“Kalian tidak
boleh menggabungkan dua wanita bersaudara.” (QS. An-Nisa : 23)
Diantara pernikahan yang
dilarang dalam Al-Quran adalah menikahi dua orang wanita bersaudara. Allah
menyebutkan daftar wanita yang tidak boleh dinikahi, diantaranya:
وَأَنْ
تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ
“Kalian tidak boleh menggabungkan dua wanita
bersaudara.” (QS. An-Nisa : 23)
Maknanya, seorang lelaki
dilarang menikahi dua wanita bersaudara, sehingga keduanya bersama-sama menjadi
istri satu orang. Diantara hikmah adanya larangan ini adalah agar pernikahan
ini tidak memutus hubungan silaturahim diantara kedua saudara tersebut.
Oleh karena itu, jika istri
pertama sudah pisah, baik karena perceraian maupun karena meninggal, maka sang
suami boleh menikahi adik istrinya, karena sudah tidak lagi menggabungkan dua
wanita bersaudara.
Apakah Harus Menunggu Masa
Iddah?
Sebagai gambaran, Si X dan si Y
adalah dua wanita bersaudara. Lelaki A menikah dengan si X. Kemudian terjadi
perceraian. Jika si A ingin menikahi si Y, apakah harus menunggu masa iddah (3
kali haid)?
Sebelumnya, perlu dipahami
bahwa perceraian antara suami istri, ada 2:
1. Talak raj’i, yaitu talak
yang masih memungkinkan untuk terjadinya rujuk. Itulah talak satu dan talak dua
sebelum masa iddah selesai.
2. Talak Ba’in, yaitu talak
yang tidak mungkin terjadi rujuk. Itulah talak tiga.
Dalam kasus di atas, ada
rincian,
Pertama, jika perceraian yang
terjadi adalah talak raj’i, maka suami harus menunggu selesainya masa iddah
istri pertamanya, untuk bisa menikahi adik istrinya.
Kedua, jika perceraian yang
terjadi adalah talak ba’in, maka suami boleh langsung menikahi adik istrinya,
tanpa harus menunggu selesainya masa iddah istri pertamanya. Dan ini adalah
pendapat Said bin Musayib, Hasan Al-Bashri, Urwah bin Zubair, Asy-Syafii, Abu
Tsaur, Abu Ubaid, Ibnul Mundzir, dan beberapa ulama lainnya.
وَاهَا
حَتَّى تَنْقَضِيَ عِدَّةُ الْمُطَلَّقَةِ
Ulama sepakat bahwa seorang
lelaki yang menceraikan istrinya talak raj’i, maka dia tidak boleh menikahi
saudara istrinya, hingga selesai masa iddah istri yang ditalak.
Kemudian Imam Al-Qurthubi rahimahullah
melanjutkan:
وَاخْتَلَفُوا
إِذَا طَلَّقَهَا طَلَاقًا لَا يَمْلِكُ رَجْعَتَهَا… وَقَالَتْ طَائِفَةٌ: لَهُ
أَنْ يَنْكِحَ أُخْتَهَا .. وَبِهِ قَالَ سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ وَالْحَسَنُ
وَالْقَاسِمُ وَعُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ وَابْنُ أَبِي لَيْلَى وَالشَّافِعِيُّ
وَأَبُو ثَوْرٍ وَأَبُو عُبَيْدٍ
“Ulama berbeda pendapat apabila suami mentalak
istrinya dengan talak ba’in… sebagian berpendapat, dia boleh menikahi
saudaranya.. ini merupakan pendapat Said bin Musayib, Hasan al-Bashri,
al-Qosim, Urwah bin Zubair, Ibnu Abi Laila, as-Syafii, Abu Tsaur, dan Abu Ubaid.”
(Tafsir Al-Qurthubi, 5/119)
Allahu a’lam.
0 Comment for "Hukum Menikah Dengan Adik Ipar"