“Tidaklah
seorang muslim tertusuk duri atau sesuatu hal yang lebih berat dari itu
melainkan diangkat derajatnya dan dihapuskan dosanya karenanya.” (HR. Muslim
no. 2572)
Kita
diperintahkan agar bersabar dalam berbagai hal, ketika beramal melakukan kebaikan,
ketika menahan diri melakukan kemaksiatan dan ketika mendapat musibah. Lebih
Baik lagi jika bersabar dengan puncak kesabaran. Karena pahala kesabaran bisa
dibalas dengan pahala yang tidak terhingga Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُوْنَ أَجْرَهُمْ
بِغَيْرِ حِسَاب ٍ
“Sesungguhnya
hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.“
(QS. Az-Zumar [39] : 10)
Salah satu
bentuk kesempurnaan kesabaran ketika mendapat musibah sakit yaitu tidak mengerang
ketika kesakitan. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah
ditegur karena Hal ini. Berikut kisahnya:
دخل أحد أصحاب الإمام أحمد عليه وهو مريض
رحمه الله فوجده يئن من المرض، فقال له: يا أبا عبد الله! تئن، وقد قال طاووس: إن الملك
يكتب حتى أنين المريض، لأن الله يقول: ]ما يلفظ من قول إلا لديه رقيب عتيد
“Salah seorang
sahabat Imam Ahmad menjenguknya ketika sakit, ia mendapati Imam ahmad mengerang
karena sakit. Maka ia berkata, ‘wahai Abu Abdillah (nama kunyah Imam Ahmad),
engkau mengerang? (maksudnya, ahli ilmu seperti engkau kok mengerang ketika
sakit), padahal Thawus telah berkata, ‘sesungguhnya malaikat menulis sampai
erangan ketika sakit’, karena Allah berfirman, ‘Tiada suatu ucapanpun yang
diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir;.”
(Syarh Aqidah Al-Wasiitiyyah, hal. 40)
Putra Imam
Ahmad bin Hanbal rahimahullah yaitu Shalih
bin Ahmad rahimahullah berkata:
لما رواه صالح بن الإمام أحمد قال: “قال
أبي في مرض موته: أخرج كتاب عبد الله بن إدريس فقال: اقرأ عليّ حديث ليث: إن طاووساً
كان يكره الأني نفي المرض فما سمعت لأبي أنيناً حتى مات”, “)
“Ayahku
berkata ketika sakit yang mengantarkan kepada kematiannya, ‘keluarkan buku
hadits Abdullah bin Idris’. Kemudian ia berkata, ‘bacakan kepadaku hadits
Laits’. Adalah Thawus membenci mengerang ketika sakit, maka aku tidak lagi
mendengar erangan dari ayahku samapi beliau wafat.” (Siyar A’lam An-Nubala, Jilid
11 hal. 215)
Sebenarnya
mengerang yang dibenci adalah karena bentuk tidak ridha atau sedikit tidak suka
terhadap penyakit, mengerang otomatis karena rasa sakit maka ini tidak mengapa.
Jika bisa ditahan maka sebaiknya ditahan karena lebih menunjukkan ridha
terhadap takdir Allah.
Tidak
diragukan lagi bahwa erangan ketika sakit jika muncul dari rasa marah, tidak
terima takdir maka inilah yang ditulis sebagai dosa. Adapun jika muncul akibat
demam misalnya, maka sesungguhnya Allah tidaklah membebani seseorang kecuali
sesuai dengan kemampuannya.
Jika mengingat
kembali pahala kesabaran dan keutamaan kesabaran atas musibah penyakit dengan
keimanan yang kuat tentu kita bisa bersabar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَوَدُّ أَهْلُ الْعَافِيَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
أَنَّ جُلُودَهُمْ قُرِضَتْ بِالْمَقَارِيضِ مِمَّا يَرَوْنَ مِنْ ثَوَابِ أَهْلِ الْبَلاَءِ.
“Manusia pada
hari kiamat menginginkan kulitnya dipotong-potong dengan gunting ketika di
dunia, karena mereka melihat betapa besarnya pahala orang-orang yang tertimpa
cobaan di dunia.” (HR. Al-Baihaqi no. 6791)
Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ شَيْءٍ يُصِيْبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ
نَصَبٍ، وَلاَ حَزَنٍ، وَلاَ وَصَبٍ، حَتَّى الْهَمُّ يُهِمُّهُ؛ إِلاَّ يُكَفِّرُ
اللهُ بِهِ عَنْهُ سِيِّئَاتِهِ
“Tidaklah
seorang muslim tertusuk duri atau sesuatu hal yang lebih berat dari itu
melainkan diangkat derajatnya dan dihapuskan dosanya karenanya.” (HR. Muslim
no. 2572)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا يَزَالُ الْبَلاَءُ بِالْمُؤْمِنِ وَالْمُؤْمِنَةِ
فِي جَسَدِهِ وَمَالِهِ وَوَلَدِهِ حَتَّى يَلْقَى اللهَ وَمَا عَلَيْهِ خَطِيْئَةٌ
“Cobaan akan
selalu menimpa seorang mukmin dan mukminah, baik pada dirinya, pada anaknya
maupun pada hartanya, sehingga ia bertemu dengan Allah tanpa dosa sedikitpun.”
(HR. Ahmad)
Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.
0 Comment for "Imam Ahmad Rahimahullah Ditegur Karena Mengerang Ketika Sakit"