“Sebaik-baik manusia adalah pada kurunku, kemudian kurun
berikutnya dan kemudian kurun
berikutnya.” (HR al-Bukhari no. 3651 dan Muslim no. 2533)
Para sahabat adalah mereka yang pernah bertemu dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
keadaan beriman kepadanya dan meninggal dalam keadaan Islam. Mereka adalah
sebaik-baik umat yang telah Allah subhanahu
wa ta’ala keluarkan ke muka bumi. Mereka memiliki keutamaan yang sangat
banyak, beberapa keutamaan para sahabat antara lain:
- Para sahabat adalah umat terbaik
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjelaskan, bahwa sebaik-baik umat adalah pada masa beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam, dan mereka adalah para sahabat radhiyallahu ‘anhum.
Para sahabat adalah sebaik-baik umat secara mutlak. Tidak ada generasi yang
lebih baik daripada generasi para sahabat radhiyallahu ‘anhum.
Maka barangsiapa yang mengatakan bahwa ada generasi yang lebih baik daripada
mereka maka dia termasuk orang munafik. Dalil yang melandasi akan hal ini
adalah sebuah riwayat dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,
beliau berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ
يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ يَجِيءُ قَوْمٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ
أَحَدِهِمْ يَمِينَهُ وَيَمِينُهُ شَهَادَتَهُ
“Sebaik-baik manusia
adalah pada kurunku, kemudian kurun berikutnya dan kemudian kurun berikutnya. Lalu akan datang satu kaum
yang persaksiannya mendahului sumpah, dan sumpahnya mendahului persaksian.”[1]
- Para sahabat adalah umat yang telah diridhai oleh Allah subhanahu wa ta'ala
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ
الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا
الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang
terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin
dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha
kepada mereka dan mereka ridha kepada-Nya. Allah menyediakan bagi mereka
jannah-jannah yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.”[2]
- Para sahabat adalah orang yang paling wala dan bara’
Allah subhanahu
wa ta’ala telah berfirman:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ
مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا
سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي
وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ
وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ
فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ
الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ
مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Muhammad adalah Rasul
Allah dan orang-orang yang bersama dengannya bersikap keras dan tegas terhadap
orang-orang kafir dan bersikap kasih sayang serta belas kasihan sesama mereka,
kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya,
tanda-tanda meraka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah
sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu
seperti tanaman mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu
kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya, tanaman itu
menyenangkan hati penanam-penanamnya, karena Allah hendak menjengkelkan hati
orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan
kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih di antara
mereka ampunan dan pahala yang besar.”[3]
- Sahabat sebagai sumber rujukan saat terjadi perselisihan
Dari al-Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu,
bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat, beliau
bersabda:
قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ
لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلَّا هَالِكٌ وَمَنْ يَعِشْ
مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِمَا عَرَفْتُمْ مِنْ
سُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ وَعَلَيْكُمْ
بِالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
فَإِنَّمَا الْمُؤْمِنُ كَالْجَمَلِ الْأَنِفِ حَيْثُمَا انْقِيدَ انْقَادَ
“Sungguh telah
kutinggalkan kalian di atas jalan yang putih bersih, siang dan malamnya sama
terangnya. Barangsiapa yang menyimpang darinya maka pasti dia akan binasa.
Barangsiapa yang hidup sepeninggalkanku, dia pasti melihat perselisihan yang
sangat banyak. Hendaklah kalian tetap memegang teguh sunnahku yang kalian
ketahui dan juga sunnah khalafa’ ar-Rasyidin yang berada di atas petunjuk.
Hendaklah kalian patuh dan taat walaupun yang memimpin kalian adalah seorang
budak Habasy. Peganglah erat-erat. Sesungguhnya seorang yang beriman itu
laksana unta yang jinak. Apabila diarahkan maka dia pasti menurut.”[4]
Dalam wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam di atas, kita diperintahkan kembali kepada sunnah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan sunnah khalafa’ ar-Rasyidin atau sunnahnya para
sahabat radhiyallahu ‘anhum ketika mengalami perselisihan.
- Sahabat sebagai pedoman pemahaman
Dari Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
اِفْتَرَقَتِ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً فَوَاحِدَةٌ فِي
الْجَنَّةِ وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ ، وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى
ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً فَإِحْدَى وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ
وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ ، وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ
لَتَفْتَرِقَنَّ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً ، وَاحِدَةٌ فِي
الْجَنَّةِ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِيْ النَّارِ . قِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ ،
مَنْ هُمْ ؟ قَالَ : اَلْجَمَاعَةُ .
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Yahudi berpecah-belah menjadi 71 golongan, maka hanya satu
golongan yang masuk surga dan 70 golongan masuk neraka. Nasrani berpecah-belah
menjadi 72 golongan dan 71 golongan masuk neraka dan hanya satu golongan yang
masuk surga. Dan demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, sungguh akan
berpecah-belah ummatku menjadi 73 golongan, hanya satu yang akan masuk surga
dan 72 golongan masuk neraka.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
ditanya: “Wahai Rasulullah, Siapakah mereka (satu golongan yang selamat) itu?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “al-Jama’ah.”[5]
Dalam hadits di atas yang dimaksud satu golongan dari umat Yahudi yang
masuk surga adalah mereka yang beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala
dan kepada Nabi Musa ‘alaihis salam. Sedangkan satu golongan dari umat
Nasrani yang masuk surga adalah mereka yang beriman kepada Allah subhanahu
wa ta’ala dan kepada Nabi Isa ‘alaihis salam serta mengakui bahwa
Nabi Isa ‘alaihis salam adalah seorang manusia yang diangkat menjadi
Nabi serta Rasul dan bukan Allah atau anak Allah sebagaimana doktrin yang
diajarkan oleh ulama-ulama mereka. Adapun setelah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam diutus, maka semua umat Yahudi dan Nasrani wajib masuk
Islam dan beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala juga kepada
Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Nabi dan Rasul
terakhir. Dalil yang melandasi akan hal ini adalah sebuah hadits dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ ، لاَ يَسْمَعُ
بِيْ أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُوْدِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ، ثُمَّ
يَمُوْتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ ، إِلاَّ كَانَ مِنْ
أَصْحَابِ النَّارِ .
“Demi yang jiwa Muhammad berada di
tangan-Nya, tidaklah seorang dari ummat Yahudi dan Nasrani yang mendengar
tentangku, kemudian ia mati dalam keadaan tidak beriman terhadap ajaran yang
telah aku bawa, niscaya ia termasuk penghuni Neraka.”[6]
Sedangkan satu golongan yang selamat dari umat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah orang yang mengikuti Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Dari
Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً : مَا
أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِيْ .
“Semua golongan tersebut tempatnya
di neraka, kecuali satu (yaitu) yang aku dan para sahabatku berjalan di
atasnya.”[7]
Maka karena hal inilah wajib bagi kita menjalankan Islam berdasarkan al-Qur’an,
as-Sunnah sesuai dengan pemahaman para sahabat karena para sahabat berjalan di
atas jalan yang ditempuh oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Sahabat sebagai pengawas dan pengaman umat ini
Diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu
‘anhu, beliau berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
النُّجُومُ أَمَنَةٌ لِلسَّمَاءِ فَإِذَا
ذَهَبَتِ النُّجُومُ أَتَى السَّمَاءَ مَا تُوعَدُ وَأَنَا أَمَنَةٌ لِأَصْحَابِي
فَإِذَا ذَهَبْتُ أَتَى أَصْحَابِي مَا يُوعَدُونَ وَأَصْحَابِي أَمَنَةٌ
لِأُمَّتِي فَإِذَا ذَهَبَ أَصْحَابِي أَتَى أُمَّتِي مَا يُوعَدُونَ
“Sesungguhnya
bintang-bintang itu adalah pengaman bagi langit. Jika bintang-bintang itu
lenyap, maka akan datang apa yang telah dijanjikan atas langit. Aku adalah
pengaman bagi sahabatku. Jika aku telah pergi, maka akan datang apa yang telah
dijanjikan atas sahabatku. Dan sahabatku adalah pengaman bagi umatku. Jika
sahabatku telah pergi, maka akan datang apa yang telah dijanjikan atas umatku.”[8]
Maksud hadits diatas adalah bahwasanya para sahabat radhiyallahu ‘anhum adalah
pengawas dan pengaman umat ini, yaitu pengawas dan pengaman umat ini dari
kesesatan, penyimpangan serta kebid’ahan karena mereka para sahabat radhiyallahu
‘anhum dalam menjalankan agama ini senantiasa menempuh jalan yang ditempuh
bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau masih
hidup. Maka dari itu, wajiblah seorang muslim dalam menjalankan agamanya
mengikuti al-Qur’an dan as-Sunnah sesuai dengan pemahaman para salaf
ash-Shalih, khususnya dalam hal ini adalah mengikuti jalan yang ditempuh para
sahabat radhiyallahu ‘anhum.
- Berpedoman pada Para Sahabat adalah jaminan kemenangan
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يُبْعَثُ
مِنْهُمُ الْبَعْثُ فَيَقُولُونَ انْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ فِيكُمْ أَحَدًا مِنْ
أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيُوجَدُ الرَّجُلُ
فَيُفْتَحُ لَهُمْ بِهِ ثُمَّ يُبْعَثُ الْبَعْثُ الثَّانِي فَيَقُولُونَ هَلْ
فِيهِمْ مَنْ رَأَى أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَيُفْتَحُ لَهُمْ بِهِ ثُمَّ يُبْعَثُ الْبَعْثُ الثَّالِثُ فَيُقَالُ انْظُرُوا
هَلْ تَرَوْنَ فِيهِمْ مَنْ رَأَى مَنْ رَأَى أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ يَكُونُ الْبَعْثُ الرَّابِعُ فَيُقَالُ انْظُرُوا هَلْ
تَرَوْنَ فِيهِمْ أَحَدًا رَأَى مَنْ رَأَى أَحَدًا رَأَى أَصْحَابَ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيُوجَدُ الرَّجُلُ فَيُفْتَحُ لَهُمْ بِهِ
“Akan datang suatu masa,
yang saat itu ada satu pasukan dikirim (untuk berperang).” Mereka mengatakan:
“Coba lihat, adakah di antara kalian seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam?” Ternyata ada satu orang sahabat Nabi. Maka karenanya, Allah memenangkan
mereka. Kemudian dikirim pasukan kedua. Dikatakan kepada mereka: “Adakah di
antara mereka yang pernah melihat sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?”
Maka karenanya, Allah memenangkan mereka. Lalu dikirim pasukan ketiga.
Dikatakan: “Coba lihat, apakah ada di antara mereka yang pernah melihat seorang
yang pernah melihat sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Maka
didapatkan satu orang. Maka Allah memenangkan mereka. Kemudian dikirim pasukan
keempat. Dikatakan: “Coba lihat, apakah ada di antara mereka yang pernah
melihat seorang yang pernah seseorang yang melihat sahabat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam?” Maka didapatkan satu orang. Akhirnya Allah memenangkan
mereka.”[9]
Hadits di atas menjelaskan mengenai kemuliaan kedudukan para sahabat radhiyallahu
‘anhum dan orang-orang yang mengikuti mereka. Allah subhanahu wa ta’ala
memberikan jaminan kemenangan bagi para sahabat radhiyallahu ‘anhum dan
orang-orang yang mengikuti mereka, yaitu orang-orang yang mengikuti pedoman
para sahabat radhiyallahu ‘anhum.
Selain keutamaan-keutamaan yang tertulis diatas, masih banyak lagi keutamaan-keutamaan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan taufik dan hidayah kepada kita untuk
senantiasa menjadikan mereka para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai teladan serta rujukan dalam
memahami al-Qur’an dan as-Sunnah. Wallahu
a’lam. Semoga bermanfaat.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
Referensi
- al-Qur’an al-Kariim.
- al-Imam Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. al-Musnad. 1416 H. Dar al-Hadits Kairo.
- al-Imam Muhammad bin Isa bin Saurah at-Tirmidzi. Jami’ at-Tirmidzi. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
- al-Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari. Shahih al-Bukhari. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
- al-Imam Muhammad bin Yazid bin Abdullah bin Majah al-Quzwaini. Sunan Ibnu Majah. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
- al-Imam Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi. Shahih Muslim. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
0 Comment for "Keutamaan Para Sahabat radhiyallahu ‘anhum"