Makna Khatam an-Nabiyyin (Penutup Para Nabi)

“Muhammad itu bukanlah ayah dari salah seorang lelaki di antara kalian. Akan tetapi, beliau adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu.”  (QS. al-Ahzab [33] : 40)


Kembali melanjutkan pembahasan kitab Matan Safinah an-Najah karya asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah, pada kesempatan kali ini penulis akan membahas mengenai makna Khatam an-Nabiyyin atau Penutup para Nabi. asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah berkata dalam Muqadimah Matan Safinah an-Najah:

بسم الله الرحمن الرحيم .
الحمد لله رب العالمين ، وبه نستعين على أمور الدنيا والدين ، وصلى الله وسلم على سيدنا محمد خاتم النبيين ، وآله وصحبه أجمعين ، ولا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم .

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Segala puji milik Allah Rabb semesta alam. Dengan-Nya kami meminta pertolongan dalam urusan dunia dan agama. Semoga shalawat dan salam Allah atas tuan kita Muhammad penutup para Nabi, keluarganya, dan Sahabatnya semua. Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan dari Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Mulia.”[1]

(خاتم النبيين)

as-Sayyid Ahmad bin Umar asy-Syathiri rahimahullah berkata:

الخاتم بصيغة اسم الفاعل المتمم ، فمعناه هنا متمم جميع الأنبياء فلا تبتدي نبوة نبي بعده ، ويجوز أن يكون بفتح التاء كما قرئ به أي كآلة الختم والنبيون جمع نبي وهو إنسان حر ذكر سليم عن منفر طبعا وعن دناءة أب و خنا أم أو حي إليه بشرع ولم يؤمر بتبليغة فإن أمر به فنبي ورسول ، والمنفر طبعا كالجذام والبرص بخلاف الحمي ونحوها ، ودناءه الأب . خسته ككونه حجاما أو زبالا ، وخنا الأم : فحشها وزناها .

“(al-Khatim) dengan sighah isim fa’il berarti penyempurna, maka maknanya adalah penyempurna seluruh nabi, maka tidak ada nabi setelahnya. Boleh pula dibaca dengan difatahkan huruf Ta’ sebagaimana seperti demikianlah yang biasa dibaca yaitu al-khatam yaitu seperti cincin yang berarti penghias, dan (an-Nabiyyun) merupakan jamak dari kata nabi dan dia adalah seorang manusia, merdeka, laki-laki, terbebas dari segala sesuatu yang membuat orang lari darinya secara tabiat dan dari kehinaan ayahnya atau kejahatan ibunya, yang mendapatkan wahyu berupa syari’at namun tidak diperintahkan menyampaikannya, apabila diperintahkan menyampaikannya maka termasuk nabi dan rasul. Dan maksud dari perkataan sesuatu yang membuat orang lari darinya secara tabiat, seperti lepra, belang, bukan termasuk sakit panas dan sebagainya. Sedangkan maksud dari perkataan kehinaan ayahnya adalah seperti ayahnya seorang tukang bekam atau tukang sampah dan kejahatan ibunya adalah perbuatan keji dan zina yang dilakukan.”[2]

asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah berkata:

خاتم النبيين بفتح التاء وكسرها والكسر أشهر أي طابعهم كما في المصباح فلا نبي بعده صلى الله عليه وسلم فهو آخرهم في الوجود باعتبار جسمه في الخارج .

(penutup para nabi) dengan fatah pada huruf Ta’ dan bisa dengan kasrah dan ini lebih masyhur maksudnya adalah pemberi stempel kenabian kepada para nabi sebagaimana di dalam al-Mishbah, maka tidak ada nabi setelah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam karena beliau yang terakhir diantara para nabi dalam perwujudannya dengan pertimbangan jasadnya dalam kenyataan.”[3]

Dan beliau adalah Khatam an-Nabiyyin (خاتم النبيين) atau penutup para Nabi. Tidak ada Nabi dan Rasul lagi setelah beliau. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا .

“Muhammad itu bukanlah ayah dari salah seorang lelaki di antara kalian. Akan tetapi, beliau adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu.”[4]

al-Imam ath-Thabari rahimahullah mengenai ayat diatas beliau berkata:

ولكنه رسول الله وخاتم النبيين ، الذي ختم النبوة فطبع عليها ، فلا تفتح لأحد بعده إلى قيام الساعة .

“Akan tetapi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan Allah dan penutup para nabi yang mengakhiri kenabian sehingga ia menutup kenabian itu. Maka tidak terbuka bagi seorang pun setelahnya sampai hari kiamat.”[5]

al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata:

فهذه الآية نص في أنه لا نبي بعده، وإذا كان لا نبي بعده فلا رسول [بعده] بطريق الأولى والأحرى؛ لأن مقام الرسالة أخص من مقام النبوة، فإن كل رسول نبي، ولا ينعكس. وبذلك وردت الأحاديث المتواترة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم من حديث جماعة من الصحابة .

“Ayat ini merupakan dasar hukum yang tegas yang menyatakan bahwa tidak ada lagi nabi setelah beliau. Dan apabila tidak ada Nabi sesudahnya maka itu artinya lebih-lebih lagi tidak ada rasul (setelahnya). Sebab kedudukan kerasulan itu lebih istimewa daripada kedudukan kenabian. Karena setiap rasul itu pasti nabi, dan tidak sebaliknya. Banyak hadits mutawatir dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui penuturan jama’ah para Sahabat yang telah menegaskan hal itu.”[6]

Dalam Tafsir al-Jalalain mengenai ayat diatas dikatakan:

ما كان محمد أبا أحد من رجالكم فليس أبا زيد أي والده فلا يحرم عليه التزوج بزوجته زينب ولكن كان رسول الله وخاتم النبيين فلا يكون له ابن رجل بعده يكون نبيا، وفي قراءة بفتح التاء كآلة الختم أي: به ختموا وكان الله بكل شيء عليما منه بأن لا نبي بعده وإذا نزل السيد عيسى يحكم بشريعته .

“(Muhammad itu bukanlah ayah dari salah seorang lelaki di antara kalian) maka beliau bukanlah bapaknya Zaid yaitu bukan bapaknya sehingga tidak haram bagi beliau untuk menikahi mantan istri Zaid yaitu Zainab (akan tetapi) beliau adalah (utusan Allah dan penutup para nabi) maka tidak akan memiliki anak laki-laki yang akan menjadi nabi setelahnya, dan dalam satu qira’ah  dengan fathah pada huruf Ta’ seperti alat untuk mengakhiri yang berarti dengan kenabian beliau maka kenabian telah berakhir. (Dan Allah Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu) antara lain bahwasanya tidak ada lagi nabi setelahnya, dan apabila telah turun Nabi Isa ‘alaihis salam maka dia akan berhukum dengan syari’at Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[7]

Dalam sebuah hadits diriwayatkan dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَإِنَّهُ سَيَكُونُ فِي أُمَّتِي كَذَّابُونَ ثَلَاثُونَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّينَ لَا نَبِيَّ بَعْدِي .

“Sesungguhnya akan datang pada umatku tiga puluh pembohong, semuanya mengaku sebagai nabi, padahal akulah penutup para nabi, tak ada lagi nabi setelahku.”[8]

Hadits lainnya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي .

“Dahulu Bani Israil dipimpin oleh para nabi, ketika wafatnya seorang nabi maka datanglah nabi setelahnya, namun tidak ada nabi lagi setelahku.”[9]

Berdasarkan ayat dan juga hadits diatas juga dengan penjelasan para ulama mengenai hal tersebut, maka sudah menjadi ijma’ dan sudah jelaslah bagi kita bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Nabi dan Rasul terakhir, tak ada Nabi dan Rasul setelah dia. Barangsiapa mengaku sebagai Nabi atau Rasul sepeninggal beliau, maka dia adalah ad-Dajjal yang menyesatkan dan kafir sebagaimana Musailamah al-Kadzdzab, Mirza Husain Ali, Mirza Ghulam Ahmad, Ahmad Mushadiq dan para pendusta lainnya. Juga barangsiapa mengakui ada Nabi atau Rasul sepeninggal beliau sebagaimana yang diyakini oleh Ahmadiyyah, Bahaiyyah, Gafatar dan aliran sesat lainnya maka dia telah kafir.

Demikianlah penjelasan mengenai makna Khatam an-Nabiyyin atau Penutup para Nabi. Semoga Allah memudahkan kita dalam memahaminya. Wa shallallahu ‘alaa sayyidina Muhammad, wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ


[1] Matan Safinah an-Najah, hal. 15
[2] Nail ar-Raja’, hal. 6-7
[3] Kasyifah as-Saja’, hal. 31
[4] QS. al-Ahzab [33] : 40
[5] Tafsir ath-Thabari, Juz 19 hal. 121
[6] Tafsir Ibnu Katsir, Juz 6 hal. 428
[7] Tafsir al-Jalalain, hal. 556
[8] HR. Abu Dawud no. 3710 dan at-Tirmidzi no. 2145
[9] HR. al-Bukhari no. 3196 dan Muslim no. 3429


Referensi

  • al-Hafizh Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasyi ad-Dimsyaqi. Tafsir al-Qur’an al-Azhim (Tafsir Ibnu Katsir). 1420 H. Dar Thayyibah Riyadh.
  • al-Imam Abu Dawud Sulaiman bin al-Asyats as-Sijistani. Sunan Abu Dawud. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari. Tafsir ath-Thabari Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil al-Qur’an. 1422 H. Markaz Hijr li al-Buhuts wa ad-Dirasah al-‘Arabiyyah wa al-Islamiyyah Kairo
  • al-Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad al-Mahalli dan al-Imam Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar as-Suyuthi. Tafsir al-Jalalain. 1422 H. Dar al-Hadits Kairo.
  • al-Imam Muhammad bin Isa bin Saurah at-Tirmidzi. Jami’ at-Tirmidzi. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari. Shahih al-Bukhari. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi. Shahih Muslim. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • as-Sayyid Ahmad bin Umar asy-Syathiri. Nail ar-Raja’ bi Syahr Safinah an-Naja’. 1392 H. Mathba’ah al-Madani Kairo.
  • asy-Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi. Kasyifah as-Saja Syarh Safinah an-Naja. 1432 H. Dar Ibn Hazm Beirut.
  • asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami. Matnu Safinah an-Najah fii Maa Yajibu ‘Ala al-Abdi li Maulah. 1430 H. Dar Ibn Hazm Beirut.

0 Comment for "Makna Khatam an-Nabiyyin (Penutup Para Nabi)"

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top