“Katakanlah,
“Serulah Allah atau serulah ar-Rahman, dengan nama yang mana saja kalian seru,
Dia mempunyai nama-nama yang paling baik.” (QS. al-Isra’ [17] : 110)
Pada kesempatan kali ini, penulis
akan membahas mengenai definisi Basmalah
pada Muqadimah kitab Matan Safinah an-Najah karya asy-Syaikh Salim bin Sumair
al-Hadhrami rahimahullah. asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah
berkata dalam Muqadimah Matan Safinah an-Najah:
بسم الله الرحمن الرحيم .
الحمد لله رب العالمين ، وبه نستعين على أمور الدنيا
والدين ، وصلى الله وسلم على سيدنا محمد خاتم النبيين ، وآله وصحبه أجمعين ، ولا
حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم .
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Segala puji milik
Allah Rabb semesta alam. Dengan-Nya kami meminta pertolongan dalam urusan dunia
dan agama. Semoga shalawat dan salam Allah atas tuan kita Muhammad penutup para
Nabi, keluarganya, dan Sahabatnya semua. Tidak ada daya dan upaya kecuali
dengan pertolongan dari Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Mulia.”[1]
(بسم الله)
asy-Sayyid Ahmad bin Umar
asy-Syathiri rahimahullah berkata:
الباء للمصاحبة مع التبرك واسم مشتق من السمو وهو العلو
.
“(al-Ba') untuk kebersamaan dengan disertai mengambil keberkahannya dan
(Ism) diambil dari kata as-Sumuwwu yang artinya adalah ketinggian.”[2]
as-Sayyid Ahmad bin Umar
asy-Syathiri rahimahullah berkata:
الله علم على الذات الواجب المستحق الكمالات .
asy-Syaikh Zainuddin al-Malibari rahimahullah
menjelaskan mengenai lafazh Allah. Beliau berkata:
والله علم للذات الواجب الوجود ، واصله إله ، وهواسم جنس
لكل معبود ، ثم عرف بأل وحذفت الهمزة ، ثم استعمل فى المعبود بحق ﻭﻫﻮ ﺍﻻﺳﻢ ﺍﻻﻋﻈﻢ
ﻋﻨﺪ ﺍﻻﻛﺜﺮ ، ﻭﻟﻢ ﻳﺴﻢ ﺑﻪ ﻏﻴﺮﻩ .
“Allah adalah nama bagi Dzat yang wajib adanya, asalnya adalah Ilah yaitu
isim jenis bagi setiap yang disembah, kemudian di ma’rifatkan dengan menambah
alif lam dan dibuang hamzahnya, kemudian digunakan pada sesuatu yang disembah
dengan benar. Dan Allah adalah sebuah nama yang agung menurut mayoritas dan
tidak boleh dinamai dengan nama itu selain Allah.”[4]
Lafazh Allah (الله) adalah
isim yang ditunjukan kepada Dzat yang wajib adanya, Yang Maha Tinggi lagi Maha
Agung serta Maha Sempurna yang terbebas dari sifat sifat kurang. Allah
merupakan isim a’zam karena Dia memiliki semua sifat, sebagaimana firman Allah subhanahu
wa ta’ala:
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلهَ إِلَّا هُوَ عالِمُ
الْغَيْبِ وَالشَّهادَةِ هُوَ الرَّحْمنُ الرَّحِيمُ . هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا
إِلهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ
الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ .
هُوَ اللَّهُ الْخالِقُ الْبارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْأَسْماءُ الْحُسْنى
يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّماواتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ .
“Dialah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia Yang
Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang. Dialah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia,
Maha Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Maha Mengaruniakan
Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Maha
Memiliki Segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
Dialah Allah Yang Maha Menciptakan, Yang Maha Mengadakan, Yang Maha Membentuk
Rupa, bagi-Nya nama-nama yang paling baik. Bertasbihlah kepada-Nya apa yang ada
di langit dan di bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”[5]
Semua nama lainnya dianggap sebagai
sifat-Nya, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمنَ أَيًّا
مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْماءُ الْحُسْنى .
“Katakanlah, “Serulah Allah atau serulah ar-Rahman, dengan nama yang mana saja kalian seru, Dia
mempunyai nama-nama yang paling baik.”[6]
Kalimat بسم الله merupakan
kalimat yang tersusun dari jar majrur. Jar majrur pada umumnya harus memiliki
ta’alluq (keterkaitan atau hubungan) dengan kata yang tersembunyi sebelumnya
atau setelahnya, karena keduanya adalah ma’mul (معمول). Sedang
setiap ma’mul (معمول) pasti memiliki ‘amil (عامل). Jar
majrur dalam kalimat بسم memiliki keterkaitan dengan kata kerja tersembunyi
sebelumnya atau setelahnya mengikuti jenis pekerjaan yang sedang dilakukan.
Misalnya membaca basmalah ketika hendak makan, maka takdir kalimatnya adalah: ‘Saya makan dengan menyebut nama Allah’ atau
bisa juga ‘Dengan menyebut nama Allah saya makan’, begitupula dalam kitab
ini, maka takdir kalimatnya adalah: ‘Saya
menulis atau membaca kitab ini dengan menyebut nama Allah’ atau ‘Dengan
menyebut nama Allah saya menulis atau membaca kitab ini’.
Peletakan kata kerja yang
tersembunyi tersebut memilki dua fungsi:
- Tabarruk (ngalap berkah).
- Pembatasan maksud, karena pelatakan ‘amil (عامل) berfungsi membatasi makna. Sehingga kalimat dalam kitab ini bermakna: ‘Saya tidak akan menulis atau membaca kitab ini dengan menyebut nama siapa pun demi mengharap berkah atasnya selain nama Allah subhanahu wa ta’ala.’
Demikianlah penjelasan mengenai definisi basmalah pada Muqadimah kitab Matan Safinah an-Najah
karya asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah. Semoga Allah
memudahkan kita dalam memahaminya. Wa shallallahu ‘alaa sayyidina Muhammad,
wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
Referensi
- al-Qur’an al-Kariim.
- as-Sayyid Ahmad bin Umar asy-Syathiri. Nail ar-Raja’ bi Syahr Safinah an-Naja’. 1392 H. Mathba’ah al-Madani Kairo.
- asy-Syaikh Ahmad Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari al-Fannani. Fath al-Mu’in bi Syarh Qurrah al-‘Ain bi Muhimmat ad-Din. 1464 H. Dar Ibn Hazm Beirut.
- asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami. Matnu Safinah an-Najah fii Maa Yajibu ‘Ala al-Abdi li Maulah. 1430 H. Dar Ibn Hazm Beirut.
0 Comment for "Makna Basmalah"