“Bahwasannya
seorang istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam mandi junub. Kemudian Nabi
shallallaahu ‘alaihi wasallam hendak berwudlu atau mandi dari sisa airnya”.
Beliau bersabda : “Sesungguhnya air itu tidak bisa dinajiskan oleh sesuatu.” (HR.
Ibnu Khuzaimah no. 109)
Air musta'mal adalah air yang berjumlah sedikit (kurang
dari dua kullah) bekas/sisa untuk mengangkat hadats (seperti air bekas wudlu,
bekas mandi, dan yang lainnya). Sebagian ulama menganggap air musta’mal ini
adalah suci tapi tidak mensucikan. Jika ada orang yang berwudlu atau mandi
dengan air musta’mal, maka wudlu atau mandinya tersebut tidak sah. Sebagian
ulama lain mengatakan bahwa air jenis ini adalah suci mutlak, sehingga bisa
digunakan untuk bersuci.
Sepengetahuan kami, tidak ada dalil shahih yang melandasi
pendapat yang mengatakan bahwa air musta’mal itu suci akan tetapi tidak
mensucikan. Bahkan ada beberapa riwayat shahih yang mendukung pendapat yang
mengatakan bahwa air musta’mal itu suci secara mutlak.
ومسح
رأسه بما بقي من وضوء في يديه
“Dan beliau mengusap kepalanya
dengan air bekas tangannya.” (HR. Ahmad no. 27061; dha’if)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata:
أن النبي
صلى الله عليه وسلم لقيه في بعض طرق المدينة وهو جنب ، فانخنس منه فذهب فاغتسل ثم
جاء فقال : ( أين كنت يا أبا هريرة ؟ ) فقال : كنت جنبا ، فكرهت أن أجالسك وأنا على
غير طهارة ، فقال : سبحان الله إن المؤمن لا ينجس )
Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam
berpapasan dengannya di salah satu jalan Madinah saat ia junub. Lalu ia
menyelinap, kemudian pergi mandi. Lalu datang lagi, maka beliau shallallaahu
‘alaihi wasallam bersabda : “Kemana engkau tadi wahai Abu Hurairah ?”. Ia
menjawab : “Saya tadi dalam keadaan junub. Saya tidak senang mendampingi Anda
dalam keadaan tidak suci”. Lalu beliau bersabda : “Maha Suci Allah.
Sesungguhnya orang mukmin itu tidak najis.” (HR. Al-Jama’ah; shahih)
Segi pemahaman hadits di atas adalah bahwa karena orang
mukmin itu tidak najis, maka tidak ada alasan air yang tersentuh olehnya
menjadi hilang sifat kesuciannya. Bertemunya dua barang yang suci (air dan
tubuh orang mukmin), tentu tidak menimbulkan pengaruh terhadap kesuciannya.
Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma ia
berkata:
اغتسل
بعض أزواج النبي صلى الله عليه وسلم في جفنة فجاء النبي صلى الله عليه وسلم ليغتسل
أو يتوضأ فقالت يا رسول الله إني كنت جنبا فقال الماء لا يجنب
“Salah seorang istri Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam mandi dalam sebuah bejana. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
datang hendak mandi atau wudlu (dalam bejana yang sama). Maka ia (istri Nabi)
berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku tadi junub”. Maka beliau bersabda:
“Sesungguhnya air itu tidak bisa membuat junub.” (HR. Ibnu Majah no. 370)
Dalam riwayat Ibnu Khuzaimah disebutkan:
أن
امرأة من أزواج النبي صلى الله عليه وسلم اغتسلت من الجنابة فتوضأ النبي صلى الله
عليه وسلم أو اغتسل من فضلها. فقال الماء لا ينجسه شيء
“Bahwasannya seorang istri Nabi
shallallaahu ‘alaihi wasallam mandi junub. Kemudian Nabi shallallaahu ‘alaihi
wasallam hendak berwudlu atau mandi dari sisa airnya”. Beliau bersabda:
“Sesungguhnya air itu tidak bisa dinajiskan oleh sesuatu.” (HR. Ibnu Khuzaimah
no. 109)
Ibnul Mundzir berkata:
روي
عن علي وابن عمر وأبي أمامة وعطاء والحسن ومكحول والنخعي : أنهم قالوا فيمن نسي
مسح رأسه فوجد بللا في لحيته : يكفيه مسحه بذلك ، قال : وهذا يدل على أنهم يرون المستعمل مطهرا
“Diriwayatkan dari ‘Ali, Ibnu ‘Umar, Abu Umamah.
‘Atha’, Al-Hasan, Makhul, dan An-Nakha’i, bahwasannya mereka berkata :
Barangsiapa lupa membasuh kepalanya lalu ia mendapati air yang membasahi
jenggotnya, maka cukuplah ia membasuh kepalanya dengan air tersebut”. Ia (Ibnul
Mundzir) berkata lagi: “Hal ini menunjukkan bahwa mereka beranggapan air
musta’mal itu mensucikan”.
Kesimpulannya: Air musta’mal itu suci lagi mensucikan. Wallaahu
a’lam.
0 Comment for "Air Musta'mal"