusun

Dia adalah Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin ‘Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Zuhl bin Tsa’labah bin ‘Ukabah bin Sha’ub bin Ali bin Bakar bin Wa’il adz-Dzuhli Asy-Syaibani Al-Marwazi Al-Baghdadi. (Siyar A’lam an-Nubala’, 177-178) Imam Ahmad bin Hanbal lahir pada 164 H dan wafat pada 241 H, salah seorang imam fiqh dan hadits terkemuka. (Ushul Al-Hadits, Pokok-pokok Ilmu Hadits, 291)

Sistematika Penyusunan

Imam Ahmad rahimahullah, telah menyusunnya berdasarkan sahabat yang lebih awal memeluk Islam dan lebih utama kedudukannya dalam Islam. Dia memulainya dari sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira dengan surga, kemudian ahli Badar, disusul ahli Bai’at Ridhwan (Hudaibiyah), dan seterusnya. (Tadwin As-Sunnah An-Nabawiyah, Nasy’atuhu wa Tathowwuruhu min Al-Qarn Al-Awwal ila Nihayah Al-Qarn Al-Tasi’ Al-Hijry, 120)

Jumlah haditsnya mencapai 30.000 hadits lebih yang beliau saring dari 750.000 buah hadits. Beliau mentakhrij hadits-hadits itu dari sekitar 800 orang sahabat. (Ushul Al-Hadits, Pokok-pokok Ilmu Hadits, 291)

Abu Musa menyebutkan bahwa jumlah hadits dalam musnad adalah 40.000 kurang 30 atau 40 hadits yang ditakhrij dari 700 orang pria dan 100 lebih perempuan. (Al-Mish’ad Al-Ahmad fi Khatmi Musnad Al-Imam Ahmad, 13-14)

Gambaran Umum Isi Kitab

Hadits-hadits dalam musnad itu berkisar antara yang shahih, hasan, dan dha’if. Ada hadits-hadits shahih yang telah ditakhrij oleh para pemilik Al-kutub As-sittah. Ada pula yang belum mereka takhrij. Ada yang hasan dan ada pula yang dha’if yang bisa dijadikan hujjah, sampai-sampai Imam As-Suyuti mengatakan: “Semua yang ada di dalam musnad Ahmad adalah maqbul. Karena hadits dha’if yang ada di dalamnya mendekati kualitas hasan.”

Sebagian ulama berbeda pendapat mengenai ada tidaknya hadits maudhu’ di dalam musnad, meski hanya sedikit. Kesimpulannya adalah bahwa yang diperselisihkan itu tidak lebih dari hitungan jari tangan. Ibnu Hajar di dalam kitabnya “Ta’jil Al-Manfa’ah bi Rijal Al-Arba’” (Yakni Al-Muwaththa’, Musnad Abu Hanifah, Musnad asy-Syafi’i, dan Musnad Ahmad) mengatakan : dalam Al-Musnad tidak ada hadits yang tidak memiliki asal kecuali tiga atau empat hadits. Beliau beralasan bahwa hadits-hadits itu sebenarnya telah diperintahkan oleh Imam Ahmad untuk dihapus, tetapi yang diperintah lupa menghapusnya. Namun demikian, sebagian hafizh berusaha menafikan adanya hadits maudhu’ di dalamnya. (Ushul Al-Hadits, Pokok-pokok Ilmu Hadits, 291)

Namun menurut Abu Al-Faraj Ibnu Al-Jauzi mengatakan موضوع فيه (di dalamnya terdapat hadits maudhu’)

Penilaian Ulama

Al-Hafizh Abu Musa Al-Maidani berkata :

لم يُخرج أحمد في مسنده إلا عمن ثبت عنده صدقُه و ديانته دون من طُعن في أمانته

“Imam Ahmad tidak meriwayatkan hadits dalam kitabnya melainkan dari orang yang menurutnya jujur dan hanif agamanya, bukan orang yang tidak amanah.” (Ushul Al-Hadits, Pokok-pokok Ilmu Hadits, 291)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :

شرط المسند أقوى من شرط أبى داود فى سننه و قد روى أبو داود فى سننه عن رجال أعرض عنهم أحمد فى المسند و لهذا كان الإمام أحمد لا يروى في المسند عمن يعرف أنه يكذب مثل محمد بن سعيد المصلوب و نحوه، ولكن قد يروى عمن يضعف لسوء حفظه، فإنه يكتب حديثه ليعتضد به و يعتبر به

“Syarat al-Musnad lebih kuat daripada syarat Abu Dawud dalam sunannya. Abu Dawud meriwayatkan hadits dari para perawi yang ditolak haditsnya oleh Imam Ahmad dalam musnadnya. Oleh karena itu, Imam Ahmad tidak pernah meriwayatkan hadits dalam musnadnya dari orang yang dikenal sebagai pendusta, seperti : Muhammad bin Sa’id Al-Mashlub dan semisalnya. Tetapi terkadang ia meriwayatkan hadits dari orang yang lemah karena kualitas hafalannya jelek. Dia menulis haditsnya untuk menguatkan atau menjadikannya sebagai pedoman.” (Majmu’ Al-Fatawa, 8 : 26)

Bentuk-bentuk perhatian ulama terhadap musnad:
1. Al-Hafizh Abu Bakar Muhammad bin Abdullah bin Al-Muhib Ash-Shamit menyusunnya menurut urutan huruf mu’jam (hija’yah) nama sahabat dan orang-orang yang meriwayatkan hadits dari mereka, sebagaimana susunan kitab-kitab Al-Athraf.
2. Al-Hafizh Abu Al-Fida’ Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir rahimahullah mengambil kitab musnad dengan susunan Ibnu Al-Muhib Ash-Shamit dan menggabungkannya dengan Al-kutub As-sittah, Musnad Al-Bazzar, Musnad Abu Ya’la Al-Mushili dan Mu’jam Ath-Thabrani Al-Kabir. Kemudian beliau menyusun semuanya sebagaimana penyusunan Ibnu Al-Muhib terhadap Al-Musnad dan memberinya nama Jami’ Al-Masanid wa As-Sunan.
3. Al-Hafizh Ibnu Hajar juga menyusunnya menurut Al-Athraf hadits dalam kitabnya yang diberi nama Athraf Al-Musnid Al-Mu’tala bi Athrafi Al-Musnad Al-Hanbali. Kemudian beliau menggabungkannya dengan sepuluh kitab hadits lain dalam kitabnya Ithaf As-Saadah Al-Maharah Al-Khiyarah bi Athraf Al-Kutub Al-Asyrah.
4. Al-Hafizh Syamsuddin Al-Husaini membuat tarjamah (biografi) para perawinya dalam kitabnya Al-Ikmal biman fi Musnad Ahmad min Ar-Rijal minman Laisa fi Tahzib Al-Kamal li Al-Mizzi. Kemudian beliau meletakkan biografi tersebut dalam kitabnya At-Tazkirah bi Rijal Al-Asyrah, yaitu Al-Kutub As-Sittah, Muwaththa’ Malik, Musnad Ahmad, Musnad Asy-Syafi’i, dan Musnad Abu Hanifah. Dan telah diringkas oleh Al-Hafizh dalam kitab Ta’jil al-Manfa’ah hanya pada perawi kitab yang empat.
5. Syaikh Ahmad bin Abdurrahman As-Sa’ati menyusun kitab musnad menurut urutan bab-bab untuk memudahkan para penuntut ilmu dalam menggunakannya. Beliau memberinya nama dengan Al-Fath Ar-Rabbani bi Tartib Musnad Al-Imam Ahmad bin Hanbal Asy-Syaibani, kemudian beliau kembali mensyarahkannya dan mentakhrij hadits-haditsnya dalam kitab yang berjudul “Bulugh Al-Amani min Asrar Al-Fath Ar-Rabbani. Keduanya telah dicetak.
6. Musnad ini juga mendapat perhatian dari Syaikh Ahmad bin Muhammad Syakir rahimahullah, beliau mensyarahkan hadits-haditsnya yang gharib dan member hukum shahih atau dha’if berdasarkan kemampuan ijtihadnya.
7. Perhatian ulama terhadap musnad ini dari sisi kedudukan, urgensi, dan penjelasan derajat hadits-haditsnya, antara lain :
a. Khasha’is Al-Musnad, karya Abu Musa Al-Madini
b. Al-Mish’ad Al-Ahmad dan Al-Musnad Al-Ahmad, karya Syamsuddin Al-Jazari
c. Al-Qaul Al-Musadadad fi Adz-Dzabb’an Musnad Ahmad, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar. (Tadwin As-Sunnah An-Nabawiyah, Nasy’atuhu wa Tathowwuruhu min Al-Qarn Al-Awwal ila Nihayah Al-Qarn Al-Tasi’ Al-Hijry, 121-123)

Kitab Musnad Ahmad sendiri merupakan salah satu dari 9 Kitab Induk Hadits (Kutubu Tis’ah). 9 Kitab Induk Hadits Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah :

0 Comment for "Musnad Ahmad"

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top