“Bahwasannya ia (Ibrahim An-Nakha’i) bersama
’Alqamah dan Al-Aswad masuk menemui istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Maka ia melihat mereka mengenakan mantel berwarna merah.” (HR. Ibnu Abi
Syaibah)
Seseorang bertanya kepada penulis perihal
bolehkah seorang akhwat menggunakan jilbab yang berwarna selain hitam?
Sebelumnya sering sekali penulis mendengar hal ini dari saudara-saudara kita
yang sudah mengenal sunnah, mereka berkata bahwa akhwat hanya diperbolehkan
menggunakan pakaian berwarna hitam atau gelap saja karena jika tidak maka akan
menjadi tabaruj. Kemudian penulis pun berfikir, bagaimana dengan
saudari-saudari kita para ummahat yang biasa menggunakan jilbab berwarna putih,
bahkan orang tua kita, ibu kita, bibi kita pun sering sekali menggunakan jilbab
berwarna putih. Bahkan penulis pun ingat bahwa pakaian yang biasa dipakai
shalat oleh saudari-saudari mulimah (mukena) pun berwarna putih. Dan juga penulis pun mengingat sebuah artikel mengenai kunjungan Presiden Jokowi ke NTB dan disana beliau disambut oleh saudara muslim kita dengan pakaian adat disana, dan pakaian muslimahnya bercadar namun berwarna-warni seperti corak kain sarung. Lalu bolehkah
sebenarnya seorang akhwat menggunakan pakaian yang berwarna selain hitam atau
gelap?
Pertama, perlu diperhatikan bahwa pakaian
akhwat yang paling utama adalah hitam atau yang gelap karena pakaian dengan
warna ini adalah yang paling mendekati kesempurnaan dalam penerapan syari’at
berhijab bagi muslimah, dan pakaian dengan warna hitam atau gelap adalah
pakaian yang biasa digunakan oleh para sahabiyah pada masa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Hal ini sebagaimana atsar yang shahih yang diriwayatkan
oleh Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:
لَمَّا نَزَلَتْ : (يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ
جَلابِيبِهِنَّ) خَرَج نِسَاء الأنْصَار كأن على رُؤوسهن الغِرْبَان مِن
الأكْسِيَة
“Ketika turun ayat “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka” (QS. Al-Ahzab [33] : 59), maka keluarlah
wanita-wanita anshar (dari rumah-rumah mereka) dimana seakan-akan diatas kepala
mereka terdapat burung gagak dari pakaian (hitam) yang mereka kenakan.” (HR.
Abu Dawud no. 4101)
Dalam hadits diatas kita bisa mengetahui
bahwa sebagian besar para sahabiyah dari kaum Anshar pada masa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menggunakan pakaian hitam atau gelap sebagaimana warna
bulu dari burung gagak. Namun perlu pembaca perhatikan pula bahwa hadits diatas
tidak menunjukan akan wajibnya memakai pakaian berwarna hitam karena hadits di
atas tidak menunjukan perintah dari Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi menunjukan
‘urf masyarakat madinah saat itu, yaitu bahwa pakaian yang biasa digunakan oleh
wanita madinah saat itu adalah berwarna hitam atau gelap. Lalu bolehkah
menggunakan warna selain hitam atau gelap? Maka sesuai dengan konteks hadits
diatas yang menunjukan bahwa hal itu hanya sekedar ‘urf maka menggunakan
pakaian selain berwarna hitam atau gelap bagi wanita muslimah adalah
diperbolehkan. Hal tersebut dapat dapat dilihat sebagaimana riwayat-riwayat
berikut ini:
1.
Merah
Dari Ibrahim An-Nakha’i rahimahullah:
أنه
كان يدخل مع علقمة والأسود على أزواج النبي صلى الله عليه وسلم فيراهن في اللحف
الحمر
“Bahwasannya ia
(Ibrahim An-Nakha’i) bersama ’Alqamah dan Al-Aswad masuk menemui istri-istri
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka ia melihat mereka mengenakan mantel
berwarna merah.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)
2. Kuning
Dari Al-Qashim rahimahullah:
أن عائشة كانت تلبس الثياب
الموردة بالعصفر وهي محرمة
“Bahwasanya Aisyah
menggunakan pakaian yang berwarna kuning ketika sedang ihram.” (HR. Ibnu Abi
Syaibah)
Dari Fathimah binti
Mundzir rahimahallah:
أن أسماء كانت تلبس
المعصفر وهي محرمة
“Bahwasanya Asma’ menggunakan
pakaian yang berwarna kuning ketika sedang ihram.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)
Dari Sa’id bin Jubair
rahimahullah:
أنه رأى بعض أزواج
النبي صلى الله عليه وآله وسلم تطوف بالبيت وعليها ثياب معصفرة
“Bahwasanya dia
melihat sebagian istri Nabi shallallahu ‘alaiahi wa sallam mengelilingi ka’bah
dan mereka menggunakan pakaina berwarna kuning.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)
Dari Ibnu Abi Malikah
rahimahullah, belia berkata:
عن ابن أبي مليكة قال:
رأيت على أم سلمة درعًا وملحفة مصبغتين بالعصفر
“Aku melihat Ummu
Salamah menggunakan baju besi dan menggunakan mantel dan keduanya berwarna
kuning.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)
3. Hijau
Dari Ikrimah radhiyallahu
‘anhu:
أن رفاعة طلق امرأته
فتزوجها عبد الرحمن بن الزبير القرظي قالت عائشة وعليها خمار أخضر فشكت إليها
وأرتها خضرة بجلدها فلما جاء رسول الله صلى الله عليه وسلم والنساء ينصر بعضهن
بعضا قالت عائشة ما رأيت مثل ما يلقى المؤمنات لجلدها أشد خضرة من ثوبها
“Bahwasannya Rifa’ah
menceraikan istrinya yang kemudian dinikahi oleh ‘Abdurrahman bin Az-Zubair
Al-Quradhy. ‘Aisyah berkata: “Dia memakai khimar yang berwarna hijau, akan
tetapi ia mengeluh sambil memperlihatkan warna hijau pada kulitnya.” Ketika
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tiba dan para wanita menolong satu
kepada yang lainnya, maka ‘Aisyah berkata: “Aku tidak pernah melihat kondisi
yang terjadi pada wanita-wanita beriman, warna kulit mereka lebih hijau
daripada bajunya (karena kelunturan).” (HR. Al-Bukhari no. 5487)
4. Bermotif
Dari Ummu Khalid
binti Khalid radhiyallahu ‘anha:
بثياب فيها خميصة
سوداء صغيرة فقال من ترون أن نكسو هذه فسكت القوم فقال ائتوني بأم خالد فأتي بها
تحمل فأخذ الخميصة بيده فألبسها وقال أبلي واخلقي وكان فيها علم أخضر أو أصفر
“Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam datang dengan membawa beberapa helai pakaian yang bermotif
kecil warna hitam. Beliau bersabda: “Menurut kalian, siapa yang pantas untuk
memakai baju ini?.” Semua diam. Beliau kemudian bersabda: “Panggil Ummu
Khalid.” Maka Ummu Khalid pun datang dengan dipapah. Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengambil pakaian tersebut dengan tanggannya dan kemudian
memakaikannya kepada Ummu Khalid seraya bersabda: “Pakailah ini sampai rusak.”
Pakaian tersebut dihiasi dengan motif lain berwarna hijau atau kuning.” (HR.
Al-Bukhari no. 5485)
5.
Putih
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضَ
فَإِنَّهَا خَيْرُ ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ
“Pakailah
pakaian putih karena pakaian seperti itu adalah sebaik-baik pakaian kalian dan
kafanilah mayit dengan kain putih pula.” (HR. Abu Dawud no. 4061, Ibnu Majah
no. 3566 dan An-Nasai no. 5325)
Dalam hadits diatas, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada umat Muslim menggunakan pakaian
berwarna putih, dan bentuk perintah ini bersifat umum artinya berlaku bagi
laki-laki juga perempuan dan hukum dari perintah ini adalah mustahab atau
sunnah. Maka dengan berpegang pada dalil ini, maka seorang akhwat pun
diperkenankan menggunakan pakaian berwarna putih.
Dengan berbagai landasan dalil
diatas, maka kesimpulan yang dapat diambil bahwasanya pakaian seorang muslimah
tidaklah hanya berwarna hitam atau gelap, akan tetapi diperbolehkan menggunakan
warna-warna lainnya selama pakaian tersebut tidak tabarruj dan juga syuhrah
(kemasyhuran).
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ
شُهْرَةٍ أَلْبَسَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَوْبًا مِثْلَهُ
“Barangsiapa
memakai pakaian syuhrah, niscaya Allah akan memakaikan kepadanya pakaian
semisal pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud no. 4029 dan Ibnu Majah no. 3606)
Mengenai pakaian
syuhrah, Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata:
قال ابن الأثير : الشهرة ظهور الشيء والمراد
أن ثوبه يشتهر بين الناس لمخالفة لونه لألوان ثيابهم فيرفع الناس إليه أبصارهم ويختال
عليهم بالعجب والتكبر
“Ibnu
Al-Atsir berkata: Asy-Syuhrah adalah tampaknya sesuatu. Maksudnya bahwa
pakaiannya populer di antara manusia karena warnanya yang berbeda sehingga
orang-orang mengangkat pandangan mereka (kepadanya). Dan ia menjadi sombong
terhadap mereka karena bangga dan takabur.” (Nailul Authar, Jilid 2 hal. 111)
Maka dari itu seorang akhwat yang
menggunakan pakaian berwarna hijau, kuning, biru, ungu, batik, merah, putih,
merah-putih seperti bendera Indonesia atau berwarna-warni seperti saudara muslimah di NTB maka hal itu tidak mengapa selama pakaian
tersebut masih memenuhi ketentuan syari’at Islam baik dari segi menutup aurat
secara sempurna, tidak tabaruj juga sudah menjadi sebuah kelaziman di
masyarakat sehingga jika dia menggunakan pakaian dengan warna tersebut tidak
akan mendatangkan fitnah dan menjadi bahan perhatian masyarakat di tempat ia
tinggal. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
4 Comment for "Bolehkah Pakaian Muslimah Berwarna Selain Hitam?"
Adakah warna yg afdhal (paling utama) utk dijadikan hijab?
Warna yang paling afdhol adalah warna hitam atau gelap sebagaimana atsar yang shahih yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:
لَمَّا نَزَلَتْ : (يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ) خَرَج نِسَاء الأنْصَار كأن على رُؤوسهن الغِرْبَان مِن الأكْسِيَة
“Ketika turun ayat “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka” (QS. Al-Ahzab [33] : 59), maka keluarlah wanita-wanita anshar (dari rumah-rumah mereka) dimana seakan-akan diatas kepala mereka terdapat burung gagak dari pakaian (hitam) yang mereka kenakan.” (HR. Abu Dawud no. 4101)
Syukron,jazakaAllah khoir
afwan, wa iyyakum