Makna Isti'anah

“Jika engkau meminta pertolongan, maka mintalah hanya kepada Allah.” (HR. at-Tirmidzi no. 2516)


Melanjutkan pembahasan kitab Matan Safinah an-Najah karya asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah, pada kesempatan kali ini penulis akan menjelaskan mengenai kalimat Isti’anah pada Muqadimah Matan Safinah an-Najah. asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah berkata dalam Muqadimah Matan Safinah an-Najah:

بسم الله الرحمن الرحيم .
الحمد لله رب العالمين ، وبه نستعين على أمور الدنيا والدين ، وصلى الله وسلم على سيدنا محمد خاتم النبيين ، وآله وصحبه أجمعين ، ولا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم .

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Segala puji milik Allah Rabb semesta alam. Dengan-Nya kami meminta pertolongan dalam urusan dunia dan agama. Semoga shalawat dan salam Allah atas tuan kita Muhammad penutup para Nabi, keluarganya, dan Sahabatnya semua. Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan dari Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Mulia.”[1]

(وبه نستعين)

            as-Sayyid Ahmad bin Umar asy-Syathiri rahimahullah berkata:

الهاء عائدة على لفظ الجلاله ، ومعنى نستعين نطلب العون .

“(al-Ha') kembali kepada lafazh al-Jalalah, makna (Nasta'in) adalah kami meminta pertolongan.”[2]

asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah berkata:

وبه لا بغيره نستعين أي نطلب المعونة .

“(Dan kepada-Nya), tidak kepada selain-Nya, (kami memohon pertolongan) yakni kami meminta pertolongan.”[3]

            Kalimat وبه نستعين diawali dengan jar majrur dimana huruf jar Ba’ (الباء) dalam hal ini memiliki makna Ghayah yang membawa makna ila (إلى) yang berarti ke atau kepada, dan dhamir Ha’ (الهاء) kembali kepada Allah. Sedangkan kalimat (نستعين) memiliki makna kami meminta pertolongan. Sehingga makna dari وبه نستعين berarti hanya kepada Allah saja kami meminta pertolongan.

(على أمور الدنيا والدين)

            as-Sayyid Ahmad bin Umar asy-Syathiri rahimahullah berkata:

ومعنى أمور أحوال . والدين لغة الطاعة والعبادة والجزاء ، وشرعا ما شرعة الله على لسان نبيه من الأحكام ، ويرادفة شرعا الإسلام والشريعة .

“Makna (Umur) adalah segala perkara dan keadaan dan (ad-Din) secara bahasa adalah ketaatan, ibadah dan balasan, sedangkan secara syari'at adalah segala sesuatu yang disyari'atkan oleh Allah melalui lisan Nabi-Nya dari berbagai macam hukum. Sinonimnya adalah Islam dan Syari'ah.”[4]

asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah berkata:

على أمور الدنيا والدين يطلق الدين لغة على معان كثيرة منها الطاعة والعبادة والجزاء والحساب ، وشرعا على ما شرعه الله على لسان نبيه من الأحكام وسمي دينا لأننا ندين له أي نعتقد وننقاد .

“(Atas segala perkara dunia dan agama) diucapkan kata ad-Din secara bahasa untuk menunjukkan berbagai makna yang banyak, di antaranya bermakna ketaatan, ibadah, balasan dan perhitungan, sedangkan secara syariat adalah segala sesuatu yang disyari'atkan oleh Allah melalui lisan Nabi-Nya dari berbagai macam hukum dan dinamakan Din, karena sesungguhnya kita tunduk kepadanya, yakni kita meyakini dan mengikutinya.”[5]

            al-Imam al-Ghazali rahimahullah berkata:

الدنيا دار غرور لا دار سرور ، ومطية عمل لا مطية كسل ، ومنزل عبور لا متنزه حبور ، ومحل تجارة لا مسكن عمارة ، ومتجر بضاعتها الطاعة وربحها الفوز يوم تقوم الساعة .

“Dunia adalah kampung bagi orang-orang yang tertipu bukan kampung bagi orang-orang yang berbahagia, tempat untuk beramal bukan tempat untuk bermalas-malasan, tempat persinggahan bukan taman kebahagiaan, tempat berjual beli dengan barang jual belinya adalah ketaatan dan keuntungannya adalah kemenangan pada hari kiamat.”[6]

Kalimat على أمور الدنيا والدين  ini erat kaitannya dengan kalimat sebelumnya. Kalimat أمور الدنيا  memiliki makna yang sangat luas namun dalam hal ini maksudnya adalah segala perkara yang terjadi pada saat seseorang masih hidup di muka bumi baik itu perkara ibadah dan juga hanya sekedar keduniawiaan saja. Namun perlu diperhatikan juga bahwa dunia ini hanyalah tempat persinggahan yang sementara dan tidak kekal, dan dunia ini justru adalah tempat kita bekerja, beramal dan berjual beli yaitu berjual beli ketaatan dengan Allah subhanahu wa ta’ala, maka janganlah kita sampai terpedaya dengan indahnya dunia sehingga kita akhirnya lalai terhadap kehidupan yang abadi di akhirat nanti.

Sedangkan ad-Din (الدين) maksudnya adalah segala sesuatu yang telah disyari’atkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala melalui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ditujukan kepada para hamba-Nya dalam rangka mendekatkan serta berserah diri, tunduk dan patuh kepada-Nya, maka dalam hal ini ad-Din (الدين) memiliki makna yang sama dengan Syari’at Islam.

Kalimat وبه نستعين على أمور الدنيا والدين dan kalimat yang semacam dengan ini disebut dengan kalimat Isti’anah (الإستعانة). asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah berkata:

الإستعانة طلب العون .

“Isti'anah adalah meminta pertolongan.”[7]

Isti'anah atau meminta pertolongan merupakan suatu hal yang disyari’atkan. Isti’anah adalah ibadah yang paling agung yang di dalamnya terkandung dua pokok, yaitu percaya kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan menyandarkan diri hanya kepada-Nya. Maka jika seorang muslim beristi’anah kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala, maka ia telah menduakan Allah subhanahu wa ta’ala dan terjerumus kedalam kesyirikan. Namun jatuh dalam kesyirikan ini hanya berlaku dalam perkara yang seseorang tidak bisa melakukannya selain Allah subhanahu wa ta’ala, atau seseorang yang meminta pertolongan kepada sesuatu yang tidak bisa apa-apa. Seperti meminta pertolongan kepada orang yang telah meninggal atau benda-benda mati seperti batu, jimat, dan lain-lain. Maka ini semua adalah bentuk kesyirikan. Dalil yang melandasi mengenai isti’anah adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ .

“Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.”[8]

Dan juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

                                     وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ .                                    

“Jika engkau meminta pertolongan, maka mintalah hanya kepada Allah.”[9]

Demikianlah penjelasan kalimat Isti’anah. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memudahkan kita dalam memahaminya. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ



[1] Matan Safinah an-Najah, hal. 15
[2] Nail ar-Raja’, hal. 6
[3] Kasyifah as-Saja’, hal. 29
[4] Nail ar-Raja’, hal. 6
[5] Kasyifah as-Saja’, hal. 29
[6] al-Musthafa, hal. 2
[7] Syarh Tsalatsah al-Ushul, hal. 62
[8] QS. al-Fatihah [1] : 5
[9] HR. at-Tirmidzi no. 2516


Referensi

  • al-Qur’an al-Kariim
  • al-Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali. al-Musthafa min ‘Ilm al-Ushul. al-Jami’ah al-Islamiyyah Kuliyyah asy-Syari’ah Madinah.
  • al-Imam Muhammad bin Isa bin Saurah at-Tirmidzi. Jami’ at-Tirmidzi. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • as-Sayyid Ahmad bin Umar asy-Syathiri. Nail ar-Raja’ bi Syahr Safinah an-Naja’. 1392 H. Mathba’ah al-Madani Kairo.
  • asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin. Syarh Tsalatsah al-Ushul. 1420 H. Dar ats-Tsarayya li Nasyr wa at-Tauzi’.
  •  asy-Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi. Kasyifah as-Saja Syarh Safinah an-Naja. 1432 H. Dar Ibn Hazm Beirut.
  • asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami. Matnu Safinah an-Najah fii Maa Yajibu ‘Ala al-Abdi li Maulah. 1430 H. Dar Ibn Hazm Beirut.

0 Comment for "Makna Isti'anah"

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top