“Tiada
sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh
sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang
kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).” (QS.
Al-An’am [6] : 59)
Di
zaman Imam Abu Hanifah rahimahullah terdapat sekelompok kaum Sumaniyah
yang atheis. Mereka mengingkari keberadaan Allah subhanahu wa ta’ala dan
menyatakan alam tercipta secara kebetulan. Langit, bumi, gunung dan lautan
menurut mereka juga ada secara kebetulan.
Suatu
hari mereka berdebat dengan Imam Abu Hanifah rahimahullah soal keyakinan
ini. Karena perdebatan berlangsung lama dan tak kunjung selesai, Imam Abu
Hanifah rahimahullah minta debat ditunda beberapa hari. Mereka pun
menentukan hari dan waktu debat berikutnya.
Tiba
jam yang disepakati, Imam Abu Hanifah rahimahullah belum tiba di lokasi.
“Mana Abu Hanifah? Ia terlambat, tak menepati janji?” kata orang-orang
Sumaniyah kepada kaum muslimin yang hendak menyaksikan perdebatan itu.
“Mengapa
kamu terlambat? Kemarin kamu mengatakan Allah itu ada dan memperhitungkan semua
amalmu, mana bukti semua kata-katamu?” seorang tokoh Sumaniyah segera mencerca
dengan serentetan pertanyaan begitu Imam Abu Hanifah rahimahullah datang.
“Wahai
semuanya,” jawab Imam Abu Hanifah rahimahullah yang ternyata sengaja
datang terlambat, “Jangan terburu-buru menilaiku. Saat aku hendak menyeberangi
sungai, aku tidak mendapatkan perahu. Tak ada satu pun perahu di sana.”
“Lalu
bagaimana kau bisa kemari?”
“Ada
sesuatu yang aneh terjadi”
“Aneh?
Apa itu?”
“Aku
berdiri di tepi sungai. Menoleh ke kanan dan ke kiri mencari-cari barangkali ada
perahu, sambil berharap semoga Allah memudahkanku datang kemari. Tiba-tiba,
secara kebetulan ada angin berhembus kencang. Lalu ada petir besar menyambar.
Jika ia menyambar rumah, mungkin rumah itu akan roboh. Tapi secara kebetulan
petir itu menyambar sebuah pohon besar, lalu pohon tersebut terbelah menjadi
dua. Secara kebetulan, robohnya ke sungai. Lalu secara kebetulan datanglah
potongan besi dan ada dahan yang masuk ke sana membentuk kapak. Secara
kebetulan kapak itu bergerak-gerak menghantam potongan pohon tersebut dan
jadilah sebuah perahu. Tak berhenti di situ, ada dua ranting yang jatuh ke
sungai dan menempel di sisi kanan dan sisi perahu, setelah itu perahu tersebut
mendekat padaku dan aku naik. Begitu aku di atasnya, perahu itu mendayung
sendiri dengan cepat hingga aku bisa tiba di sini. Nah, begitu ceritanya.
Sekarang, mari kita lanjutkan diskusi kita, apakah alam semesta ini tercipta
secara kebetulan atau tidak?”
“Tunggu
sebentar! Kau ini waras atau tidak?” tanya mereka yang masih terheran-heran
dengan cerita Imam Abu Hanifah rahimahullah.
“Waras”
“Tapi
ceritamu itu tidak masuk akal. Bagaimana mungkin sebuah perahu bisa tercipta
dari petir yang menyambar secara kebetulan lalu terpotong secara kebetulan dari
pohon dan ranting jatuh menempel di sisi kanan dan kiri perahu. Tidak mungkin.
Untuk membuat perahu dibutuhkan orang yang mengerjakannya, memotong kayunya,
memasang tali, membuat sampan dan seterusnya.”
“Subhanallah,”
jawab Imam Abu Hanifah rahimahullah, “Kalian mengatakan bahwa langit,
bumi, gunung, laut, manusia, hewan, matahari, bulan dan bintang semuanya da
secara kebetulan; tapi mengapa kalian tak percaya bahwa ada satu perahu yang
tercipta secara kebetulan?” jawaban itu membuat orang-orang atheis Sumaniyah
terbungkam. Mereka tak berkutik.
Kisah
diatas disarikan dari Kitab Rihlah Al-Hayah karya DR. Muhammad Al-Arifi hafizhahullah.
Sesungguhnya segala sesuatu tidaklah
terjadi secara kebetulan, segala hal yang ada di langit dan bumi, baik itu
perkara ghaib maupun zhahir, semua telah ditetukan oleh Allah subhanahu wa
ta’ala dan Allah subhanahu wa ta’ala Maha Mengetahui semua yang terjadi.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ
الْغَيْبِ لاَيَعْلَمُهَآ إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَافِي الْبَرِّوَالْبَحْرِ وَمَا
تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ يَعْلَمُهَا وَلاَحَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ اْلأَرْضِ وَلاَرَطْبٍ
وَلاَيَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مًّبِينٍ
“Dan
pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya
kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan
tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak
jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau
yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).” (QS.
Al-An’am [6] : 59)
0 Comment for "Perdebatan Imam Abu Hanifah Rahimahullah dengan Kaum Atheis Sumaniyah"