Makna Ahl al-Bait Nabi

“Keluarga Nabi dari sisi nasab adalah keturunan Ali, Abbas, Ja’far, Aqil dan Haris bin Abdul Muthalib.” (Syarh Ta’lim al-Muta’allim, hal. 3)


Melanjutkan pembahasan kitab Matan Safinah an-Najah karya asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah, pada kesempatan kali ini penulis akan membahas mengenai Ahl al-Bait atau keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah berkata dalam Muqadimah Matan Safinah an-Najah:

بسم الله الرحمن الرحيم .
الحمد لله رب العالمين ، وبه نستعين على أمور الدنيا والدين ، وصلى الله وسلم على سيدنا محمد خاتم النبيين ، وآله وصحبه أجمعين ، ولا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم .

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Segala puji milik Allah Rabb semesta alam. Dengan-Nya kami meminta pertolongan dalam urusan dunia dan agama. Semoga shalawat dan salam Allah atas tuan kita Muhammad penutup para Nabi, keluarganya, dan Sahabatnya semua. Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan dari Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Mulia.”[1]

(وآله)

            asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah berkata:

وآله وهم جميع أمة الإجابة لخبر آل محمد كل تقي أخرجه الطبراني وهو الأنسب بمقام الدعاء ولو عاصين لأنهم أحوج إلى الدعاء من غيرهم ، وأما في مقام الزكاة فالمراد بالآل هم بنو هاشم وبنو المطلب .

“(Dan para keluarganya) dan mereka itu adalah semua umat yang berhak dikabulkan doanya, berdasarkan hadits, ‘Keluarga Muhammad adalah setiap orang yang bertakwa.’ Hadits dikeluarkan oleh Imam ath-Thabrani. Pengertian ini adalah yang paling sesuai dengan kedudukan doa, walaupun mereka sebagai para pelaku maksiat, karena sesungguhnya mereka lebih membutuhkan kepada (dikabulkannya) doa, daripada selain mereka. Adapun di dalam kedudukan zakat, maka yang dimaksud dengan keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka adalah Bani Hasyim dan Bani Muththalib.”[2]

as-Sayyid Ahmad bin Umar asy-Syathiri rahimahullah berkata:

وآله صلى الله عليه وسلم هم المؤمنين من بني هاشم و المطلب ، قاله الإمام الشافعي رضي الله عنه .

“(Keluarganya) shallallahu ‘alaihi wa sallam mereka adalah orang-orang yang beriman dari Bani Hasyim dan Bani Muththalib, itulah pendapat al-Imam asy-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu.”[3]

asy-Syaikh Ibrahim bin Ismail rahimahullah berkata:

وآله من جهة النسب أولاد علي وعباس وجعفر وعقيل وحارث بن عبد المطلب .

“Keluarga Nabi dari sisi nasab adalah keturunan Ali, Abbas, Ja’far, Aqil, dan Haris bin Abdul Muthalib.”[4]

Kalimat Aal (آل) sendiri memliki makna yang lebih luas dari kalimat Ahl (أهل). Sebagian ulama menjelaskan bahwa kalimat Aal (آل) secara bahasa memiliki makna suatu kata yang menunjukan kepada pengikut yang tidak dikhususkan hanya kepada ikatan nasab maupun ikatan pernikahan, sehingga Aal (آل) lebih cenderung memiliki makna seluruh umat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu seseorang yang bertakwa dan mengikuti sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan baik hingga hari kiamat. Dalil mengenai hal ini adalah sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:

اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْرًا .

“Bekerjalah hai keluarga Dawud untuk bersyukur (kepada Allah).”[5]

Dalam ayat di atas, Allah subhanahu wa ta’ala menyebut Bani Israil yang saat itu dipimpin oleh Nabi Sulaiman ‘alaihis salam dengan sebutan keluarga Dawud (آل داوود).

Kalimat Aal (آل) sendiri asalnya berasal dari kalimat Ahl (أهل) dimana huruf ha’ (الهاء) dirubah bentuknya menjadi hamzah (الهمزة) karena sebagai perantara bagi berubah bentuknya huruf ha’ (الهاء) menjadi alif (الألف). Kemudian huruf hamzah (الهمزة) itu dirubah bentuk menjadi alif (الألف) karena sukunnya huruf hamzah tersebut dan berharakat fathah huruf sebelumnya. Ini merupakan pendapat al-Imam Sibawaih rahimahullah. Sedangkan menurut al-Imam al-Kisa’i rahimahullah, asal kalimat Aal (آل) adalah awalun (أول), mengikuti wazan jamalun (جمل), huruf wau (الواو) berarakat dan berharakat fathah huruf sebelumnya, maka huruf wau (الواو) itu diubah bentuk menjadi huruf alif (الألف).

Sedangkan kalimat Ahl (أهل) menunjukan pengertian yang lebih sempit dari kalimat Aal (آل). Secara bahasa, kalimat al-Ahl (الأهل) berasal dari أَهل - يأهل – أَهْلاً yang berarti menghuni atau menempati. Ahl (أهل) jamaknya adalah Ahlun (أَهلون) dalam bentuk isim mudzakkar. Ahl al-Bait (أهل البيت) sendiri memiliki makna penghuni rumah, sedangkan Ahl al-Bait an-Nabi (أهل بيت النبي) adalah keluarga Nabi yaitu para isrti, anak perempuan Nabi serta kerabatnya yaitu Ali dan istrinya. Sedangkan menurut istilah, para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah telah sepakat tentang Ahl al-Bait (أهل البيت) bahwa mereka adalah keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diharamkan memakan shadaqah, mereka terdiri dari keluarga Ali, keluarga Ja’far, keluarga Aqil, keluarga Abbas, keluarga Bani Harist bin Abdul Muthalib, serta para istri beliau dan keturunan mereka juga para budak-budak yang dimerdekakan oleh keluarga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Demikianlah penjelasan mengenai makna Ahl al-Bait. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

[1] Matan Safinah an-Najah, hal. 15
[2] Kasyifah as-Saja’, hal. 31
[3] Nail ar-Raja’, hal. 7
[4] Syarh Ta’lim al-Muta’allim, hal. 3
[5] QS. Saba’ [34] : 13



Referensi

  • al-Qur’an al-Kariim
  • as-Sayyid Ahmad bin Umar asy-Syathiri. Nail ar-Raja’ bi Syahr Safinah an-Naja’. 1392 H. Mathba’ah al-Madani Kairo.
  • asy-Syaikh Burhanuddin az-Zarnuji. Syarh al-Imam al-‘Alamah asy-Syaikh Ibrahim bin Ism’ail ‘ala Risalah Ta’lim al-Muta’allim Thariq at-Ta’lim. 1435 H. Dar al-Kutub al-Ilmiyyah Beirut.
  • asy-Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi. Kasyifah as-Saja Syarh Safinah an-Naja. 1432 H. Dar Ibn Hazm Beirut.
  • asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami. Matnu Safinah an-Najah fii Maa Yajibu ‘Ala al-Abdi li Maulah. 1430 H. Dar Ibn Hazm Beirut.

0 Comment for "Makna Ahl al-Bait Nabi"

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top