Menikah Dengan Jin

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum [30] : 21)


Kita mungkin pernah mendengar bahwa ada laki-laki yang kawin dengan jin perempuan atau sebaliknya perempuan yang kawin dengan jin laki-laki. Imam As-Suyuthi rahimahullah pernah menyebutkan beberapa atsar dan berita dari para salaf tentang hal tersebut yaitu perkawinan antara jin dan manusia. Ada juga perkataan Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam hal ini:

وَقَدْ يَتَنَاكَحُ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ وَيُولَدُ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ وَهَذَا كَثِيرٌ مَعْرُوفٌ وَقَدْ ذَكَرَ الْعُلَمَاءُ ذَلِكَ وَتَكَلَّمُوا عَلَيْهِ وَكَرِهَ أَكْثَرُ الْعُلَمَاءِ مُنَاكَحَةَ الْجِنِّ

“Bisa jadi ada perkawinan antara manusia dan jin, lalu akan ada anak keturunannya. Kisah semacam ini banyak sekali. Para ulama juga telah menyebutkan hal tersebut dan membicarakan hukumnya. Kebanyakan ulama melarang (memakruhkan) pernikahan dengan jin.” (Majmu’ Al Fatawa, Jilid 19 hal. 39-40)

Hasan Al-Bashri, Qatadah, Al-Hakam dan Ishaq melarang bentuk pernikahan manusia dan jin. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa tidak ada dalil yang melarang pernikahan dengan jin, namun hal tersebut tidak dianjurkan. Imam Malik pernah berkata, “Aku memakruhkan jika ada seorang wanita hamil lalu ditanya, siapa yang menghamilinya? Lalu ia menjawab, “Jin”. Ini menimbulkan kerusakan yang banyak.”

Dalil larangan pernikahan antara jin dan manusia adalah dalil yang menyebutkan bahwa manusia harusnya memiliki pasangan dari yang sejenis dengan mereka. Sebagaimana disebutkan dalam surat Ar-Rum :

وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum [30] : 21)

Kalau di atas dikatakan dari pernikahan bisa timbul rasa tentram, lalu kasih sayang, ini sulit tercapai pada perkawinan dengan lawan jenis (antara jin dan manusia). Hikmah dari pernikahan jadinya sia-sia. Dan sulit digapai rumah tangga yang rukun dalam pernikahan semacam itu.

Sedangkan dalil yang menunjukkan bahwa mungkin saja terjadi perkawinan antara manusia dan jin adalah ayat yang disebutkan di atas:

لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَانٌّ

“Tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni syurga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.” (QS. Ar-Rahman [55] : 56)

Ada kemungkinan dari ayat ini perkawinan antara jin dan manusia.

Apa hukumnya menikah dengan jin? Apakah ini diperbolehkan menurut Islam?

Para ulama telah berbeda pendapat mengenai hal ini. Sebagian ulama membolehkannya, namun sebagian yang lain mengharamkannya. Masing-masing membawakan argumentasinya yang menurut mereka kuat. Akan tetapi, yang rajih dalam permasalahan ini adalah pendapat yang mengharamkannya.

Di antara dalil yang melandasinya adalah sebagai berikut :

1.       Al-Qur’an

Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum [30] : 21)

فَاطِرُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَمِنَ الأنْعَامِ أَزْوَاجًا يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ

“(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu.” (QS. Asy-Syura [42] : 11)

Makna dari kalimat “dari jenis kamu sendiri” adalah dari jenis manusia. Bukan dari jenis jin, apalagi hewan. Berkata Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah saat menjelaskan QS. Ar-Rum [30] : 21 beliau berkata:

ولو أنه جعل بني آدم كلهم ذكورا وجعل إناثهم من جنس آخر إما من جان أو حيوان لما حصل هذا الإئتلاف بينهم وبين الأزواج بل كانت تحصل نفرة لو كانت الأزواج من غير الجنس ثم من تمام رحمته ببني آدم أن جعل أزواجهم من جنسهم

“Seandainya saja seluruh Allah ta’ala menjadikan seluruh anak Adam laki-laki, dan menjadikan perempuannya dari jenis yang lain, baik dari jenis jin ataupun hewan, maka tidak akan dapat mewujudkan rasa kasih-sayang antara mereka dan pasangannya. Bahkan yang terjadi keengganan jika saja pasangannya itu bukan berasal dari jenisnya. Termasuk dari kesempurnan rahmat-Nya kepada anak Adam adalah menjadikan pasangannya berasal dari jenis mereka sendiri.” (Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 11 hal. 20)

Rasa kasih sayang antara suami istri sayang tidak akan terwujud jika dua pihak (yang menikah) berasal dari jenis yang berbeda. Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata:

أي: تألفوها وتميلوا إليها، فإن الجنسين المختلفين لا يسكن أحدهما إلى الآخر ولا يميل قلبه إليه

“Yaitu, agar kalian berkasih-sayang dan cenderung kepadanya. Apabila pasangan itu berasal dari jenis yang berbeda, maka tidak akan ada kasih-sayang satu dengan yang lainnya dan tidak pula akan condong kepadanya.” (Fathul Qadir, Jilid 4 hal. 219)

Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman:

انْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ

“Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi.” (QS. An-Nisa’ [4] : 3)

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa’ [4] : 34)

Sisi pendalilan dari dua ayat ini adalah bahwa Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan seseorang untuk menikahi seorang wanita (An-Nisa’ - اَلنِّسَاءُ). Lafazh An-Nisa’ dalam bahasa ’Arab hanya dipakai untuk menyebut wanita keturunan anak Adam (manusia). Penguasaan, pengendalian, dan kepemimpinan seorang laki-laki hanya terwujud apabila pasangannya (istri) berasal dari jenisnya (manusia). Ia tidak akan bisa melakukannya jika pasangannya berasal dari jin perempuan yang kadang nampak olehnya, kadang pula tidak nampak olehnya. Karena pada asalnya, jin adalah makhluk yang ghaib.

2.       As-Sunnah

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

إن بالمدينة جنا قد أسلموا فإذا رأيتم منهم شيئا فآذنوه ثلاثة أيام فإن بدا لكم بعد ذلك فاقتلوه فإنما هو شيطان

“Sesungguhnya di Madinah terdapat sekelompok jin yangtelah masuk Islam. Apabila kalian melihat mereka menampakkan diri pada kalian, maka berilah ia peringatan selama tiga hari. Jika mereka masih menampakkan diri kepada kalian setelah (tiga hari) itu, maka bunuhlah, karena ia adalah syaithan.” (HR. Muslim no. 2236)

Sisi pendalilannya adalah bahwa jika menampakkan diri lebih dari 3 hari saja Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam memerintahkan untuk membunuhnya, lantas bagaimana mereka menjadi pasangan hidup yang mewajibkannya pendampingan sepanjang waktu?

3.       Akal sehat

Akal sehat melarang kita untuk menikah dengan bangsa jin. Sebagaimana diketahui bahwa jin tidaklah dapat dinikahi kecuali jika ia menjelma menjadi sosok manusia juga. Jadi, wujud penjelmaan manusia itu bukanlah wujud aslinya, sebab wujud asli jin tidak dapat dilihat oleh manusia. Ini merupakan satu bentuk penipuan. Di lain sisi, bagaimana bisa seorang laki-laki –misalnya– bisa membedakan penjelmaan jin satu dengan yang lainnya, karena barangkali ada jin perempuan lain yang bisa menjelma dalam wujud manusia seperti penjelmaan jin perempuan istrinya; yang dengan itu dua jin perempuan itu bersekutu dalam hubungannya dengan si suami. Jelas ini merupakan perzinahan yang diharankan dalam Islam.

Terlarangnya pernikahan antara manusia dengan jin merupakan madzhab jumhur ulama

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

وكره أكثر العلماء مناكحة الجن

“Kebanyakan ulama membenci pernikahan dengan jin.” (Majmuu’ Al-Fatawa, Jilid 19 hal. 39-40)

Al-Hafizh Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:

وقد تكلم في نكاح الجن للإنس الإمام أحمد وغيره، والكلام فيه في أمرين: في وقوعه وحكمه.
فأما حكمه فمنع منه أحمد، ذكره القاضي أبو يعلى

“Al-Imam Ahmad dan yang lainnya telah membicarakan/membahas pernikahan manusia dengan jin. Pembicaraan itu ada dua perkara, yaitu kemungkinan terjadinya, dan hukumnya. Adapun hukum pernikahan tersebut, maka Ahmad telah melarangnya, sebagaimana disebutkan oleh Al-Qadhi Abu Ya’la.” (Tahdzib As-Sunan, Jilid 10 hal. 14)

Dan Al-Hafizh As-Suyuthi rahimahullah mempunyai perkataan menarik tentang hal ini:

ويقويه أيضا أنه نهى عن إنزاء الحمر على الخيل، وعلة ذلك اختلاف الجنس، وكون المتولد منها يخرج عن جنس الخيل، فيلزم منه قلتها وإذا تقرر المنع فالمنع من نكاح الجني الإنسية أولى وأحرى

“(Larangan pernikahan antara manusia dengan jin) dikuatkan juga bahwasannya beliau shallallaahu ’alaihi wa sallam melarang mengawinkan keledai dengan kuda. Alasannya adalah perbedaan jenis. Juga karena akan yang dilahirkan nanti bukan dari jenis kuda, sehingga berkonsekuensi menurunkan populasi kuda. Jika larangan ini berlaku, maka larangan menikahnya jin dengan manusia lebih kuat dan lebih pantas.” (Al-Asybah wan Nadhair, hal. 257)

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata:

ولكن أين الدليل الشرعي والعقلي على التوالد أولا، وعلى التزاوج الشرعي ثانياً؟ هيهات هيهات

“Akan tetapi, mana dalil syar’i dan ’aqli yang melandasi akan dihasilkannya keturunan (dari pernikahan antara manusia dengan jin), dan (dalil disebutkannya pernikahan tersebut adalah) pernikahan yang syar’i? Sungguh sangat jauh.” (Silsilah Adh-Dha’ifah, Jilid 12 hal. 608)

Terakhir, mari kita simak apa yang diceritakan oleh Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah:

ونقل رفيقنا أبو الفتح اليعمري وكان متثبثاً قال سمعت الإمام تقي الدين ابن دقيق العيد يقول: سمعت شيخنا أبا محمد بن عبد السلام السلمي يقول: وجرى ذكر أبي عبد الله بن العربي الطائي فقال: هو شيعي سوء كذاب، فقلت له: وكذاب أيضا؟ قال: نعم تذاكرنا بدمشق التزويج بالجن فقال: هذا محال لأن الإنس جسم كثيف والجن روح لطيف، ولن يعلق الجسم الكثيف الروح اللطيف، ثم بعد قليل رأيته وبه شجة فقال: تزوجت جنية فرزقت منها ثلاثة أولاد فاتفق يوما أن أغضبتها فضربتني بعظم حصلت منه هذه الشجة وانصرفت فلم أرها بعد هذا، أو معناه.

“Teman kami Abul Fath Al-Ya’muri –ia seorang yang kuat hapalannya– menukil, ia berkata : Aku mendengar Al-Imam Taqiyyuddin bin Daqiqil’Id berkata : Aku mendengar syaikh kami Abu Muhammad bin ’Abdissalam As-Sulami berkata bahwa ia pernah terlibat pembicaraan tentang diri Abu ’Abdillah bin Al-’Arabiy Ath-Tha’i, lalu berkata : ’Ia seorang Syi’i (penganut Syi’ah) yang jelek lagi pendusta’. Aku (Inu Daqiqil’Id) berkata kepadanya : ’Pendusta jugakah ia?’. Ia menjawab : ’Benar. Kami pernah berdiskusi di Damaskus sekitar permasalahan pernikahan dengan jin. Lalu ia berkata : ’Ini sesuatu yang mustahil, karena manusia adalah jasmani yang padat, sedangkan jin adalah ruh yang halus. Jasmani yang padat dengan ruh yang halus tidak dapat berhubungan’. Setelah itu, tiba-tiba aku melihatnya terluka. Ia berkata : ’Aku pernah menikah dengan jin perempuan hingga dikaruniai tiga orang anak. Hingga satu hari aku membuatnya marah, sehingga ia memukulku dengan tulang sampai membekas luka ini. Lalu jin perempuan itu kabur dan aku tidak pernah melihatnya lagi setelah itu’. Atau ucapan yang semakna dengan ini” (Mizan Al-I’tidal, Jilid 3 hal. 659)

Dari cerita tersebut dapat kita simak, seandainya pernikahan itu terjadi, maka jin lah yang lebih mengendalikan manusia, hingga ketika ia berbuat aniaya, suaminya tidak bisa berbuat apa-apa.

Terakhir, Syaikh Ibnu Jibrin rahimahullah memberikan nasihat:

إن بعض الجن يتصور للإنسي في صورة امرأة ثم يجامعها الإنسي، وكذا يتصور الجني بصورة رجل ويجامع المرأة من الإنس تجامع الرجل للمرأة وعلاج ذلك التحفظ منهم ذكوراً وإناثاً بالأدعية والأوراد المأثورة وقراءة الآيات التي تشتمل على الحفظ والحراسة منهم بإذن الله

“Sebagian jin (perempuan) menjelma di hdapan manusia menjadi seorang wanita, kemudian jin itu digauli oleh manusia. Demikian juga, ada jin yang menjelma menjadi seorang laki-laki yang kemudian menggauli wanita, seperti halnya seorang laki-laki menggauli istrinya. Obat dari hal itu adalah menjaga diri dari mereka –baik laki-laki maupun perempuan– dengan doa-doa dan wirid-wirid yang ma’tsur, serta membaca ayat-ayat (Al-Qur’an) yang mengandung penjagaan dan perlindungan dari mereka, dengan ijin Allah.” (Al-Fatawa Adz-Dzahabiyyah, hal. 196)

Hanya Allah yang memberikan taufiq. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.


سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

0 Comment for "Menikah Dengan Jin"

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top