“Orang-orang
yang kafir itu seringkali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka
dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim. Biarkanlah mereka (di dunia ini)
makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak
mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka).” (QS. Al-Hijr [15] : 2-3)
Lelaki
gagah itu mengayunkan pedangnya menebas satu demi satu tubuh pasukan Romawi.
Dahulunya dia termasuk dari Tabi’in yang hafal Al-Qur’an. Namanya adalah
sebaik-baik nama, ‘Abdah bin ‘Abdurrahiim. Keimanannya tak diragukan. Adakah
bandingannya di dunia ini seorang mujahid yang hafal Al-Qur’an, terkenal akan
keilmuannya, kezuhudannya, ibadahnya, puasa Daudnya serta ketaqwaan dan
keimanannya?
Namun
tak dinyana terjadi musibah di akhir hayatnya. Dia mati dengan tidak membawa
iman Islamnya. Murtad sebagai Nasrani. Padahal dahulunya ia hafal semua isi
Al-Qur’an, namun semua hilang tak tersisa kecuali dua ayat saja. Ayat apakah
itu? Apa yang melatarbelakangi dia keluar dari Diinullah. Inilah kisahnya:
Pedangnya
masih berkilat-kilat memantul cahaya mentari yang panas di tengah padang pasir
yang gersang. Masih segar berlumur merahnya darah orang Romawi. Ia hantarkan
orang Romawi itu ke neraka dengan pedangnya.
Tak
disangka pula, nantinya dirinya pun dihantar ke neraka oleh seorang wanita
Romawi, tidak dengan pedang melainkan dengan asmara.
Kaum
muslimin sedang mengepung kampung Romawi. Tiba-tiba mata ‘Abdah tertuju kepada
seorang wanita Romawi di dalam benteng. Kecantikan dan pesona wanita pirang itu
begitu dahsyat mengobrak-abrik hatinya. Dia lupa bahwa tak seorang pun dijamin
lolos su’ul khatimah.
Tak
tahan, ia pun mengirimkan surat cinta kepada wanita itu. Isinya kurang lebih: “Adinda,
bagaimana caranya agar aku bisa sampai ke pangkuanmu?”
Perempuan
itu menjawab: “Kakanda, masuklah agama Nashrani maka aku jadi milikmu.”
Syahwat
telah memenuhi relung hati ‘Abdah sampai-sampai ia menjadi lupa akan imannya,
tuli peringatan dan buta Al-Qur’an. Hatinya terbangun tembok anti hidayah.
خَتَمَ اللَّهُ
عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ وَعَلَى أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ
عَظِيمٌ
“Allah
telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka
ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat. (QS. Al-Baqarah [2] : 7)
Pesona
wanita itu telah mampu mengubur imannya di dasar samudra. Demi tubuh cantik nan
fana itu ia rela tinggalkan Islam.
Menikahlah
dia di dalam benteng. Kaum muslimin yang menyaksikan ini sangat terguncang.
Bagaimana mungkin? Bagaimana bisa seorang hafidz yang hatinya dipenuhi
Al-Qur’an meninggalkan Allah.
Ketika
dibujuk untuk taubat ia tak bisa. Ketika ditanyakan kepadanya, “Dimana Al Quranmu
yang dulu???”
Ia
menjawab, “Aku telah lupa semua isi Al-Quran kecuali dua ayat saja yaitu:
رُبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ
كَانُوا مُسْلِمِينَ ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ فَسَوْفَ
يَعْلَمُونَ
“Orang-orang
yang kafir itu seringkali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka
dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim. Biarkanlah mereka (di dunia ini)
makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak
mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka).” (QS. Al-Hijr [15] : 2-3)
Seolah
ayat ini adalah hujjah untuk dirinya, kutukan sekaligus peringatan Allah yang
terakhir namun tak digubrisnya. Dan ia bahagia hidup berlimpah harta dan
keturunan bersama kaum Nashrani. Dalam keadaan seperti itulah hingga ajal
menjemputnya. Mati dalam keadaan di luar agama Islam.
Ya
Allah, seorang hafidz nan mujahid saja bisa Kau angkat nikmat imannya berbalik
murtad jika sudah ditetapkan murtad, apalagi hamba yang banyak cacat ini. Tak
punya amal andalan.
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ
عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidak
pernah kutinggalkan setelahku fitnah yang lebih dahsyat bahayanya bagi kaum
pria daripada fitnah wanita.” (HR. Al-Bukhari no. 5096 dan Muslim no. 2740)
Saudara-saudariku,
doakan aku dan aku doakan pula kalian agar Allah lindungi kita dari fitnah
wanita/fitnah manusia dan fitnah dunia serta dihindarkan dari ketetapan yang
buruk di akhir hayat.
Semoga
para suami, para anak-anak laki, saudara-saudara laki kita. keluarga kita
semua,teman-teman lelaki sesama muslim, selalu dalam lindungan Allah, dijauhkan
dari syahwat dan maksiat,selamat dunia akhirat. Aamiin.
Sumber:
Disarikan dari tulisan Syaikh DR. Hamid Ath-Thahir Al-Basyuni hafizhahullah
dalam buku “Di bawah Kilatan Pedang” (101 Kisah Heroik Mujahidin).
5 Comment for "Kisah ‘Abdah bin ‘Abdurrahim, Murtadnya Seorang Hafizh Al-Qur'an"
Assalaamu'alaykum. Ini ada group whatsapp nya gk ni?
Cara mudah jadi wanita sholihah bgmn?
Soalnya sy kesulitab utk itu.
Cara menjadi wanita shalihah adalah sebagai berikut:
1. Senantiasa taat pada perintah Allah
2. Taat pada ayah dan suaminya
3. Menjaga pandangan
4. Menjaga kata-katanya.
5. Selalu sopan dan menjaga akhlaknya
6. Tersenyum
7. Selalu berprasangka baik
8. Menjaga rasa malu
9. Percaya diri
10. Menjaga harga dirinya
11. Suka membantu orang lain
12. Tidak membicarakan keburukan orang lain
wa'alaikumussalam warahmatullah, ada.
untuk Ikhwan >>> https://chat.whatsapp.com/BF5TKi7sqAD48FzR8zKNvQ
untuk Akhwat >>> https://chat.whatsapp.com/5dYcuti4IcPIZPEoB5GZKR
1. Kisah tersebut dinukil oleh Al-Hâfizh Ibnu Katsir dalam “al-Bidayah wan Nihayah” (juz 11 hal. 64) dari Ibnul Jauzî, yg menceritakan bahwa ‘Abdah bin Abdurrahim murtad gara-gara terfitnah wanita Romawi yang cantik.
2. Pentahqiq kitab al-Bidayah wan Nihayah, yaitu Syaikh Abdullâh at-Turki (sekjen Rabithah Alam Islami) mengomentari kisah tersebut:
المصدر السابق أي المنتظم الجزء12 الصفحة 302: فيه أن هذه القصة إنما وقعت لشاب كان في صحبة عبدة, فالذي تنصر إنما هو ذلك الشاب وليس ((عبدة بن عبد الرحيم)) ((وعبدة)) هو راوي القصة وليس هو صاحبها.
Sumber referensi sebelumnya, yaitu al-Muntazham juz 12 hal. 302, menjelaskan bahwa kisah ini sebenarnya terjadi pada seorang pemuda yang menemani Abdah.
Jadi yang murtad menjadi nasrani itu adalah pemuda ini, bukanlah ‘Abdah bin Abdurrahim, sedangkan Abdah sendiri adalah periwayat Kisah tersebut, bukanlah pelakunya.”
3. Pernyataan Syaikh Abdullâh at-Turki di atas, didukung oleh riwayat kisah yang valid, yaitu yang murtad adalah pemuda yang menemani Abdah, sedangkan Abdah adalah yang menceritakan. Hal ini bisa dicek di kitab:
Al-Muntazham fi Tarikh al-Umam wal Muluk, karya Abul Farj al-Jauzi, Darul Kutub Ilmiah, Beirut, 1412, cet 1, juz 12 hal 301.
Tarikhul Islam wa Wafiyatul Masyahir wal A’lam karya Adz-Dzahabî, Darul Gharb al-Islâmi, 2003, cet 1, juz 5 hal 1176.
Mukhtashar Tarikh Dimasyqi karya Ibnu Syaikh, yang ditulis oleh Ibnu Manzhur, Darun Nasyr, 1402, cet 1, juz 15 hal 296.
Dan kitab Tarikh (sejarah) lainnya
4. Penilaian para ulama terhadap Abdah bin Abdurrahim:
Abu Hâtim pernah ditanya tentang Abdah bin Abdurrahim, maka beliau menjawab : Abdah seorang yang jujur (shidiq).
An-Nasa’i menilainya sebagai orang yang jujur dan tidak ada sesuatu padanya.
Dan lain-lain
KESIMPULAN:
Abdah bin Abdurrahim adalah mujahid yang tidak murtad, yang murtad adalah seorang pemuda yang menyertai Abdah, dan dikisahkan sendiri oleh Abdah kemurtadannya gara-gara terfitnah oleh wanita cantik.
Seorang tabi’in adalah generasi setelah sahabat yang diakui keshalehannya dan keilmuannya. Sehingga riwayat mengenai tabi’in perlu lebih jeli lagi.
Di kutip dari
Alimancenter.com