“Sesungguhnya
wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati, yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu
bertakwa.” (QS. Yunus [10] : 62-63)
Syaikh
Abdul Qadir Al-Jailani rahimahullah, siapa yang tak mengenal beliau.
Beliau dijuluki pemimpin para wali, beliau adalah Ulama Ahlussunnah bermadzhab
Hanbali, sangat dikenal akan ilmu serta kezuhudannya. Dalam kitab Syadzrat
Adz-Dzahab Jilid 4 hal. 198 karya Ibnu Al-Imad Al-Hanbali rahimahullah
dituliskan bahwa nasab beliau adalah Abdul Qadir bin Abi Shalih bin Janaki
Dausat bin Abi Abdillah Abdullah bin Yahya bin Muhammad bin Dawud bin Musa bin
Abdullah bin Musa Al-Huzi bin Abdullah Al-Himsh bin Hasan Al-Mutsanna bin Hasan
bin Ali bin Abi Thalib, Ali merupakan suami Fathimah binti Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Sehingga secara nasab beliau masih merupakan Ahlul Bait.
Dalam
buku Mengungkap Rahasia Iblis karya Muhammad Abduh Mughawiri, dikisahkan sebuah
kisah mengenai dialog antara Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani rahimahullah dengan
Iblis, dimana kisah ini pun sudah sangat populer di masyarakat karena
dikisahkan pula dalam Kitab Manaqib Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, bahkan
beberapa ulama menyatkan bahwa dari semua kisah karomah beliau, hanya kisah ini
yang paling shahih.
Diriwayatkan,
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani rahimahullah berkata, “Dalam suatu
perjalanan, aku merasakan panas yang sangat menyengat. Aku hampir mati kehausan.
Namun, segumpal awan hitam kemudian menaungiku, memberikan udara sejuk hingga
air liurku membasahi mulutku. Tiba-tiba, ada suara memanggilku, “Wahai Abdul
Qadir Al-Jailani, aku adalah Tuhanmu yang Maha Tinggi.”
Aku
lantas bertanya, “Apakah engkau Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia?”
Suara
itu kemudian memanggilku untuk kedua kalinya, “Wahai Abdul Qadir Al-Jailani,
akulah Tuhanmu yang Maha Tinggi. Aku menghalalkan apa yang telah kuharamkan
kepadamu.”
Aku
berkata padanya, “Tidak...!!!! engkau adalah Iblis.” Kemudian beliau melempar
awan itu dengan sandal beliau, ada riwayat yang mengatakan dengan batu.
Setelah
itu awan tersebut terpecah dan dari arah belakang aku mendengar suara, “Wahai
Abdul Qadir Al-Jailani, engkau telah selamat dariku karena pemahaman
keagamaanmu. Sungguh sebelumnya aku telah menyesatkan tujuh puluh orang dengan
menggunakan tipuan ini.”
Syaikh
Abdul Qadir Al-Jailani rahimahullah ditanya, “Lalu bagaimana engkau tahu
kalau dia adalah Iblis?”
Beliau
rahimahullah menjawab melalui ucapannya, “Aku menghalalkan bagimu apa
yang telah diharamkan.” Sebab, setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam wafat, tidak ada lagi penghalalan dan pengharaman.”
Para
ulama berkata mengenai Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani rahimahullah, “Syaikh
Abdul Qadir Al-Jailani rahimahullah tidak akan selamat dari tipu daya
Iblis kecuali karena pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala serta
keutamaan ilmu yang dimilikinya.” Dan memang, orang alim sangat keras memusuhi
setan.
Kita bisa perhatikan kisah diatas,
sungguh beliau benar-benar seorang Wali Allah dilihat dari ilmu beliau. Ya Wali
Allah, yaitu seorang yang beriman dan bertaqwa, bukan hanya mengandalkan
karomah apalagi meninggalkan perkara-perkara wajib dengan dalih sudah mencapai
maqom ma’rifat. Itulah talbis Iblis sebagaimana kisah diatas, dimana seperti
pengakuan Iblis bahwa dia telah menyesatkan 70 orang dengan tipuan itu, yaitu
memberikan kabar bahwa orang tersebut sudah terbebas dari Syari’at.
Allah
subhanahu wa ta’ala telah menjalaskan batasan, siapakah wali Allah yang
sesungguhnya. Dalam Al-Qur’an surat Yunus ayat 62-63, Allah subhanahu wa ta’ala
telah menjelaskan definisi wali Allah:
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ
عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ. الَّذِينَ آَمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
“Sesungguhnya
wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati, yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.”
(QS. Yunus [10] : 62-63)
Mengenai
ayat ini, Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
يخبر تعالى أن
أولياءه هم الذين آمنوا وكانوا يتقون، كما فسرهم ربهم، فكل من كان تقيا كان لله وليا
“Allah
mengabarkan bahwa wali-wali-Nya adalah setiap orang yang beriman dan bertaqwa.
Sebagaimana yang Allah jelaskan. Sehingga setiap orang yang bertaqwa maka dia
adalah wali Allah.” (Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 4 hal. 278)
Berdasarkan
definisi yang disebutkan pada ayat di atas serta beberapa keterangan ulama,
dapat disimpulkan bahwa wali Allah adalah setiap hamba Allah yang beriman
kepada-Nya dan melaksanakan konsekwensi imannya dengan melakukan ketaatan
kepada-Nya. Kedekatannya dengan Allah sebanding dengan kedaan iman yang ada
pada dirinya.
Setiap
mukmin, berpeluang untuk bisa menjadi wali Allah. Selama dia berusaha berjuang
untuk menjadi mukmin yang taat, mengikuti ajaran Al-Quran dan As-Sunah
sebagaimana yang didakwahkan para sahabat.
Maka
dari itu, sekali lagi ditekankan bahwa ‘Wali Allah’ sama sekali tidak ada
hubungannya dengan kesaktian, karomah maupun kejadian-kejadian luar biasa
lainnya. Akan tetapi berhubungan dengan keimanan dan ketaqwaan.
0 Comment for "Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani Rahimahullah Melempari Iblis dengan Sandalnya"