Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : “Tidak
ada seorang pun yang berpaling dari dzikir-dzikir dan wirid-wirid yang syar'i
menuju kepada dzikir-dzikir dan wirid-wirid yang bid'ah melainkan (dialah)
seorang yang jahil atau sembrono atau melampaui batas.” (Majmu' Fatawa, Jilid
22 hal. 510-511)
Kitab Al-Ma’tsurat oleh Syeikh Hasan Al-Banna adalah kitab yang sangat populer di kalangan
kaum muslimin di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Bahkan
wirid-wirid yang terkandung di dalamnya dijadikan sebagai amalan harian wajib
bagi para pengikut kelompok Ikhwanul Muslimin dan kebanyakan para aktivis
pergerakan Islam di Indonesia.
Penulisnya adalah Syaikh Hasan bin Ahmad bin Abdurrahman Al-Banna,
pendiri jama'ah Ikhwanul Muslimin. Ia dilahirkan pada tahun 1906 M di
Mahmudiyyah Buhairah Mesir, dan meninggal di Kairo Mesir tanggal12 Februari
1949 M.
Syeikh Hasan Al-Banna adalah pengikut tarikat shufiyyah
Hashshafiyyah sejak usia muda. Dia mengenal tarikat Hashshofiyyah semenjak
duduk di Madrasah Mu'allimin UIa di Damanhur. Dia kemudian berbai'at di hadapan
Mursyid Tarikat Hashshafiyyah, Syaikh Abdul Wahhab Al-Hashshafi, dan kemudian
aktif dalam kepengurusan Jam'iyyah Hashshafiyyah Al-Khairiyyah.
Semasa hidupnya, Syeikh Hasan Al-Banna selalu mengamalkan
ritual-ritual tarikat Hashshofiyyah tersebut seperti Wadhifah (wirid)
Razuqiyyah tiap pagi dan petang. Nampaknya Wadhifah Razuqiyyah ini adalah asal
dari Wadhifah Kubra (nama lain dari Al-Ma’tsurat sebagaimana tertera dalam
judul cetakannya).
Syeikh Hasan Al-Banna tidak hanya mengamalkan Wadhifah Razuqiyyah
saja, bahkan dia juga mengikuti ritual Hashshafiyyah di kuburan-kuburan dengan
cara menghadap kepada sebuah kuburan yang terbuka dengan tujuan untuk mengingat
kematian, kemudian ritual Hadhrah setelah sholat Jum'at, dan ritual Maulid
Nabi.
Abul Hasan An-Nadwi berkata: "Hasan Al-Banna selalu
mengamalkan wirid-wirid dan ritual-ritual ini hingga akhir hayatnya."
(Tafsir Siyasi lil Islam hal. 83)
Adapun dalam segi aqidahnya, Hasan Al-Banna adalah Asy'ari
Mufawwidhoh sebagaimana nampak dalam kitabnya, Aqo'id. (Mudzakkirot Da'wah wa Da'iyyah,
Nazhorot fi Manhaj Ikhwanul Muslimin dan Thoriqoh Hasan Al-Hanna wa Ashumul
Waritsin)
Tidak diragukan lagi bahwa dzikir dan do'a termasuk di antara
ibadah-ibadah yang paling utama. Sedangkan ibadah wajib dilandaskan atas dalil
yang tsabit (kuat) dan tidak boleh menetapkan suatu ibadah tanpa dalil atau
dengan dalil yang dha'if (lemah). Maka tidak boleh seorang muslim mengamalkan
suatu dzikir tertentu kecuali setelah meyakini bahwa dzikir tersebut dinukil
dengan dalil yang tsabit dari Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Setelah kami meneliti do'a-do'a dan dzikir-dzikir dalam kitab
Al-Ma’tsurat ini ternyata ada beberapa dzikir yang lemah dalilnya atau bahkan
tidak ada asalnya sama sekali, di antara do'a-doa dan dzikir-dzikir tersebut
ialah :
1. Wirid Pertama
أَصْبَحْنَا وَأَصْبحَ
الْمُلْكُ لِلَّه لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَالْحَمْدُ كُلُّهُ لِلَّهِ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ لاَ إِلاَّ اللَّهُ وَإِلَيْهِ النُّشُوْرُ
“Sesungguhnya
kami terjaga di pagi hari dengan (kesadaran bahwa) kerajaan (bumi dan segala
isinya) ini seluruhnya adalah milik Allah. Dan segala puji bagi Allah, tiada
sekutu bagi-Nya, tiada Rabb selain Dia dan kepada-Nya kami akan dibangkitkan.”
Wirid ini datang dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu'anhu yang
diriwayatkan oleh Al-Bukhari
dalam Adabul Mufrad no. 604 dan, Ibnu Sunni dalam Amal Yaum wa Lailah no. 74
dari jalan Abu Awanah dari Umar bin Abi Salamah dari bapaknya dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu.
Riwayat ini dikatakan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah: “Dha'if
dengan lafazh ini, di dalam sanadnya terdapat Umar bin Abi Salamah Az-Zuhri
Al-Qadhi, fihi dha'fun (padanya terdapat kelemahan).” ( Dha'if Adabul Mutrad
hal. 60)
2. Wirid Kedua
اللَّهُمَّ مَا أَصْبَحَ
بِيْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنْكَ وَحْدَكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ فَلَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ
الشُّكْرُ
“Ya Allah
nikmat apapun yang kuperoleh dan diperoleh seseorang di antara makhluk-Mu
adalah dari-Mu, yang Esa dan tak bersekutu, maka bagi-Mu segala puji dan syukur.”
Wirid ini terdapat dalam hadits Abdullah bin Ghanam Al-Bayadhi
yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya Jilid 4 hal. 318, Ibnu Hibban
dalam Shahih-nya Jilid 3 hal. 143, An-Nasa'i
dalam Sunan Al-Kubra Jilid 6 hal. 5, Abu Bakar Asy-Syaibani dalam Ahad wal
Matsani Jilid 4 hal. 183, dan Al-Baihaqi dalam Syu'abul Iman Jilid 4 hal. 89
dari jalan Rabi'ah bin Abi Abdirrahman dari Abdullah bin
Anbasah dari Abdullah bin Ghanam Al-Bayadhi.
Abdullah bin Anbasah dikatakan oleh Imam Adz-Dzahabi
rahimahullah: “Hampir-hampir
tidak dikenal.”
Riwayat ini dilemahkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam
Takhrij Kalimu Thayyib hal. 73 dan Dha'if Jami' Shaghir no. 5730.
3. Wirid Ketiga
يَا رَيِّيْ لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلاَلِ وَجْهِكَ
وَلِعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ
Wirid ini terdapat dalam hadits Abdulloh bin Umar radhiyallahu 'anhu
yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan-nya Jilid 2 hal. 1249, Ath-Thabrani dalam Mu'jam Al-Ausath Jilid
9 hal. 101 dan Mu'jam Al-Kabir Jilid 12 hal. 343, dan Al-Baihaqi dalam Syu'abul Iman Jilid 4
hal. 94 dari jalan Shadaqah bin Basyir dari Qudamah bin Ibrahim Al-Jumahi dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu.
AI-Bushiri rahimahullah berkata: “Sanad ini, terdapat
kritikan padanya.” (Mishbahu
Zujajah 4/130)
Shadaqah bin Basyir dikatakan oleh Ibnu Hajar rahimahullah
dalam Taqrib: “Maqbul (yaitu diterima haditsnya jika ada penguatnya, kalau
tidak ada penguatnya maka haditsnya lemah).”
Qudamah bin Ibrahim dikatakan oleh Ibnu Hajar rahimahullah
dalam Taqrib : “Maqbul.”
Riwayat ini dilemahkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam
Dha'if Sunan Ibnu Majah hal. 308 dan Dha'if Jami' Shoghir no. 1877.
4. Wirid Keempat
اللَّهُمَ صَلِّ عَلَى
مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَنَبِيِّكَ ؤَرَسُوْلِكَ النَّبِيِّ اْلأُمِّيْ وَ عَلَى
آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمْ تَسْلِيْمًا عَدَدَ مَا أَحَاطَ بِهِ عِلْمُكَ وَخَطَّ
بِهِ قَلَمُكَ وَأَحْصَاهُ كتَابُكَ
“Ya Alloh
limpahkanlah sholawat atas junjungan kami Muhammad hamba-Mu, nabi-Mu, dan
rasul-Mu, nabi yang ummi, dan atas keluarganya dan limpahkanlah salam sebanyak
yang diliput oleh ilmu-Mu dan dituliskan oleh pena-Mu, dan dirangkum oleh
kitab-Mu.”
Shalawat ini adalah shalawat yang bid'ah yang tidak ada asalnya,
tidak ada di dalam kitab-kitab hadits yang mu'tabar sepanjang penelitian kami.
Wirid-wirid di atas (1 s/d 4) adalah yang lemah atau tidak ada
asalnya. Di samping itu, di dalam kitab Al-Ma’tsurat ini banyak wirid-wirid
lain yang shahih lafazhnya tetapi bid'ah dari segi kaifiyyat (tatacara)nya
karena memberikan bilangan bacaan-bacaannya yang tidak pernah ada tuntunannya
dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Do’a Rabithah yang Bid’ah
Pada akhir kitab Al-Ma’tsurat ini tercantum Do'a Rabithah yang
berbunyi:
اللَّهُمَّ إِنَّكَ
تَعلَمُ أَنَّ هَذِهِ الْقُلُوْ بَ قَدِاجْتَمَعَتْ عَلَى مَحَبَّتِكَ وَالْتَقَتْ
عَلَى طَا عَتِكَ وَتَوَ حَّدَتْ عَلَى دَعْوَتِكَ وَتَعَاهَدَتْ عَلَى نُصْرَةِ
شَرِيْعَتِكَ فَوَثِّقْ اللَّهُمَّ رَابِطَتَهَا وَأَدِمْ وُدَّهَا
“Ya Allah,
sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul untuk
mencurahkan mahabbah (kecintaan) hanya kepada-Mu, bertemu untuk taat kepada-Mu,
bersatu dalam rangka menyeru di (jalan)-Mu, dan berjanji selia untuk membela
syari'at-Mu, maka kuatkanlah ikatan pertaliannya Ya Alloh, abadikan kasih
sayangnya.”
Syaikh Ihsan bin Ayisy Al-Utaibi rahimahullah berkata: “Di
akhir Al-Ma’tsurat terdapat wirid rabithah, ini adalah bid'ah shufiyyah yang
diambil oleh Hasan Al-Banna dari tarikatnya, Hashshafiyyah.” (TarbiyatuI Aulad fil Islam Ii
Abdullah Ulwan fi Mizani Naqd Ilmi hal. 126)
Hukum Wirid-Wirid Bid’ah
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Tidak
diragukan lagi bahwa dzikir dan do'a termasuk di antara ibadah-ibadah yang
paling afdhol (utama), dan ibadah dilandaskan alas tauqif dan ittiba', bukan
atas hawa nafsu dan ibtida ', Maka do'a-do'a dan dzikir-dzikir Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam adalah yang paling utarna untuk diamalkan oleh seorang
yang hendak berdzikir dan berdo'a. Orang yang mengamalkan do'a-do'a dan
dzikir-dzikir Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang
berada di jalan yang aman dan selamat. Faedah dari hasil yang didapatkan dari
mengamalkan do'a-do'a dan dzikir-dzikir Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
begitu banyak sehingga tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, Adapun dzikir-dzikir
dari selain Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, kadang-kadang
diharamkan, kadang-kadang makruh, dan kadang-kadang di dalamnya terdapat
kesyirikan yang kebanyakan orang tidak mengetahuinya. Tidak diperkenankan bagi
seorang pun membuat bagi manusia dzikir-dzikir dan do'a-do'a yang tidak
disunnahkan, serta menjadikan dzikir-dzikir tersebut sebagi ibadah rutin
seperti sholat lima waktu, bahkan ini termasuk agama bid'ah yang tidak
diizinkan oleh Allah. Adapun menjadikan wirid yang tidak syar'I maka ini adalah
hal yang terlarang, bersamaan dengan ini dzikir-dzikir dan wirid-wirid yang
syar'I sudah memenuhi puncak dan akhir dari tujuan yang mulia, tidak ada
seorang pun yang berpaling dari dzikir-dzikir dan wirid-wirid yang syar'i
menuju kepada dzikir-dzikir dan wirid-wirid yang bid'ah melainkan (dialah)
seorang yang jahil atau sembrono atau melampaui batas." (Majmu' Fatawa, Jilid 22 hal. 510-511)
Beliau juga berkata: “Seseorang yang berpaling dari do'a yang
syar'i kepada yang lainnya -walaupun itu adalah hizb-hizb- (wirid-wirid)
sebagian masyayikh (para syaikh)- maka yang paling bagus baginya adalah
hendaknya tidak meluputkan bagi dirinya do'a yang lebih afdhol dan yang lebih
sempurna, yaitu do'a-do'a Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, karena dia
yang lebih afdhol dan lebih sempurna dari do'a-do'a yang lainnya dengan
kesepakatan kaum muslimin, meskipun do'a-do'a yang lain tersebut diucapkan oleh
sebagian masyayikh, apalagi jika do'a-do'a tersebut di dalamnya terdapat
kesalahan atau dosa atau yang lainnya? Di antara orang-orang yang paling
tercela adalah orang yang menjadikan hizb (wirid) yang tidak ma'tsur (dinukil)
dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam -walaupun itu adalah hizb-hizb
sebagian masyayikh dan meninggalkan hizb-hizb Nabawiyyah yang diucapkan oleh
Penghulu Bani Adam, Imam para makhluk, dan hujjah Allah atas para hamba-Nya.” (Majmu' Fatawa, Jilid 22 hal. 525)
Badal (Pengganti) Kitab Ini
Setelah melihat banyaknya hal-hal yang bid'ah dalam kitab
Al-Ma’tsurat ini, kami memandang bahwa kitab ini tidak layak dijadikan pegangan
di dalam wirid-wirid keseharian seorang muslim. Kami menganjurkan agar
saudara-saudaraku kaum muslimin memilih kitab-kitab dzikir lainnya yang mengacu
kepada do'a dan dzikir yang shahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
di antara kitab-kitab yang kami anjurkan untuk dipakai adalah:
1. Al-Adzkar oleh Imam An-Nawawi bersama penjelasan derajat
haditsnya dalam kitab Shahih wa Dha'if AI-Adzkar oleh Syaikh Salim bin Id
Al-Hilali.
2. Al-Kalimu Thayyib oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dengan
takhrij Syaikh Al-Albani.
3. Tuhfatul Akhyar oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz.
4. Shahih Kalimu Thayyib oleh Syaikh Al-Albani.
5. Hishnul Muslim oleh Syaikh Sa'id bin Ali bin Wahf Al-Qahthani,
telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.
سُبْحَانَكَ
اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ
وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
0 Comment for "Al-Ma'tsurat Syeikh Hasan Al-Banna, Bid'ah !!!"